Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat dan salam semoga tercurah atas baginda Muhammad-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, penutup para Nabi dan imam para Rasul dan atas keluarganya serta para sahabatnya secara menyeluruh.

Saudara, saudariku,

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuhu

Wa ba’du,

Ini adalah berita baru dari al-Qur’an dari berita-berita Bani Israil, yang sungguh luar biasa dan aneh, karena Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- telah menyebutnya kekal sampai akhir zaman, dengan ungkapan pertanyaan retorik, dalam firman-Nya,

أَلَمْ تَرَ إِلَى الْمَلَإِ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَى إِذْ قَالُوا لِنَبِيٍّ لَهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكًا نُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

“Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi Musa ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka, ‘Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah.’“ (al-Baqarah: 246).

Saat itu kondisi mereka sebagai rakyat yang membutuhkan seorang pemimpin.

Mereka adalah tentara yang membutuhkan panglima. Mereka minta kepada Nabi mereka agar memohon kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- untuk mengurus pemilihan kepemimpinan ini dan memberikan kepemimpinan ini kepada orang yang mampu menanggung beban kepemimpinan.

Jadi mereka memohon kepada Nabi. Mereka meminta kepada Rabb semesta alam. Akan tetapi nabi mereka mengerti akhlak mereka.

قَالَ هَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ أَلَّا تُقَاتِلُوا

Mungkin sekali jika kalian nanti diwajibkan berperang, kalian tidak akan  berperang.” (al-Baqarah: 246)

Beliau mengerti bahwa mereka tidak menepati kesepakatan, tidak menetapi ikatan, tidak memenuhi janji dan tidak ada kalimat yang mereka ucapkan yang bisa dijadikan pegangan.

قَالُوا وَمَا لَنَا أَلَّا نُقَاتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَقَدْ أُخْرِجْنَا مِنْ دِيَارِنَا وَأَبْنَائِنَا

“Mereka menjawab, ‘Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dari anak-anak kami?’” (al-Baqarah: 246)

Jadi penyebab perang bagi mereka banyak; karena mereka diserang, karena mereka diusir dari kampung halaman, karena anak-anak mereka diusir. Kalaulah mereka tidak berperang untuk menjadikan kalimat Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menjadi yang tertinggi, paling tidak mereka berperang untuk merebut hak-hak mereka kembali dan agar bisa kembali ke kampung halaman.

Tapi apa yang terjadi?

Yang terjadi pada mereka diceritakan oleh Rabb mereka, dalam firman-Nya,

فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ تَوَلَّوْا إِلَّا قَلِيلًا مِنْهُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ

Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, mereka pun berpaling, kecuali beberapa orang saja di antara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang zalim.” (al-Baqarah: 246)

Berikut akibat sikap mereka secara garis besar, di dalamnya Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- melipat rinciannya.

وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ اللَّهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوتَ مَلِكًا

Nabi mereka mengatakan kepada mereka, Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi raja bagi kalian. (al-Baqarah: 247)

Mereka diberitahu oleh Nabi yang bersumber dari wahyu dari Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan menerangkan kepada mereka bahwa yang mengangkat raja ini adalah Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, dan Dia-lah yang memilih Thalut dan menunjuknya sebagai raja atas mereka.

قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Katakanlah, “Wahai Rabb Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Ali Imran: 26)

Mungkin saudara dan saudariku masih ingat, kengototan mereka dalam permasalahan sapi kepada nabi mereka, Musa dan kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- Rabb semesta alam. Ngotot seperti inilah, terjadi dalam perdebatan yang tidak waras, mereka mengobarkan perang melawan nabi mereka dengan menentang Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan nabi-Nya dalam hal Thalut.

قَالُوا أَنَّى يَكُونُ لَهُ الْمُلْكُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ أَحَقُّ بِالْمُلْكِ مِنْهُ

Mereka menjawab, “Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya. (al-Baqarah: 247)

Kalimat أَنَّى jika dimasukkan dalam jumlah fi’liyyah, maka artinya menjadi كَيْفَ (bagaimana), tapi jika dimasukkan dalam jumlah ismiyah, maka artinya menjadi مِنْ أَيْنَ (dari mana). Contohnya, Zakaria berkata kepada Maryam,

أَنَّى لَكِ هَذَا

“Dari mana kamu memperoleh (makanan) ini ?” (Ali Imran: 37)

Firman Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menceritakan ucapan seseorang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya,

قَالَ أَنَّى يُحْيِي هَذِهِ اللَّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا

Dia berkata, “Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah roboh?” (al-Baqarah: 259)

Bagaimana dia menjadi raja kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya.

Saya tidak tahu, dengan dasar apa mereka mengklaim lebih berhak atas pemerintahan. Padahal sebelum kedatangan Thalut, mereka adalah rakyat yang tidak mempunyai panglima perang dan mereka merasa ada kekosongan yang besar. kekosongan ini ada di hadapan mereka dan tidak ada seorang pun yang mau maju untuk mengisinya. Mereka mengkritik pilihan ilahi ini atas dasar,

وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِنَ الْمَالِ

“Sedang dia pun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak” (al-Baqarah: 247)

Kami tidak mengecilkan nilai harta, karena Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menyukai seorang hamba yang bertakwa, kaya, diam-diam (dalam melakukan kebajikan) dan kuat. Tapi kami ingin katakan bahwa harta bukanlah syarat mendasar untuk  menjadi pemimpin. Kepemimpinan adalah sekumpulan sifat-sifat yang diberikan oleh Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, bisa jadi bersama kekayaan, bisa jadi tidak. Bisa jadi kepemimpinan yang bersama dengan harta semisal Sulaiman sebagai nabi dan raja. Bisa jadi tidak memiliki harta sebagaimana dalam kasus Thalut ini.

قَالَ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ

Nabi (mereka) berkata, “Sesungguhnya Allah telah memilihnya  menjadi raja kalian.” (al-Baqarah: 247)

Disebutkan sekali lagi dengan disandarkan kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, setelah semula dikatakan,

إِنَّ اللَّهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوتَ مَلِكًا

“Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi raja kalian.” (al-Baqarah: 247)

Dikuatkan dengan lafazh إِنَّ (sesungguhnya) dan dikuatkan dengan قَدْ  (telah) dan pelakunya disandarkan kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, yang sekali lagi menyebutkan sebagai penguatan.

إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ وَاللَّهُ يُؤْتِي مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi raja kalian dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Mahaluas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” (al-Baqarah: 247)

Kemudian ditunjukkan kepada mereka dalil yang menyatakan bahwa Thalut adalah raja dari Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, dari sisi Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- yang datang untuk memimpin mereka.

وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ آيَةَ مُلْكِهِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ آلُ مُوسَى وَآلُ هَارُونَ تَحْمِلُهُ الْمَلَائِكَةُ

Dan nabi mereka mengatakan kepada mereka, “Sesungguhnya tanda dia akan menjadi raja ialah kembalinya tabut kepada kalian. Di dalamnya terdapat keterangan dari Rabb kalian dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan kelurga Harun. Tabut itu dibawa oleh malaikat.” (al-Baqarah: 248)

Tabut (kotak) ini telah lama hilang dari mereka, semenjak masa mereka berputar-putar di padang Tiih,

أَرْبَعِينَ سَنَةً يَتِيهُونَ فِي الْأَرْضِ

Selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu.” (al-Maidah: 26)

Di antara kekhususan kotak ini, yang di dalamnya terdapat barang-barang suci yang mereka muliakan, ia bisa membawa rasa aman, tenang dan rasa percaya yang mahal atas diri mereka. Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berkehendak menunjukkan dalil bahwa Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menguatkan raja ini dan memberinya Tabut yang keberadaannya bisa membawa ketenangan, kedamaian dan rasa aman dalam hati mereka.

فِيهِ سَكِينَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ آلُ مُوسَى وَآلُ هَارُونَ

              ‘Di dalamnya terdapat keterangan dari Rabb kalian dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun.” (al-Baqarah: 248)

Kedatangan Tabut ini,

تَحْمِلُهُ الْمَلَائِكَةُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

 “Dibawa oleh malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagi kalian, jika kalian orang yang beriman.” (al-Baqarah: 248)

Dari sini selesai peran Nabi mereka dalam mengajukan Thalut sebagai pemimpin kepada mereka, berdasarkan wahyu dari Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, dan telah ada tanda-tanda dan bukti-bukti bahwa Allah-lah yang mengutusnya dan memilihnya. Kemudian Thalut mulai memainkan perannya yang harus dimainkan sebagai panglima mereka. Ia ingin menguji mereka. Karena jika ia membiarkan mereka melakukan sesuka mereka, dan pertempuran berkobar tanpa ada sebuah ujian, maka tidak diketahui apakah mereka sudah mencapai taraf pengorbanan, keberanian dan tanggung jawab, ataukah masih harus ada penyaringan untuk kelompok ini.

Dia ingin menguji kesabaran mereka atas kebutuhan terhadap air, saat mereka sedang dalam kondisi sangat kehausan. Jika seseorang bisa menahan dirinya saat sedang dalam kondisi sangat membutuhkan sesuatu, maka ia adalah seorang yang mempunyai kesabaran dan ketabahan saat menghadapi musuh,

فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوتُ بِالْجُنُودِ قَالَ إِنَّ اللَّهَ مُبْتَلِيكُمْ بِنَهَرٍ فَمَنْ شَرِبَ مِنْهُ فَلَيْسَ مِنِّي وَمَنْ لَمْ يَطْعَمْهُ فَإِنَّهُ مِنِّي إِلَّا مَنِ اغْتَرَفَ غُرْفَةً بِيَدِهِ

Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, dia berkata, ‘Sesungguhnya Allah akan menguji kalian dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kalian meminum airnya, bukanlah dia pengikutku. Dan barang siapa tidak meminumnya, kecuali menciduk seciduk tangan, maka dia adalah pengikutku.” (al-Baqarah: 249)

Ternyata mereka tidak kuat menahan rasa haus, tidak bisa bersabar terhadap air.

فَشَرِبُوا مِنْهُ إِلَّا قَلِيلًا مِنْهُمْ

Kemudian mereka meminumnya, kecuali beberapa orang di antara mereka.” (al-Baqarah: 249)

Akibatnya banyak dari orang-orang yang minum dari air sungai itu berpaling dari keikutsertaan mereka bersama Thalut, dan terbuktilah apa yang semenjak awal dikatakan oleh Thalut sebelum mereka menyeberang sungai,

فَمَنْ شَرِبَ مِنْهُ فَلَيْسَ مِنِّي وَمَنْ لَمْ يَطْعَمْهُ فَإِنَّهُ مِنِّي

Maka siapa di antara kalian meminum airnya, bukanlah dia pengikutku. Dan barang siapa tidak meminumnya, kecuali menciduk seciduk tangan, maka dia adalah pengikutku.” (al-Baqarah: 249)

فَلَمَّا جَاوَزَهُ هُوَ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ قَالُوا لَا طَاقَةَ لَنَا الْيَوْمَ بِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ

Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata, ‘Tidak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya.” (al-Baqarah: 249)

Mereka menganggap jumlah mereka sedikit dalam menghadapi kaum kafir, setelah sebelumnya banyak sekali dari Bani Israil yang berpaling dan tidak mampu bersabar. Namun jumlah yang sedikit ini, Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berkehendak memasukkan kesabaran dalam diri mereka dan menopang mereka dengan pertolongan-Nya yang tidak bisa dikalahkan.

قَالَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلَاقُو اللَّهِ كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ

Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah? Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (al-Baqarah: 249)

وَلَمَّا بَرَزُوا لِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ

Tatkala Jalut dan tentaranya telah tampak oleh mereka (al-Baqarah: 250)

Mereka menghadap kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dalam keadaan penuh harap dan pasrah,

قَالُوا رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

Mereka pun berdoa, “Ya Rabb kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap orang-orang yang kafir.” (al-Baqarah: 250)

Inilah konsekuensi dari keimanan, menghadap Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, memohon dari-Nya kesabaran, keteguhan dan pertolongan. Dan Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- selalu dalam prasangka hamba-Nya, maka Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-mengirimkan pertolongan-Nya kepada mereka.

فَهَزَمُوهُمْ بِإِذْنِ اللَّهِ وَقَتَلَ دَاوُودُ جَالُوتَ وَآتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ

Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah (dalam peperangan itu) dan Dawud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Dawud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya.” (al-Baqarah: 251)

Wahai saudaraku, wahai saudariku,

Beginilah lembaran-lembaran al-Qur’an menanamkan dalam diri kita tentang kisah Bani Israil yang telah terbakar kerinduan untuk membalas dendam, mereka memohon kepada nabi mereka agar menolong mereka dengan memberi kepemimpinan. Ketika datang pemimpin yang dipilihkan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, mereka tidak mampu bersabar, dan mereka itulah yang dikeluarkan dari kampung halaman mereka dan anak-anak mereka.

Semoga hati kita semakin terisi keimanan dan keyakinan bahwa mereka yang disebutkan dalam sejarah ini, tidak mulia masa lalu mereka, masa kini mereka, serta masa depan mereka. Dengan hal-hal seperti inilah harusnya generasi muda mengisi hati mereka untuk menghadapi pertarungan yang akan datang, yang tiada jalan lain untuk lari daripadanya jika kita adalah orang-orang yang beriman.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

(Redaksi)

Sumber:

Al-Yahud Fi al-Qur’an al-Karim, hal. 126-135