اَلْمَجِيْدُ (Mahamulia)

(Serial Nama-nama Allah, bag.32)

 

Ini adalah nama agung yang disebutkan di dalam al-Qur’an pada dua tempat. Pertama, pada firman Allah Ta’ala,

رَحْمَتُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ إِنَّهُ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

“(Itu adalah) rahmat Allah dan keberkahan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pengasih.” (Qs. Hud: 73).

Dan firman-Nya,

وَهُوَ الْغَفُوْرُ الْوَدُوْدُ . ذُو الْعَرْشِ الْمَجِيْدُ

“Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih, yang mempunyai singgasana, lagi Maha Mulia.” (Qs. al-Buruj: 14-15).

Harakat kata al-Majid di-dhammah-kan. Kata al-Majid -dalam ayat- ada yang membacanya dengan dhammah (الْمَجِيْدُ) sebagai sifat bagi Allah ‘Azza wa Jalla, dan dibaca juga dengan kasrah (الْمَجِيْدِ) sebagai sifat bagi Arsy.

Nama tersebut termasuk asmaul husna yang menunjukkan sifat-sifat yang banyak, tidak hanya sebuah makna saja.

Maknanya adalah Mahaluas dan agung sifat-sifat-Nya, Maha melimpah dan mulia sifat-sifat-Nya. Kata al-Majid dikembalikan kepada keagungan sifat-sifat-Nya, banyak dan keluasannya, kepada keagungan kerajaan dan kekuasaan-Nya, kepada keesaan-Nya dengan kesempurnaan yang mutlak, keagungan yang mutlak dan keindahan yang mutlak, yang mana seluruh hamba tidak dapat meliputi sedikitpun dari semua itu, yang paling besar dari segala sesuatu, paling agung dari seluruhnya, paling agung dan paling tinggi, bagi-Nya semata keagungan dan kemuliaan pada hati para wali dan orang-orang pilihan-Nya. Hati mereka terpenuhi dengan mengagungkan orang pilihan-Nya. Hati mereka terpenuhi dengan mengagungkan dan memuliakan-Nya, tunduk kepada-Nya, merendahkan diri kepada kekuasaan-Nya, tidak ada kemuliaan, kecuali kemuliaan-Nya, tidak ada keagungan melainkan keagungan-Nya. Tidak ada keagungan, keindahan, kekuasaan, kecuali keagungan, keindahan, dan kekuasaan-Nya. Nama-nama-Nya seluruhnya adalah mulia dan sifat-sifat-Nya juga mulia. Perbuatan-perbuaan dan perkataan-perkataan-Nya adalah kemuliaan. Dia termuliakan pada Dzat dan sifat-sifat-Nya.

Allah ‘Azza wa Jalla memuliakan diri-Nya di dalam kitab-Nya pada banyak ayat. Bahkan al-Qur’an adalah kitab yang memuliakan dan mengagungkan Allah ‘Azza wa Jalla. Tidak ada sebuah ayat yang kosong dari penyebutan salah satu dari nama-nama Allah yang indah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi serta perbuatan-perbuatan-Nya yang penuh hikmah. Seagung-agungnya ayat dalam al-Qur’an adalah yang mencakup semua itu, seperti ayat kursi yang merupakan ayat teragung di dalam al-Qur’an, di dalamnya disebutkan lima dari nama-nama Allah yang indah, dan di dalamnya pula terdapat dua puluh lebih dari sifat-sifat Allah. Surat al-Ikhlash yang sebanding dengan dengan sepertiga al-Qur’an, dengan murni surat tersebut menjelaskan nama-nama Allah yang indah dan sifat-sifat-Nya yang agung. Surat al-Fatihah yang merupakan surat teragung dalam al-Qur’an, separuhnya berisi sanjungan atas Allah dan memuliakan-Nya.

Muslim meriwayatkan dalam shahihnya dari hadis Abu Hurairah -semoga Allah meridhainya-, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

قَالَ اللَّهُ تَعَالَى قَسَمْتُ الصَّلاَةَ بَيْنِى وَبَيْنَ عَبْدِى نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ ( الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ). قَالَ اللَّهُ تَعَالَى حَمِدَنِى عَبْدِى وَإِذَا قَالَ (الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ) قَالَ اللَّهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَىَّ عَبْدِى. وَإِذَا قَالَ (مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ). قَالَ مَجَّدَنِى عَبْدِى – وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَىَّ عَبْدِى – فَإِذَا قَالَ (إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ). قَالَ هَذَا بَيْنِى وَبَيْنَ عَبْدِى وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ. فَإِذَا قَالَ (اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ ). قَالَ هَذَا لِعَبْدِى وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ

“Allah Ta’ala berfirman, ‘Aku membagi shalat antara diri-Ku dengan hamba-Ku menjadi dua bagian, dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.’ Apabila seorang hamba membaca:

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.

Allah Ta’ala berkata, ‘Hamba-Ku memuji-Ku.’

Dan apabila ia membaca:

الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Allah Ta’ala berfirman, ‘Hamba-Ku menyanjung-Ku.’

Dan apabila ia membaca:

مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ

Yang menguasai hari pembalasan.

Allah Ta’ala berfirman, ‘Hamba-Ku memuliakan-Ku.’

Dan apabila ia membaca:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu pula kami memohon pertolongan.

Dia  berfirman, ‘Ini adalah antara diri-Ku dengan hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.’

Dan apabila ia membaca:

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ

Tunjukkanlah  kepada kami jalan yang lurus, yaitu jalannya  orang-orang  yang Engkau beri nikmat, bukan jalannya orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalannya orang-orang yang tersesat.

Maka, Dia berfirman, ‘Ini adalah untuk hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta’.”

Shalat, seluruhnya tegak di atas sanjungan, mengagungkan, dan memuliakan Yang Maha Terpuji lagi Mahamulia, Rabb yang berhak mendapatkan sanjungan dan kemuliaan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu apabila mengangkat kepala dari rukuk, beliau berkata,

رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَىْءٍ بَعْدُ أَهْلَ الثَّنَاءِ وَالْمَجْدِ أَحَقُّ مَا قَالَ الْعَبْدُ وَكُلُّنَا لَكَ عَبْدٌ اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِىَ لِمَا مَنَعْتَ وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

“Wahai Rabb kami bagi-Mu segala pujian, (mencakup) sepenuh langit dan sepenuh bumi, dan seluruh apa yang  Engkau kehendaki dari selain itu. Engkau berhak mendapatkan sanjungan dan kemuliaan jauh melebihi apa yang dipanjatkan hamba. Kami semua adalah hamba-Mu, Ya Allah tiada yang dapat menahan apa yang Engkau beri dan tiada yang dapat memberi apa yang Engkau tahan, dan tidak akan dapat memberi manfaat suatu harta bagi pemiliknya dari siksa-Mu.” (HR. Muslim).

Di dalam rukuk dan sujudnya, beliau mengagungkan Allah dan memuliakan-Nya. Apabila duduk tasyahhud, beliau menyanjung Allah dan memuliakan-Nya, dan kemudian menutup doanya dengan ucapan,

إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

“Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia.”

Oleh karena itu, permulaan shalat berisi pujian dan memuliakan-Nya dan akhirnya juga adalah pujian dan memuliakan-Nya. Bahkan semuanya tegak di atas pujian dan memuliakan-Nya.

Ibnul Qayyim -semoga Allah merahmatinya- berkata, “Sebaik-baik nama yang disandingkan dengan al-Majid adalah al-Hamid (Maha Terpuji). Sebagaimana yang diucapkan para Malaikant kepada keluarga Ibrahim al-Khalil (kekasih Allah) ‘alaihissalam,

قَالُوا أَتَعْجَبِينَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ رَحْمَتُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ إِنَّهُ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

“Para malaikat itu berkata, ‘Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah (itu adalah) rahmat Allah dan keberkahan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pengasih’.” (Qs. Hud: 73).

Sebagaimana pula Allah mensyariatkan bagi kita pada akhir shalat untuk menyanjung Rabb Ta’ala bahwa Dia adalah Maha Terpuji lagi Mahamulia. Dia mensyariatkan bagi kita di akhir rakaat pada saat ‘itidal untuk berkata,

رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ أَهْلَ الثَّنَاءِ وَالْمَجْدِ

“Wahai Rabb kami bagi-Mu segala pujian, Engkau berhak mendapatkan sanjungan dan kemuliaan.”

Oleh karena itu, segala pujian dan kemuliaan secara mutlak adalah milik Allah Yang Maha Terpuji lagi Mahamulia. Al-Hamid artinya Yang Maha dicintai lagi berhak mendapatkan segala macam sifat kesempurnaan. Sedangkan al-Majid artinya Mahaagung, Mahaluas, Maha Berkuasa, Mahakaya lagi Maha  Memiliki keagungan dan kemuliaan. (at-Tibyan Fii Aqsam al-Qur’an, hal.125).

Dalam menutup tasyahud dengan disebutkan nama Allah al-Majid memiliki makna halus, sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Ibnul Qayyim -semoga Allah merahmatinya-, beliau berkata, “Perhatikanlah bagaimana nama tersebut datang dengan dibarengi permohonan shalawat dari Allah untuk Rasul-Nya, sebagaimana yang telah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam ajarkan kepada kita, karena ia sedang berada pada maqam untuk memohon tambahan dan menyebutkan keluasan pemberian-Nya, banyak dan kesinambungannya, maka pada permohonan tersebut didatangkan nama yang sesuai dengan keadaannya.” (Bada’i al-Fawaid, juz 1,hal.144).

Karena kemuliaan menunjukkan banyaknya sifat-sifat kesempurnaan dan banyaknya perbuatan-perbuatan kebajikan dan kebaikan serta beragamnya pemberian dan karunia.

Semulia-mulianya kondisi seorang hamba dan setinggi-tingginya derajatnya adalah tatkala menyanjung Rabbnya seraya mengagungkan dan memuliakan-Nya. Di antara keadaan yang teragung tersebut adalah pada saat memulai membaca firman-Nya. Sungguh Allah Tabaraka wa Ta’ala telah menjelaskan hal tersebut pada dua tempat di dalam al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman,

بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مَجِيدٌ . فِي لَوْحٍ مَحْفُوظٍ

“Bahkan yang didustakan mereka itu adalah al-Qur’an yang mulia, yang tersimpan dalam Lauhul Mahfuzh.” (Qs. al-Buruj: 21-22).

Dan firman-Nya,

ق وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ

“Qaaf, Demi Al-Qur’an yang sangat mulia.” (Qs. Qaaf: 1).

Al-Qur’an adalah mulia. Maksudnya tinggi derajatnya, tinggi keadaannya, agung kedudukannya, yang tidak datang kepadanya kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.

Di antara hal yang dapat digunakan untuk memuliakan Rabb adalah sanjungan yang baik kepada-Nya dengan memuji, bertakbir, bertasbih, dan bertahlil kepada-Nya. Barangsiapa yang selalu mengamalkan hal tersebut, maka ia akan bahagia dengan kebahagiaan yang tidak ada cela padanya dan dia beruntung dengan kebaikan dunia dan akhirat.

Al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dalam kitab shahihnya, dari Abu Hurairah -semoga Allah meridhainya-, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ لِلَّهِ مَلَائِكَةً يَطُوفُونَ فِي الطُّرُقِ يَلْتَمِسُونَ أَهْلَ الذِّكْرِ فَإِذَا وَجَدُوا قَوْمًا يَذْكُرُونَ اللَّهَ تَنَادَوْا هَلُمُّوا إِلَى حَاجَتِكُمْ قَالَ فَيَحُفُّونَهُمْ بِأَجْنِحَتِهِمْ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا قَالَ فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ مِنْهُمْ مَا يَقُولُ عِبَادِي قَالُوا يَقُولُونَ يُسَبِّحُونَكَ وَيُكَبِّرُونَكَ وَيَحْمَدُونَكَ وَيُمَجِّدُونَكَ قَالَ فَيَقُولُ هَلْ رَأَوْنِي قَالَ فَيَقُولُونَ لَا وَاللَّهِ مَا رَأَوْكَ قَالَ فَيَقُولُ وَكَيْفَ لَوْ رَأَوْنِي قَالَ يَقُولُونَ لَوْ رَأَوْكَ كَانُوا أَشَدَّ لَكَ عِبَادَةً وَأَشَدَّ لَكَ تَمْجِيدًا وَتَحْمِيدًا وَأَكْثَرَ لَكَ تَسْبِيحًا قَالَ يَقُولُ فَمَا يَسْأَلُونِي قَالَ يَسْأَلُونَكَ الْجَنَّةَ قَالَ يَقُولُ وَهَلْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُ فَكَيْفَ لَوْ أَنَّهُمْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَوْ أَنَّهُمْ رَأَوْهَا كَانُوا أَشَدَّ عَلَيْهَا حِرْصًا وَأَشَدَّ لَهَا طَلَبًا وَأَعْظَمَ فِيهَا رَغْبَةً قَالَ فَمِمَّ يَتَعَوَّذُونَ قَالَ يَقُولُونَ مِنْ النَّارِ قَالَ يَقُولُ وَهَلْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُ فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَوْ رَأَوْهَا كَانُوا أَشَدَّ مِنْهَا فِرَارًا وَأَشَدَّ لَهَا مَخَافَةً قَالَ فَيَقُولُ فَأُشْهِدُكُمْ أَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ قَالَ يَقُولُ مَلَكٌ مِنْ الْمَلَائِكَةِ فِيهِمْ فُلَانٌ لَيْسَ مِنْهُمْ إِنَّمَا جَاءَ لِحَاجَةٍ قَالَ هُمْ الْجُلَسَاءُ لَا يَشْقَى بِهِمْ جَلِيسُهُمْ

“Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang tugasnya berkeliling di jalan-jalan untuk mencari orang-orang yang berdzikir. Apabila mereka menemukan suatu kaum sedang berdzikir kepada Allah mereka saling menyeru, ’Kemarilah kalian untuk mendapatkan apa yang kalian butuhkan.’ Beliau melanjutkan, ‘Maka para malaikat itu melingkari mereka dengan sayap-sayap mereka hingga sampai ke langit terdekat. Beliau berkata, ‘Lalu Rabb mereka bertanya –dan tentu saja Dia lebih tahu dari para malaikat- ‘Apa yang diucapkan oleh hamba-hamba-Ku?’ Nabi berkata, ‘Malaikat menjawab, ‘Mereka bertasbih dan bertakbir kepada-Mu, memuji dan memuliakan-Mu.’ Nabi melanjutkan, ‘Maka Dia bertanya,’Apakah mereka melihat-Ku?’ Malaikat menjawab, ’Tidak, demi Allah, mereka tidak melihat-Mu.’ Nabi berkata, ‘Allah berfirman, ‘Bagaimana kalau mereka melihat-Ku? Nabi berkata,’Malaikat menjawab,’Kalau mereka melihat-Mu maka mereka akan lebih semangat dalam beribadah kepada-Mu, dalam memuliakan dan bertasbih kepada-Mu.’ Nabi berkata, ‘Allah berfirman,’Lalu apa yang mereka minta dari-Ku?’ Maikat menjawab, ‘Mereka memohon kepada-Mu Surga.’ Nabi berkata, ‘Allah berfirman, ‘Apakah mereka pernah melihatnya?’ Nabi berkata, ‘Malaikat menjawab, ‘Tidak, demi Allah Ya Rabb, mereka tidak pernah melihatnya.’ Nabi bersabda, ‘Allah berfirman, ’Lalu bagimana jika mereka melihatnya?’ Nabi berkata, ‘Malaikat menjawab, ‘Jika mereka melihatnya niscaya mereka akan lebih antusias untuk mendapatkannya dan lebih semangat dalam memohonnya serta lebih cinta kepadanya.’ Allah berfirman, ‘Lalu dari apa mereka memohon perlindungan?’ Nabi bersabda, ‘Malaikat menjawab, ‘Dari api Neraka.’ Nabi berkata, ‘Allah berfirman, ‘Apakah mereka melihatnya? Beliau berkata, ‘Malaikat menjawab,’Tidak, demi Allah Ya Rabb, mereka tidak melihatnya.’ Nabi berkata, ‘Allah berfirman, ‘Lantas bagaimana kalau mereka melihatnya?’ Nabi berkata, ‘Malaikat menjawab, ‘Bila mereka melihatnya tentu akan lebih giat untuk lari darinya dan semakin kuat.’ Nabi berkata, ‘Allah berfirman, ‘Aku jadikan kalian sebagai saksi, bahwa Aku telah mengampuni mereka.’ Nabi berkata, ‘Salah satu dari malaikat berkata, ‘Di antara mereka ada fulan yang bukan dari mereka, ia datang karena suatu kebutuhan.’ Allah berfirman,’Mereka adalah orang-orang yang sama-sama duduk yang tidak akan celaka siapa yang duduk bersama mereka’.”

Apabila orang yang duduk-duduk bersama mereka tidak akan celaka, maka bagimana dengan kondisi mereka. Kita memohon kepada Allah Yang Mahamulia dari sebagian karunia-Nya. Wallahu A’lam.

 

(Redaksi)

 

Sumber:

Fikih Asma’ul Husna, Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-‘Abbad Al-Badr.