(Serial Nama-nama Allah Azza wa Jalla, bag.28)

Adapun nama al-Karim disebutkan pada tiga tempat (di dalam al-Qur’an).

Pertama, Allah ta’ala berfirman,

وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ

“Barang siapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri. Dan barang siapa ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya, Maha Mulia.” (Qs. an-Naml : 40)

Kedua, Firman-Nya,

يَٰأَيُّهَا ٱلْإِنسَٰنُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ ٱلْكَرِيمِ

“Wahai manusia ! Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Mulia.” (Qs. al-Infithar : 6)

Ketiga, Firman-Nya,

فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ  لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ

“Maka Maha Tinggi Allah, Raja yang sebenarnya; tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Tuhan (yang memiliki) ‘Arsy yang mulia.” (Qs. al-Mukminun : 116) , menurut qira’ah ulama yang membacanya dengan dhammah pada kata al-Karim ((الْكَرِيمُ (رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيْمُ) sehingga menjadi sifat bagi kata (Rabb). Sedangkan nama al-Akram hanya disebutkan pada satu tempat saja (di dalam al-Qur’an). Yaitu firman Allah Azza wa Jalla,

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3

“Bacalah dengan (menyembut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu-lah Yang Maha Mulia.” (Qs. al-‘Alaq : 1-3)

Arti al-Karim

Arti al-Karim adalah Yang Maha melimpah kebaikan-Nya lagi Maha Agung manfaat-Nya. Dia dari segala sesuatu adalah yang paling baik dan paling utama.

Allah ta’ala menyifati diri-Nya dengan sifat mulia sebagaimana yang ada pada beberapa ayat di atas.

Allah ta’ala juga menyifati firman-Nya degan sifat mulia, sebagaimana dalam firman-Nya,

إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ

“Dan (ini) sesungguhnya al-Qur’an yang sangat mulia.” (Qs. al-Waqi’ah:77)

Yakni, banyak kebaikannya lagi melimpah ilmunya. Karena, setiap kebaikan dan ilmu hanya diambil dari al-Qur’an.

Allah ta’ala juga menyifati Arsy-Nya dengan hal serupa. Dia Azza wa Jalla berfirman,

فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ  لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ

“Maka Maha Tinggi Allah, Raja yang sebenarnya; tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Tuhan (yang memiliki) ‘Arsy yang mulia.” (Qs. al-Mukminun : 116) , menurut ulama yang membacanya dengan kasrah (pada kata al-Karim ((الْكَرِيم (رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيْمِ) yang berkedudukan sebagai sifat bagi Arsy (الْعَرْشِ). Dan artinya, ‘bagus pemandangannya lagi indah bentuknya.’

Allah ta’ala pun menyifati pahala-Nya yang agung dan kenikmatan-Nya yang abadi yang disiapkan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dengan sifat tersebut pula. Allah ta’ala berfirman,

أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا ۚ لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

“Mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka akan memperoleh derajat (tinggi) di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.” (Qs. al-Anfal : 4)

Firman-Nya,

إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمً

“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu dan akan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia.” (Qs. an-Nisa : 31)

Tempat yang mulia adalah tempat yang baik, bagus, selamat dari kerusakan, dan penyakit dan dari segala kegelisahan dan kesedihan serta dari segala hal yang membuat kotor dan keruh.

Dia Azza wa Jalla menyifati tanaman-tanaman dan hal-hal lain yang banyak kebaikannya dan indah dipadangnya juga dengan kemuliaan. Allah ta’ala berfirman,

أَوَلَمْ يَرَوْا إِلَى الْأَرْضِ كَمْ أَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍ كَرِيمٍ

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang karim (baik) ?” (Qs. asy-Syu’ara : 7)

Makna al-Karim Menurut Para Ulama

Lafazh al-Karim adalah lafazh yang mencakup segala kebaikan dan pujian, tidak hanya berarti “memberi” semata. Namun, memberi dari kesempurnaan maknanya. Oleh karena itu, telah datang perkataan yang banyak dari para ulama seputar makna kata ini. Ada yang berkata, “Yakni, ‘yang banyak kebaikan dan pemberian-Nya.’ Ada juga yang menyatakan, “Yang selalu memberikan kebaikan.” Selain itu, dikatakan, “Yang memiliki kadar yang agung dan kedudukan yang besar.’ Ada juga yang berkata, “Yang Maha Suci dari segala kekurangan dan penyakit.’ Juga dikatakan, “Yang Maha memuliakan”, ‘Maha memberi kenikmatan dan karunia.’ Selain itu, dikatakan, ‘Yang Maha memberi tanpa pamrih.’ Juga dikatakan, “Yang Maha memberi tanpa sebab.” Juga dikatakan, “Yang Maha memberi orang yang membutuhkan dan yang tidak membutuhkan.’ Dan dikatakan, ‘Yang apabila berjanji pasti menepati.’ Dan dikatakan, ‘Yang diangkat kepadanya setiap keperluan, baik yang kecil maupun yang besar.’ Dikatakan juga, ‘Yang tidak menyia-nyiakan orang yang berlindung kepada-Nya.’ Dan, dikatakan juga tentang maknanya, ‘Yang Maha memaafkan segala dosa dan mengampuni kesalahan-kesalahan.’ Dan lain-lain dari makna-makna yang telah disebutkan seputar nama yang agung ini. Semua makna di atas adalah benar.  Sebab nama tersebut merupakan Asma-ul Husna yang menunjukkan banyak makna, tidak hanya makna tunggal.

Apabila Anda telah mengambil pelajaran dari seluruh apa yang disebutkan dari makna nama ini, niscaya Anda mengetahui bahwa yang wajib bagi Allah ta’ala dari semua itu adalah bahwa keagungan makna-makna dan kemuliaan sifat-sifat-Nya tidak dapat dihitung.

Apabila kita katakan, ‘al-Karim adalah ‘Yang banyak kebaikan dan pemberian-Nya.’ Oleh karena itu,  siapa yang paling banyak kebaikannya daripada Allah ta’ala karena meratanya kekuasaan-Nya serta luasnya pemberian-Nya, bahkan kebaikan seluruhnya ada pada kedua tangan-Nya.

Apabila kita katakan, ‘Sesungguhnya Dia Yang selalu memberikan kebaikan. Oleh karena itu, pada hakikatnya adalah milik Allah ta’ala semata. Karena segala sesuatu akan terputus, kecuali Allah ta’ala beserta kebaikan-Nya. Jadi, sesungguhnya kebaikan-Nya akan terus ada dan bersambung di dunia dan akhirat.

Kemudian apabila kita katakan, ‘Sesungguhnya al-Karim adalah Yang memiliki kadar yang agung dan kedudukan yang besar. Maka Allah ta’ala tidak dapat dikira-kira kadar-Nya, dan seluruh hamba tidak akan dapat mengetahui hakikat dan kesempurnaan sifat-sifat-Nya.

Apabila dikatakan, ‘Sesungguhnya al-Karim adalah Yang suci dari segala kekurangan dan penyakit. Maka Allah ta’ala semata pada hakikatnya adalah al-Quddus (Maha Suci) lagi as-Salam (Maha Selamat), yang mana kekurangan tidak dapat masuk pada sifat-sifat-Nya sedikit pun, Yang Maha Suci dari segala kekurangan dan aib.

Apabila kita katakan, ‘Sesungguhnya al-Karim maknanya adalah Yang Maha Memuliakan, memberi nikmat dan karunia, maka adakah yang dapat memuliakan, memberi nikmat dan karunia selain Allah ta’ala semata. Yang di tangan-Nya kunci-kunci langit-langit dan bumi dan perbendaharaan segala sesuatu. Karunia semuanya ada di tangan-Nya, Dia memberikannya kepada yang Dia kehendaki. Allah ta’ala adalah Maha memiliki karunia yang agung. Barang siapa yang tidak dimuliakan oleh Allah ta’ala, maka siapa yang dapat memuliakannya. Firman-Nya,

وَمَنْ يُّهِنِ اللّٰهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُّكْرِمٍۗ اِنَّ اللّٰهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاۤءُ

“Dan barang siapa yang dihinakan Allah maka tidak seorang pun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” (Qs. al-Hajj : 18)

Dan apabila kita katakan, ‘Maknanya adalah Yang memberi tanpa pamrih, maka tidak ada yang demikian, kecuali Allah ta’ala semata. Makhluk semuanya adalah milik-Nya. Kerajaan juga hanya milik-Nya. Pemberian juga hanya dari-Nya. Hamba-hamba tidak bisa mencapai derajat tertentu hingga dapat memberi-Nya manfaat sedikit pun. Dia Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

Apabila kita katakan, ‘Maknanya adalah Yang memberi tanpa sebab, maka Allah ta’ala semata Yang Maha memberi karunia tanpa ada permintaan. Dia yang mulai memberi kenikmatan kepada makhluk dan melapangkan pemberian tersebut bagi mereka sebagai bentuk karunia dan kemuliaan.

Apabila kita katakan, ‘Maknanya adalah Yang Maha memberi orang yang membutuhkan dan yang tidak membutuhkan, maka Allah ta’ala semata yang memberi kepada orang yang membutuhkan kebutuhannya dan menambahnya lagi sebagai bentuk kenikmatan dan karunia.

Apabila kita katakan, ‘Maknanya adalah Yang apabila berjanji pasti menepati. Sesungguhnya setiap yang berjanji mungkin ada yang menepati dan mungkin tidak menepati lantaran ada uzur. Ada sesuatu perkara yang menghalanginya untuk menepati janjinya. Sedangkan Allah al-Bari (Maha Pencipta) selalu jujur dalam berjanji karena keumuman kekuasaan-Nya dan keagungan kerajaan-Nya. Tidak ada yang dapat mencegah siapa yang Allah ta’ala beri dan tidak ada yang dapat memberi siapa yang Dia cegah.

Apabila kita katakan,  ‘Maknanya adalah Yang diangkat kepada-Nya setiap kebutuhan yang kecil maupun yang besar, maka Dia adalah semata. Firman-Nya,

يَسْأَلُهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ

“Semua yang ada di langit di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.” (Qs. ar-Rahman : 29)

Apabila kita katakan, ‘Maknanya adalah Yang tidak menyia-nyiakan orang yang memohon perlindungan kepada-Nya. Dia adalah Allah ta’ala yang telah berfirman tentang diri-Nya,

إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلًا

“Kami benar-benar tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang mengerjakan perbuatan yang baik itu.” (Qs. al-Kahfi : 30)

Allah ta’ala juga telah berfirman,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

“Dan Rabbmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu.” (Qs. Ghafir : 60)

Apabila kita katakan, ‘Maknanya adalah Yang memaafkan segala dosa dan mengampuni kesalahan-kesalahan, maka Dia adalah Allah ta’ala semata.

Di antara Kemuliaan-Nya

Termasuk kemuliaan-Nya, Dia tidak merasa terbebani untuk mengampuni suatu dosa. Di antara kemuliaan-Nya, Dia Maha Dermawan dan menerima taubat hamba yang bertaubat. Termasuk kemuliaan-Nya, Dia menerima taubat itu meskipun seagung apa pun dosa dan sebesar apa pun maksiatnya. Di antara kemuliaan-Nya, Dia mengganti kejelekan orang-orang yang bertaubat menjadi kebaikan. Di antara kemuliaan-Nya adalah bahwasanya Dia gembira dengan taubatnya orang-orang yang bertaubat dan kembalinya orang-orang yang kembali kepada-Nya. Diantara kemuliaan-Nya, bahwasanya Dia malu dari hamba-Nya apabila ia menengadahkan kedua tangannya kepada-Nya seraya memohon dan merendahkan diri lalu Dia menolaknya dalam keadaan kosong. (Lihat, Asna Fii Syarh Asma’ Allah al-Husna, al-Qurtubiy, juz, hal. 33-39)

Sebab Mendapatkan Kemuliaan-Nya

Sebab teragung untuk mendapatkan kemuliaan Yang Maha Mulia  adalah dengan bertakwa kepada-Nya ketika sendiri dan dalam keadaan ramai. Oleh karena itu, orang yang paling mulia di sisi-Nya adalah yang paling bertakwa di antara hamba-hamba-Nya. Sebagaimana firman Allah ta’ala,

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

“Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.” (Qs. al-Hujurat : 13)

Semoga Allah ta’ala menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang bertakwa dan para wali-Nya yang mulia. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Memperkenankan permohonan.

Wallahu A’lam (Redaksi)

Sumber :

Fikih Asma’ul Husna, Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr