pengasinganIslam tidak mengenal kehidupan ala rahib yang mentalak kehidupan dunia dan mengucilkan diri darinya, kehidupan ini dianut oleh sebagian pemeluk agama tertentu dengan keyakinan bahwa ia adalah bagian dari ajaran agama tersebut, padahal sebenarnya tidak demikian, berawal dari salah paham dan hanya bertaklid tanpa menelaah maka terjadilah kehidupan ala rahib ini pada mereka. 

Ibnu Abbas di dalam hadis yang mauquf kepadanya menyampaikan kepada kita tentang sebab-sebab munculnya rahbaniyah pada orang-orang Nashrani. Bagaimana para pendeta generasi pertama keluar dari rumah-rumah mereka ke tanah-tanah kosong yang sepi dan puncak-puncak gunung demi menjaga agama mereka di mana kaum mereka hendak mengeluarkan mereka darinya. 

Sesudah mereka, datang suatu kaum yang tidak mengetahui asal muasal rahbaniyah, maka mereka mengira bahwa rahbaniyah itu merupakan agama yang Allah syariatkan kepada mereka. Orang-orang yang datang belakangan meniru orang-orang sebelum mereka tanpa mengetahui sebab-sebab yang menyeret mereka kepada rahbaniyah. Mereka berlari dari kaumnya karena takut kepada kesyirikan dan kekufuran. Padahal banyak para pendeta setelah mereka menjadi pendeta, sementara mereka berada di atas kekufuran dan kesyirikan mereka. Hanya saja sebagian pendeta masih berada di kuil-kuil dan vihara-vihara dengan memegang manhaj generasi pertama mereka sampai sebagian dari mereka beriman kepada Rasulullah. Mereka menunggu diutusnya beliau berdasarkan ilmu mereka tentang berita Rasulullah dalam Taurat dan Injil. 

Imam an-Nasa’i meriwayatkan dalam Sunannya dari Ibnu Abbas dengan sanad shahih secara mauquf bahwa dia berkata, Para raja setelah Isa bin Maryam mengganti Taurat dan Injil. Di kalangan mereka terdapat orang-orang mukmin yang membaca Taurat. Seseorang berkata kepada Raja, “Kami tidak mendapatkan celaan yang lebih keras daripada celaan para pendeta kepada kami. Mereka membaca, ‘Dan barangsiapa tidak berhukum kepada apa yang Allah turunkan maka mereka adalah orang-orang kafir.’ Di samping mereka mencela perbuatan kita. Maka panggillah mereka, perintahkan kepada mereka agar membaca sebagaimana kita membaca, agar beriman seperti kita beriman.” Maka Raja memanggil para pendeta, mengumpulkan mereka dan mengancam membunuh mereka jika mereka tidak meninggalkan membaca Taurat dan Injil kecuali dengan versi yang mereka ganti. 

Para pendeta berkata, “Apa yang kalian inginkan, itu urusan kalian. Biarkan kami.” Sekelompok dari mereka berkata, “Bangunkanlah bagi sebuah bangunan yang tinggi kami kemudian angkatlah kami ke sana, kemudian berilah kami sesuatu yang dengannya kami mengangkat makanan dan minuman kami dan kami tidak akan mencampuri kalian.” Kelompok lain berkata, “Biarkanlah kami pergi bebas di muka bumi. Kami mengembara dan minum seperti binatang liar. Jika kalian menangkap kami di bumi kalian maka bunuhlah kami.” Kelompok lain berkata, “Bangunkanlah untuk kami rumah-rumah di tanah yang terpencil, kami menggali sumur, menanam sayuran dan kami tidak mendatangi kalian, tidak melewati kalian.” 

Ibnu Abbas berkata, “Mereka melakukan itu. Lalu Allah menurunkan, ‘Dan mereka mengada-adakan rahbaniyah, padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi mereka sendiri yang mengada-adakannya untuk mencari keridhaan Allah lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya.” Al-Hadid: 27. 

Lalu orang-orang yang datang sesudah mereka berkata, “Kita beribadah seperti fulan beribadah. Kita mengembara seperti fulan mengembara. Kita berdiam di rumah-rumah ibadah seperti yang dilakukan oleh fulan.” Dan mereka di atas kesyirikan mereka tanpa mengetahui iman orang-orang yang mendahului mereka. 

Ketika Allah mengutus Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam yang tersisa dari mereka hanya sedikit. Seorang laki-laki turun dari biaranya, pengembara pulang dari pengembaraannya dan penghuni kuil keluar dari kuilnya. Mereka beriman kepada beliau dan membenarkannya. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian.” Al-Hadid: 28, yakni dua pahala, karena mereka beriman kepada Isa, Taurat dan Injil dan mereka beriman kepada Muhammad dan membenarkannya. Firman Allah, “Dan menjadikan untukmu cahaya yang dengannya kamu dapat berjalan.” Al-Hadid: 28, yakni cahaya dengan mengikuti Muhammad. Firman Allah, “Supaya ahli kitab mengetahui.” Al-Hadid: 29, lalu mencontoh kalian, “Bahwa mereka tidak mendapat sedikit pun karunia Allah.” Al-Hadid: 29. 

Allah menyerahkan penjagaan Taurat dan Injil kepada ulama Bani Israil, “Oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah.” (QS. Al-Maidah: 44). Lalu mereka menyelewengkannya, bisa karena menuruti hawa nafsu atau permintaan penguasa, bisa dengan izin mereka atau karena ancaman siksa dan intimidasi dari para penguasa. 

Penyimpangan ini terjadi setelah Isa diangkat. Pada masa Isa masih hidup Taurat dan Injil masih selamat dari penyimpangan. Penyimpangan ini tidak terjadi pada semua kitab Taurat dan Injil. Sebagian pendeta dan ulama mereka masih ada yang memegang Taurat dan Injil yang murni seperti pada hari ia diturunkan. Sebagian Bani Israil mengetahui kitab yang benar dan membacanya dengan menjauhi Taurat dan Injil yang telah diselewengkan. 

Membaca Taurat dan Injil yang benar dari orang-orang yang teguh memegang agama menyakiti orang-orang yang menyelewengkannya. Taurat yang benar yang selamat dari penyimpangan mewajibkan kepada para pengikutnya berhukum kepada apa yang diturunkan oleh Allah di dalamnya dan menghukum orang-orang yang tidak berhukum kepadanya dengan kekufuran.

Dalil-dalil dari Taurat dan Injil ini menyakiti orang-orang yang menyelewengkan Taurat dan Injil karena ia mencap mereka dengan kekufuran, kezhaliman dan kefasikan. Ditambah lagi dalil-dalil itu mencela perbuatan-perbuatan yang mereka lakukan. 

Para penyeleweng ini meminta kepada penguasa agar memaksa orang-orang yang teguh membaca Taurat dan Injil yang telah diselewengkan dan agar mereka memegang iman yang menyimpang seperti mereka. 

Raja mengumpulkan mereka, mengancam membunuh mereka jika mereka tidak membuang kebenaran yang mereka pegang yang menyelisihi agama raja dan orang-orang sesat dari kaumnya. Maka mereka meresponnya dengan berbagai respon yang membuat mereka selamat dari pembunuhan tanpa membuang kebenaran yang mereka yakini. Sebagian dari mereka memilih tinggal di kuil-kuil atau biara-biara di puncak gunung, makanan dan minuman diantar kepada mereka dan tidak bergaul dengan orang-orang. Sebagian ada yang memilih berkeliling bumi mengembara di bumi Allah yang luas seperti binatang liar minum dari sumur dan mata air dan makan dari buah-buahan yang mereka dapatkan. Kelompok ketiga memilih membangun rumah-rumah di tanah terpencil, mereka hidup di sana, menggali sumur, makan sayuran dan mereka tidak mendatangi dan bergaul dengan mereka. 

Raja mereka menyetujui permintaan mereka, karena di antara mereka terdapat hubungan pertemanan dan kekerabatan yang membuat mereka menyetujui permintaan mereka dan tidak membunuh mereka. 

Inilah asal-usul rahbaniyah yang diada-adakan oleh orang-orang Nashrani. Akan tetapi mereka mengada-adakannya untuk mewujudkan apa yang dijelaskan oleh Ibnu Abbas. Lalu datang setelah generasi pertama ini orang-orang yang tidak mengetahui sebab yang menjadikan pendahulu mereka untuk hidup menyendiri di puncak-puncak gunung, mengembara di muka bumi seperti binatang liar atau tinggal di tempat-tempat sepi lagi terpencil. Mereka menyangka bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah ajaran agama yang mengandung kebaikan, maka mereka mencontoh dan meneladani mereka. Mereka berkata, “Kami beribadah seperti pendeta fulan beribadah, kami mengembara seperti fulan.” Mereka melakukan itu sementara mereka memegang kesyirikan dan kekufuran mereka. Sementara generasi pertama melakukan itu untuk menghindari kekufuran. 

Pada saat Nabi shallalohu ‘alaihi wasallam diutus, yang tersisa dari ahli kitab yang berpegang kepada kebenaran hanyalah sedikit. Di antara mereka ada tiga orang yang bertemu dengan Salman al-Farisi. Orang-orang mukmin yang masih tersisa itu datang kepada Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam setelah beliau diutus. Mereka keluar dari biara-biara mereka, kuil-kuil mereka dan pulang dari pengembaraan mereka, mereka beriman kepada beliau. Maka Allah menulis dua pahala untuk mereka, pahala karena mengikuti Isa dan pahala mengikuti Muhammad penutup para Nabi dan Rasul. 

Shahihul Qashash an-Nabawi, Dr. Umar Sulaiman al-Asyqar.