8. Hari kelahiran: Di sini, saya akan menyampaikan kepada Anda perihal hukum maulid (hari kelahiran). Yaitu, bahwa merayakan maulid (perayaan hari kelahiran), mengkhususkannya dengan dzikir, do`a, anasyid (nyanyian), rebana, shalat atau ibadah lainnya, atau berbagai ritual (syi’ar) yang dijadikan simbol bagi hari ini, baik itu maulid seorang Nabi, seorang wali, orang yang mengaku wali seperti ar-Rifa’i, al-Badawi, al-Bayumi, ad-Dasuqi dan selain mereka yang ada di sebagian besar dunia Islam, maupun seorang pembesar dari kalangan wali atau ulama, atau apa yang oleh sebagian orang dijadikan untuk merayakan hari ulang tahunnya dengan memadamkan tiga puluh buah lilin (yang berarti peringatan ke tiga puluh tahun wafatnya) dan begitulah setiap tahun dilakukan. Semua ini adalah bid’ah yang sesat dan kemungkaran yang wajib diingkari, ini tidak pernah dilakukan oleh umat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebelum kaum Ubaidiyyin (sekte kebatinan Mesir. ed) merayakan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada tahun 362 H sewaktu mereka berkuasa di Mesir. Lalu, berlanjut terus bid’ah mereka tersebut sampai-sampai mereka membuat perayaan untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ini berlangsung hingga mereka melakukannya pada setiap hari sepanjang tahun. Setelah itu, bid’ah ini merambat kepada sebagian kelompok Ahlussunnah, dan karenanya, terjadilah perang mulut dan berbagai fitnah yang ditujukkan kepada orang yang mengingkari bid’ah ini dan menganggap orang yang mengingkarinya membenci Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, padahal tidak demikian.

Saya telah menulis kajian khusus pembahasan tentang berbagai perayaan beserta bid’ah-bid’ah yang terjadi di dalamnya dalam sebuah buku tersendiri yang berjudul:“‘îd al-Yaubîl Bid’atun fî al-Islâm.” Wallahu a’lam.

9. Do`a bulan Rajab: Tidak satu pun dari dzikir atau do`a bulan Rajab yang mempunyai dasar yang kuat di dalam syariat Islam. Do`a yang biasa diucapkan oleh banyak orang yang mereka namakan dengan ‘Do`a Rajab’ adalah hal baru (bid`ah) yang tidak punya dasar hukum.

Pada bulan ini, tepatnya pada malam kedua puluh tujuh dila-kukan pembacaan dzikir dan do`a rajabiyah dalam rangka peringatan Isra’ dan Mi’raj. Untuk diketahui, bahwasanya menentukan Isra dan Mi’raj pada tanggal ini adalah pendapat yang paling lemah.

Pada bulan ini, tepatnya pada malam kedua puluh tujuh, juga dilakukan pembacaan kisah Isra dan Mi’raj.

Dan pada bulan ini, juga dilakukan beberapa shalat yang hu-kumnya bid’ah; di antaranya: shalat al-Alfiyyah pada awal Rajab, shalat dua belas pada malam Jum’at pertama dari bulan ini, shalat Ummu Daud, shalat ar-Raghaaib, dan shalat malam kedua puluh tujuh. Begitu pula berbagai bid’ah dan hal-hal baru yang terdiri dari do`a, dzikir, shalat, puasa, dan ziarah ke kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan kuburan secara umum.

10. Do`a malam Nisfu Sya’ban (pertengahan bulan Sya’ban): Tidak ada satu pun dalil yang benar tentang keutamaan malam pertengahan bulan Sya’ban. Banyak sekali bid’ah yang telah dilakukan oleh orang-orang di dalamnya, di antaranya adalah mengkhususkan malam ini dengan do`a yang diberi nama “do`a malam pertengahan bulan Sya’ban”, ini adalah bid’ah yang tidak punya dasar dalil. Juga bid’ah mereka pada malam ini dengan melakukan shalat al-Alfiyyah, shalat al-Barâ’ah,bersedakah kepada arwah orang-orang mati, menyalakan api dan lilin, berziarah ke kuburan pada malam ini, melakukan shalat malam (qiyamullail) di dalamnya, berpuasa pada siangnya, dan lain sebagainya dari hal-hal yang merupakan perbuatan tercela dalam sejarah kaum muslimin.

11. Malam ied (Fitrhi dan Adha): Di antara bid’ah-bid’ah di dalamnya, adalah mengkhususkan untuk meramaikan malam ied (fitri dan adha) dengan dzikir, do`a, dan shalat.

12. Hari kedelapan dari bulan Syawwal: Di antara bid’ah yang dilakukan banyak orang pada hari ini, adalah menjadikan hari kedelapan bulan syawwal ini sebagai hari raya setelah puasa enam hari, dan di dalamnya mereka membaca berbagai macam do`a dan dzikir. Kedua hal ini, yaitu menjadikan hari kedelapan bulan syawwal sebagai hari raya, dan mengkhususkan hari tersebut dengan suatu ibadah yang terdiri dari dzikir dan yang lainnya adalah perbuatan bid’ah.

13. Hari Arafah: Berarafah (ta’rîf) di beberapa negara di dalam masjid dan di berbagai tempat lainnya dengan melakukan dzi-kir dan membaca al-Qur’an. Sebagian mereka ada yang sengaja pergi ke Kubah Shakhrah di Baitul Maqdis untuk ber-ta’rîf di sandingnya, dan sebagian mereka ada yang sengaja pergi ke kuburan yang mereka agungkan pada hari Arafah untuk ber-ta’rîf di sandingnya.

Ketahuilah, bahwa bepergian ke suatu tempat untuk tujuan ta’rîf adalah bid’ah. Adapun ber-ta’rîf di beberapa tempat pada malam Arafah, maka para penduduk negara tersebut mengikuti orang yang haji dalam dua hal: dalam dzikir dan dalam menyembelih hewan qurban (nahar). Oleh karena itu, al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullahberkata: “Para ulama telah berselisih pendapat tentang hukum ta’rîf di beberapa tempat pada malam Arafah. Imam Ahmad bin hambal rahimahullah tidak melakukannya, dan mengingkari orang yang melakukannya, karena hal itu telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dan para sahabat lainnya. Sedangkan melakukan dzikir pada hari-hari tertentu, yaitu hari-hari 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah (tasyrîq) adalah dianjurkan bagi semua kaum muslimin untuk melakukannya, juga pada sepuluh hari pertama dianjurkan banyak berdzikir kepada Allah.”

14. Hari Kamis: Saya tidak mengetahui satu dzikir atau do`a pun yang dikhususkan pada hari ini. Namun, telah terjadi bid’ah di dalamnya, seperti meniru dan mencontoh orang-orang Nasrani pada hari raya mereka yang dilakukan oleh sebagian orang-orang bodoh dari kaum muslimin, yaitu ‘khamîs al-amwât’ (hari Kamis bagi orang-orang mati), berkumpul pada hari ini di dalam masjid untuk membaca al-Qur’an, dan melakukan do`a dan dzikir khusus di dalam shalat yang khusus pula.

15. Hari Jum’at: Pada hari ini terdapat beberapa bacaan do`a dan dzikir bid`ah di dalam shalat, di antaranya do`a pada hari Jum’at setelah shalat Sub

[Sumber: Dinukil dari kitab Tashhîh ad-Du’â`, karya Syaikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid, edisi bahasa Indonesia: Koreksi Doa dan Zikir, pent. Darul Haq Jakarta]