Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat dan salam semoga tercurah atas baginda Muhammad-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, penutup para Nabi dan imam para Rasul dan atas keluarganya serta para sahabatnya secara menyeluruh.

Saudara, saudariku,

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuhu

Wa ba’du,

Kami berharap bisa meneruskan pembahasan ini dari yang telah kita pelajari sebelumnya, tentang sikap Bani Israil terhadap ayah mereka, Ya’qub -عَلَيْهِ السَّلَامُ- dan saudara mereka, Yusuf -عَلَيْهِ السَّلَامُ-.

Mereka berangkat bersama saudara mereka yang masih kecil dan lemah. Seharusnya, manusia yang kuat bisa menjaga kambing gembalaan dari serangan serigala. Kekhawatiran ayah mereka berarti bahwa anaknya saat itu masih anak kecil yang lemah. Saya tidak paham, bagaimana hati mereka yang dipenuhi kedengkian ini bisa sepakat untuk menjebloskan anak yang masih kecil ini ke dasar sumur, tanpa merasa berdosa atau merasa berbuat kesalahan. Tidak bisa saya bayangkan bagaimana kedengkian dalam hati mereka membenarkan perbuatan dosa besar ini, akan tetapi kedengkian telah membutakan mereka dari kebenaran, dari hak saudara mereka untuk hidup. Pantas saja hari ini mereka dibutakan oleh kedengkian-dan inilah sejarah hitam mereka-atas hak-hak bangsa Arab di bumi ini. Pantas saja hari ini mereka dibutakan oleh kedengkian atas kaum Muslimin yang menyucikan Masjid al-Aqsha. Sesungguhnya inilah akhlak mereka sejak dahulu. Tidak ada yang bisa merubahnya kecuali dengan pedang yang memenggal leher-leher mereka atau dengan bom yang menghentikan detak hidup mereka. Perjanjian, memorandum dan kesepakatan sudah tidak berguna lagi. Sejarah mereka yang panjang dalam hal pelanggaran perjanjian jauh lebih jelas dari pada kita  mengulangi membahasnya lagi.

Mereka melemparkan saudara mereka ke dalam sumur,

وَجَاءُوا أَبَاهُمْ عِشَاءً يَبْكُونَ

Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari sambil menangis.” (Yusuf: 16)

Mereka menangis? Maha suci Allah, seekor kalajengking menyengat tapi ia sendiri yang menggeliat, seseorang memukulku tapi dia sendiri yang mengeluh.

وَجَاءُوا أَبَاهُمْ عِشَاءً يَبْكُونَ

Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari sambil menangis.” (Yusuf: 16)

Dari mana datangnya air mata ini? Ini adalah tipuan, ini adalah air mata buaya. Mereka telah mengumpulkan antara kedurhakaan kepada orang tua, memutus silaturahmi dengan saudara dan kebohongan yang diperkuat dengan berbagai alasan, saat mereka berkata,

وَإِنَّا لَهُ لَنَاصِحُونَ

“Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengingini kebaikan baginya.” (Yusuf: 11)

وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

“Dan sesungguhnya kami pasti menjaganya.” (Yusuf: 12)

Mereka menggabungkan semua itu dengan kemampuan untuk bersandiwara. Telah kita ketahui dari dunia para aktor pria dan wanita bahwa mereka dianggap berhasil apabila bisa melepas kepribadiannya dan melupakan dirinya. Mereka, Bani Israil telah benar-benar melepaskan peran mereka dan melupakan persaudaraan dengan Yusuf sebagaimana mereka melupakan hubungan dengan Ya’qub sebagai bapak mereka.

وَجَاءُوا أَبَاهُمْ عِشَاءً يَبْكُونَ

Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari sambil menangis.” (Yusuf: 16). Dan melupakan persekongkolan dusta mereka.

قَالُوا يَا أَبَانَا إِنَّا ذَهَبْنَا نَسْتَبِقُ وَتَرَكْنَا يُوسُفَ عِنْدَ مَتَاعِنَا فَأَكَلَهُ الذِّئْبُ

Mereka berkata, “Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala.” (Yusuf: 17)

Kemudian, selamanya seorang yang berbuat jahat pasti selalu meninggalkan bukti kejahatannya dan seorang yang berbuat salah pasti meninggalkan tanda-tanda yang menunjukkan dan mengarahkan kepada kesalahannya. Mereka berkata,

وَمَا أَنْتَ بِمُؤْمِنٍ لَنَا وَلَوْ كُنَّا صَادِقِينَ

Dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang benar.” (Yusuf : 17)

Mereka bukan orang-orang yang jujur, bagaimana mungkin mereka berharap kepercayaan ayah mereka, sementara mereka berbohong. Mereka menggabungkan antara air mata buaya dengan bukti-bukti palsu.

وَجَاءُوا عَلَى قَمِيصِهِ بِدَمٍ كَذِبٍ

Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu.” (Yusuf: 18)

Bagaimana Ya’qub tahu bahwa mereka itu bohong? Sesungguhnya Ya’qub tahu bahwa baju yang kata mereka dipakai Yusuf saat dimakan serigala masih utuh, tidak sobek. Serigala mana yang membuka baju kemudian memakan Yusuf, setelah melepaskan bajunya? Baju yang berlumuran darah itu tidak sobek dan tidak pula rusak. Karena itulah Ya’qub mengarahkan tuduhan kepada mereka karena ia yakin atas kebohongan mereka.

قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا فَصَبْرٌ جَمِيلٌ وَاللَّهُ الْمُسْتَعَانُ عَلَى مَا تَصِفُونَ

Sebenarnya diri kalian sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kalian ceritakan.” (Yusuf: 18)

Mereka bersaudara yang telah didorong oleh kedengkian menuju kedurhakaan, pemalsuan, penipuan, meski diperkuat dengan air mata buaya, meski mereka telah membohongi orang tua mereka dan bersekongkol melawan saudara mereka, mereka itulah yang kemudian pada saat berikutnya menuduhkan sesuatu yang tidak benar,

قَالُوا إِنْ يَسْرِقْ فَقَدْ سَرَقَ أَخٌ لَهُ مِنْ قَبْلُ

Mereka berkata, “Jika ia mencuri, maka sesungguhnya telah pernah mencuri pula saudaranya sebelum ini” (Yusuf: 77).

Kemudian Yusuf berkata kepada mereka,

أَنْتُمْ شَرٌّ مَكَانًا وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا تَصِفُونَ

Kedudukan kalian justru lebih buruk. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian terangkan (Yusuf: 77)

Merekalah Bani Israil, demikian sikap mereka terhadap orang-orang terdekat mereka, terhadap ayah mereka, terhadap saudara mereka, terhadap perjanjian-perjanjian, terhadap kesepakatan-kesepakatan, terhadap Kitab Suci, terhadap Nabi Muhammad -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, sedemikian pula sikap mereka terhadap hukum.

Sesungguhnya Bani Israil menginginkan dunia meski harus mereka peroleh dengan menggadaikan agama mereka. Jika kita perhatikan bersama dalam surat al-Maidah, niscaya kita dapati bahwa Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- telah mencap mereka bahwa mereka sebenarnya ingin kembali kepada Nabi Muhammad -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dengan harapan agar orang-orang yang berzina di antara mereka tidak dikenai hukum rajam, serta mereka mengingatkan orang-orang yang kembali kepada hukum Nabi berhati-hati. Mereka berkata,

إِنْ أُوتِيتُمْ هَذَا فَخُذُوهُ وَإِنْ لَمْ تُؤْتَوْهُ فَاحْذَرُوا

Jika diberikan ini (yang sudah diubah-ubah oleh mereka) kepada kalian maka terimalah, dan jika kalian diberi yang bukan ini maka hati-hatilah.” (al-Maidah: 41)

Jika mereka mengangkat suatu perkara kepada hakim mereka mengharapkan keputusan sendiri. Jika diputus yang sesuai dengan keinginan mereka, ya memang itulah yang mereka inginkan. Namun jika diputuskan sebaliknya, maka mereka menentang hukum dan menentang undang-undang, karena pada dasarnya mereka menghamba kepada hawa nafsu mereka, sebagaimana digambarkan oleh Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-mengenai sikap mereka terhadap para Nabi,

أَفَكُلَّمَا جَاءَكُمْ رَسُولٌ بِمَا لَا تَهْوَى أَنْفُسُكُمُ اسْتَكْبَرْتُمْ فَفَرِيقًا كَذَّبْتُمْ وَفَرِيقًا تَقْتُلُونَ

“Apakah setiap datang kepada kalian seorang rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginan kalian menyombongkan diri, maka beberapa orang (di antara mereka) kalian dustakan dan beberapa orang (yang lain) kalian bunuh?” (al-Baqarah: 87)

Mereka menyembah hawa nafsu selain Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan menolak segala kerasulan para rasul dan kenabian para nabi serta uluhiyahnya Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, karena hawa nafsu. Beginilah mereka bersikap dalam permasalahan hukum, mereka berkata,

إِنْ أُوتِيتُمْ هَذَا فَخُذُوهُ وَإِنْ لَمْ تُؤْتَوْهُ فَاحْذَرُوا

Jika diberikan ini (yang sudah diubah-ubah oleh mereka) kepada kalian maka terimalah, dan jika kalian diberi yang bukan ini maka hati-hatilah.” (al-Maidah: 41)

Isyarat dengan kalimat هَذَا (ini) yang dimaksudkan adalah kebatilan yang mereka inginkan. Dan tidak mungkin Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menghukumi dengan tanpa kebenaran. Karena itulah Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- memberi pilihan kepada rasul-Nya yang mulia untuk menegakkan hukum atas mereka atau berpaling dari mereka.

سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ فَإِنْ جَاءُوكَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ وَإِنْ تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَنْ يَضُرُّوكَ شَيْئًا وَإِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

Mereka itu adalah orang-orang suka mendengar  berita bohong, banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta keputusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka. Jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. (al-Maidah: 42)

Kemudian menyeru kepada Taurat dalam firman-Nya,

وَكَيْفَ يُحَكِّمُونَكَ وَعِنْدَهُمُ التَّوْرَاةُ فِيهَا حُكْمُ اللَّهِ

Dan bagaimana mereka mengangkatmu menjadi hakim mereka, padahal mereka mempunyai Taurat yang di dalamnya (ada) hukum Allah.” (al-Maidah: 43)

Kemudian berfirman setelah itu,

وَمَا أُولَئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ

Sungguh, mereka bukan orang-orang yang beriman.” (al-Maidah: 43)

Mereka itulah Bani Israil. Karena itulah Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mengabarkan kepada kita bahwa Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- akan mengutus kepada mereka sampai hari Kiamat orang-orang-orang yang akan menimpakan kepada mereka azab yang seburuk-buruknya. Dan Mahabenar Allah yang Mahaagung, bahwa Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- telah mempunyai sikap yang pasti terhadap mereka dengan menghapus keberadaan wajah-wajah mereka dari Madinah. Bukan karena mereka itu Yahudi, tapi karena mereka adalah kelompok yang suka melanggar perjanjian. Peperangan al-Ahzab menjadi saksi atas hal itu. Sejarah mencatat tentang perlakuan Hitler terhadap Yahudi. Sejarah juga mencatat perlakuan Nebukadnezar terhadap mereka. Sementara al-Qur’an mencatat tentang kegagalan mereka yang berulang-ulang dalam menguasai dunia. Mahabenar Allah yang Mahaagung.

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكَ لَيَبْعَثَنَّ عَلَيْهِمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَنْ يَسُومُهُمْ سُوءَ الْعَذَابِ

“Dan (ingatlah), ketika Rabbmu memberitahukan, bahwa sesungguhnya Dia akan mengirim kepada mereka (orang-orang Yahudi) sampai hari Kiamat orang-orang yang akan menimpakan kepada mereka azab yang seburuk-buruknya (al-A’raf: 167)

Maka saat kita menghadapi hawa nafsu mereka, kita menghadapinya sementara Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- bersama kita, sunnah bersama kita, kebenaran dan keadilan bersama kita.

Saat kita mendapatkan kembali petunjuk kita, kembali kepada agama kita, kembali kepada tempat-tempat suci kita, maka saat itulah kita menang, berdasarkan firman Allah,

وَإِنْ يُقَاتِلُوكُمْ يُوَلُّوكُمُ الْأَدْبَارَ ثُمَّ لَا يُنْصَرُونَ

Dan jika mereka memerangi kamu, niscaya mereka mundur berbalik ke belakang (kalah). Selanjutnya mereka tidak mendapat pertolongan.” (Ali Imran: 111)

Maka dengan kembali kepada al-Qur’an, kepada sunnah, kepada Islam, kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan kepada pelaksanaan kewajiban-kewajiban agama kita, maka kita bisa menang, sebagaimana umat terdahulu bisa menang dengannya. Sesungguhnya umat yang terakhir ini tidak akan bisa menjadi baik kecuali dengan hal yang karenanya umat-umat terdahulu menjadi baik. Dan sesungguhnya Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- pasti akan menolong orang yang menolong agama-Nya, sesungguhnya Allah Mahakuat dan Mahaperkasa.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

(Redaksi)

Sumber:

Al-Yahud Fi al-Qur’an al-Karim, hal. 118-125