maaf aku salahKesalahan sangat mungkin terjadi pada siapa pun, tidak ada yang terjaga darinya, “Setiap anak Adam sering berbuat salah.” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan Ibnu Majah dihasankan oleh al-Albani. Kesalahan ini yang acapkali melahirkan perselisihan di antara pasangan suami istri.

Tidak berbuat salah sama sekali adalah mustahil, bukan di sana problemnya, karena sesuatu yang pasti terjadi tidak bisa dihindari, perkaranya adalah sikap kedua belah pihak sesudah kesalahan itu terjadi. Biasanya masalahnya akan berlarut-larut manakala satu dari dua sikap ini terjadi: Pertama, pihak yang bersalah tidak mau mengakui kesalahannya. Kedua, pihak yang benar tidak mau memaafkan pihak yang bersalah.

Sebagian orang yang bersalah, wa bil khusus, suami merasa bahwa bila dia mengaku kesalahannya, maka hal itu akan menjatuhkan martabatnya di hadapan istrinya dan selanjutnya istrinya akan berani menentangnya dan tidak mau lagi mematuhinya, perasaan yang sama sekali tidak beralasan dan tidak realistis, karena yang terjadi adalah sebaliknya, justru hal itu akan membuat istri menghargai suami, hal yang sama untuk istri.

Cobalah bayangkan, seseorang melakukan kesalahan terhadap kalian berdua, lalu dia menemui kalian dan mengakuinya dengan tulus, meminta maaf, dia berkata, “Mohon maafkan aku, aku memang salah.” Kira-kira keadaannya sebelumnya di mata kalian berdua lebih baik atau keadaan sesudahnya? Dijamin yang kedua. Bila demikian lalu mengapa masih berat mengakui salah dan meminta maaf?

Mereka berkata, “Kesalahan yang tidak diakui adalah kesalahan kedua.” Maksudnya bila kamu salah maka itu adalah salah, bila kamu tidak mengakuinya, maka ini adalah kesalahan kedua.

Sebagian pasangan suami istri merasa berat memaafkan pasangannya yang berbuat salah, bahasa tubuhnya berkata, “Tidak ada maaf bagimu.” Menampik permintaan maaf adalah dorongan amarah dan balas dendam, ada kepuasan di sana, ada perasaan menang, ada perasaan lebih tinggi, tetapi tahukah Anda bahwa semua itu tidak seberapa dan tidak sebanding dengan kebahagiaan dan kenikmatan yang Anda dapatkan bila Anda memaafkan. Mereka berkata, “Bila kamu ingin bahagia sesaat maka silakan balas dendam, tetapi bila kamu ingin bahagia seterusnya maka maafkanlah.”

Sisi lain bila Anda tidak memaafkan, beban berat amarah masih bersemayam dalam dada, tekanan keinginan membalas masih menyala, beban dan tekanan ini merupakan problem tersendiri bagi Anda. Dikira selalu marah dan otomatis tidak memaafkan itu enak apa? Justru tidak enak. Sumpek, tidak ada manfaatnya. Lalu untuk apa Anda masih berlama-lama memikulnya?

Tidak ada mawar yang tak berduri, sepandai-pandai tupai melompat suatu saat akan jatuh juga, kuda terbaik kadang jatuh tersandung dan pedang yang tajam kadang tidak memotong. Tidak ada yang sempurna, karena itu,

وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا [النور : 22]

Hendaknya mereka saling memaafkan dan berlapang dada.” An-Nur: 22.

وَأَنْ تَعْفُوا أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى [البقرة : 237]

Dan maafmu itu lebih dekat kepada takwa.” Al-Baqarah: 237. Wallahu a’lam.