Urusan rumah tak pernah ada habisnya, walaupun kata orang itu itu saja, memasak, mencuci, dan saudara-saudaranya, namun ia akan terus berputar selama keluarga ada, menggelinding selagi kehidupan ada, capeknya jelas dan sialnya tak ada uangnya, berat dan pegal tetapi gratis, lha iya gratis, masak minta upah, kan istri bukan khadimah, bukan pembantu, jadi ya harus tanpa upah, sebenarnya ada ding, ada upahnya, cuma dalam bentuk lain yang tak ternilai dengan uang, apa itu? Cinta, cinta suami kepada istri dan sebaliknya, itulah upahnya.

Membantu istri dengan mengambil alih sebagian dari tugas-tugasnya menimbulkan perasaan dalam dirinya bahwa suaminya menyintainya, hati istri akan berkata, “Oh ternyata suami saya tidak menginginkan saya dalam kesulitan, dia ingin meringankan beban saya dan itu sebagai realisasi cintanya kepada saya.”

Karena istri merasa diperhatikan dengan bantuan Anda kepadanya, tentunya dia akan membalasnya dengan cinta pula. Biasanya yang membuat suami emoh membantu adalah perasaan gengsi, dia menganggap tidak level mengerjakan pekerjaan tersebut, turun harga dan martabatnya, menganggap bahwa tugasnya adalah mencari uang saja, tidak lebih, ini umumnya terjadi pada suami, yang ada di benak suami, “Masak aku sebagai ini, sebagai itu harus turun keprabon atau harus nyuci piring kotor atau harus nyeboki anak dan sebagainya.”

Pikiran seperti ini kurang tepat, memang tanpa Anda turun ke belakang mengerjakan sebagian tugas istri tidak akan membuat hubungan Anda dengannya menjadi buruk, akan tetapi jika Anda bersedia membantunya niscaya ada yang lain dalam arti positif antara Anda dengan dia, ya minimal jika istri anda sakit misalnya Anda tidak perlu kalang kabut dengan urusan belakang Anda karena sebagian darinya telah biasa Anda kerjakan dan belum tentu anda mampu membayar pembantu.

Buang sajalah rasa gengsi itu, bukankah pemimpin adalah abdi rakyatnya? Orang-orang Arab berkata,

“ سَيِّدُ القَوْمِ خَادِمُهُمْ ”

(Pemuka suatu kaum adalah pelayan mereka).

Simaklah keteladanan baginda Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam. Dari al-Aswad bin Yazid berkata, Aisyah ditanya, “Apa yang dilakukan oleh Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam di rumah?” Aisyah menjawab, “Melayani keluarganya. Jika tiba waktu shalat beliau pergi shalat.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari.

Beliau juga bersabda,

أَكْمَلُ المُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا ، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ .

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi istrinya.” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dia berkata, “Hadits hasan shahih.”

Satu perkara yang jelas, sebagai ayah dan suami, Anda bukan bandingan Rasulullah. Wallahu a’lam.