Ketahuilah, semoga Allah membimbingku dan kalian, bahwa wajib atas setiap Muslim belajar akidah Islam, agar mengetahui arti dan landasannya, kemudian mengetahui apa yang menjadi lawan dan pembatalnya, serta apa yang menjadikannya berkurang, yaitu syirik besar dan kecil. Allah Ta’ala berfirman,

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ

“Maka berilmulah, bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu.” (QS. Muhammad: 19).

Imam al-Bukhari rahimahullah berkata, “Bab al-ilmu qabla al-qauli wal fi’li (Bab berilmu sebelum berucap dan berbuat).”  Dan beliau berdalil dengan ayat ini.

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Ibnul Munayyir berkata, ‘Maksudnya adalah bahwa ilmu merupakan syarat keshahihan perkataan dan perbuatan, keduanya tidak dianggap (shahih) kecuali dengan ilmu, ilmu mendahului keduanya, karena ilmu adalah yang menshahihkan niat yang mana niat itu sendiri menshahihkan amal.’”

Dari sini, perhatian para ulama tertuju kepada akidah dan hukum-hukumnya, mempelajarinya dan mengajarkannya. Mereka memandangnya sebagai ilmu dasar (prioritas) yang wajib dikuasai sebelum ilmu lainnya. Mereka menyusun buku-buku khusus yang merinci hukum-hukumnya dan apa yang wajib di dalamnya serta menjelaskan apa yang merusaknya atau menguranginya, baik berupa kesyirikan, khurafat, dan bid’ah.

Inilah makna La Ilaha Illallah, karena ia bukan sekedar kalimat yang diucapkan oleh lidah, sebaliknya ia memiliki petunjuk, makna dan tuntutan; semuanya wajib diketahui, diamalkan lahir dan batin. Ia juga memiliki pembatal-pembatal dan pengurang-pengurangnya, yang semua itu tidak menjadi jelas kecuali dengan belajar. Karena itu, ilmu akidah wajib mendapatkan skala prioritas dalam kurikulum sekolah di semua tingkatan, diberikan jam pelajaran yang memadai, dipilihkan untuknya para guru yang kapabel, dijadikan sebagai bahan pertimbangan utama untuk menentukan naik kelas (dan kelulusan), serta ketinggalan kelas (dan ketidaklulusan) para siswa. Hal ini berbeda dengan realita kurikulum sekolah pada zaman ini, secara umum mata pelajaran akidah tidak mendapatkan perhatian yang memadai. Hal ini dikhawatirkan mengakibatkan munculnya generasi yang tidak mengerti akidah yang shahih, dan selanjutnya terseret ke dalam kesyirikan, bid’ah dan khurafat dan memandangnya sebagai akidah yang lurus, karena dia melihat masyarakat melakukannya dan tidak mengetahui bahwa ia adalah batil.

Dari sini Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata,

يُوْشِكُ أَنْ تَنْقُضَ عُرَى الْإِسْلَامِ عُرْوَةً عُرْوَةً إِذَا نَشَأَ فِي الْإِسْلَامِ مَنْ لَا يَعْرِفُ الْجَاهِلِيَّةَ‏

“Tali simpul Islam bisa terurai satu demi satu bila tumbuh dalam Islam orang-orang yang tidak mengenal jahiliyah.”

Di samping itu, wajib memilih buku-buku yang shahih dan lurus yang ditulis di atas manhaj as-Salaf ash-Shalih Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang sejalan dengan ajaran al-Qur`an dan as-Sunnah, lalu buku-buku tersebut ditetapkan sebagai kurikulum para siswa dan mahasiswa. Sementara buku-buku yang menyimpang dari manhaj salaf, seperti buku-buku Asy’ariyah, Mu’tazilah, Jahmiyah dan aliran-aliran sesat lainnya yang menyelisihi manhaj salaf harus dijauhkan.

Di samping pendidikan formal akademis, patut digalakkan kajian-kajian di masjid untuk mengkaji akidah salaf sebagai sesuatu yang paling utama, melalui kajian terhadap matan-matan dan syarah-syarah, agar para pencari ilmu dan hadirin bisa menimba manfaat darinya, didukung dengan ringkasan-ringkasan yang mudah dicerna oleh orang-orang awam.

Dengan semua upaya di atas, diharapkan akidah Islam bisa menyebar, di samping melalui program-program radio dan televisi yang bersifat rutin, yang mengangkat tema-tema akidah Islam.

Kemudian, perhatian terhadap akidah ini harus pula dimiliki oleh seorang Muslim sebagai pribadi. Seorang Muslim patut membaca buku-buku akidah, mengenali buku-buku yang bermanhaj as-Salaf ash-Shalih dan buku-buku yang menyimpang darinya, agar seorang Muslim menjadi seseorang yang memiliki bashirah dalam urusan agamanya, khususnya akidah, sehingga dia bisa menepis syubhat-syubhat yang diarahkan kepada akidah Ahlus Sunnah.

Wahai Muslim! Bila Anda mencermati al-Qur’an yang mulia, Anda akan mendapati banyak ayat dan surat yang memberikan perhatian kepada akidah dalam porsi besar, bahkan surat-surat Makkiyah hampir seluruhnya hanya menjelaskan akidah Islam dan menjawab syubhat-syubhat yang disusupkan kepadanya.

Ambillah sebagai contoh, Surat al-Fatihah; Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Ketahuilah, bahwa surat ini mengandung pokok-pokok tujuan hidup yang tinggi dengan sangat sempurna. Surat ini mengenalkan Allah yang berhak disembah melalui tiga Asma’ul Husna, di mana seluruh Asma’ul Husna dan sifat-sifat Allah yang Mahatinggi merujuk dan berporos kepadanya, yaitu “Allah”, “ar-Rabb” dan “ar-Rahman”.

Surat ini berpijak kepada Uluhiyah, Rububiyah, dan rahmat. Makaإِيَّاكَ نَعْبُدُ berpijak kepada Uluhiyah, وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ berpijak kepada Rububiyah. Sementara permohonan terhadap hidayah di atas jalan lurus berhubungan dengan sifat rahmat. Dan pujian mengandung ketiga perkara ini. Allah adalah yang dipuji dalam Uluhiyah, Rububiyah dan rahmatNya. Sanjungan dan kemuliaan adalah kesempurnaan kekuasaanNya.

Surat ini juga mengandung penetapan Hari Kebangkitan, balasan para hamba sesuai dengan amal perbuatan mereka, baik dan buruk, dan bahwa Allah pemegang hak tunggal dalam memutuskan urusan para makhluk di hari itu, serta bahwa keputusanNya adalah keputusan yang adil. Semua itu termasuk ke dalam Firman Allah مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ.

Dan Surat al-Fatihah ini juga mengandung penetapan terhadap kenabian dari banyak sisi….”

Kemudian Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskannya dalam ulasan yang panjang dan berfaidah.

Sampai Imam Ibnul Qayyim rahimahullah kemudian berkata, “Al-Qur’an seluruhnya adalah tentang tauhid, hak-haknya dan balasan-balasannya, juga tentang syirik, ahli syirik dan balasannya. ‏ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَadalah tauhid. الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ adalah Tauhid. اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ . صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ adalah tauhid yang mengandung permohonan hidayah ke jalan ahli tauhid yang Allah beri nikmat, dan غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ  tentang orang-orang yang menyimpang dari tauhid.”

Beliau juga berkata, “Mayoritas surat-surat al-Qur’an mengandung kedua bentuk tauhid ini, bahkan mengatakan secara total bahwa seluruh ayat dalam al-Qur’an mengandung tauhid, mengukuhkannya dan menyeru kepadanya. Hal itu, karena kandungan al-Qur’an bisa berupa kabar tentang Allah, nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatanNya, dan ini adalah Tauhid Ilmi Khabari. Bisa berupa seruan untuk ibadah kepada Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya, mencampakkan apa yang disembah selain Allah, dan ini adalah Tauhid Iradi Thalabi. Bisa juga berupa perintah, larangan dan kewajiban menaati Allah, dan ini termasuk hak tauhid dan konsekuensinya. Bisa berupa kabar tentang pemuliaan Allah kepada orang yang bertauhid, apa yang Allah lakukan untuk mereka di dunia, apa yang Allah sediakan bagi mereka di akhirat, dan ini adalah pahala dari tauhid. Bisa pula berupa kabar tentang penganut kesyirikan, apa yang Allah lakukan terhadap mereka di dunia, yaitu hukuman dan apa yang Allah siapkan bagi mereka di akhirat, yaitu azab, dan ini adalah balasan bagi siapa yang menyimpang dari tauhid.”

Perhatian al-Qur’an terhadap akidah sangatlah besar, sayangnya banyak kaum Muslimin yang membacanya tidak memahami akidah secara benar, sehingga mereka memiliki akidah yang keliru dan salah kaprah, karena mereka hanya mengandalkan apa yang diperbuat oleh leluhur mereka, tidak membaca al-Qur’an dengan tadabbur. Maka la haula wa quwwata illa billah.

 

Referensi:

Panduan Lengkap Membenahi Akidah Berdasarkan Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan, Darul Haq, Jakarta, Cetakan IV, Shafar 1441 H/ Oktober 2019 M.