Setiap insan hendaknya menghiasi dirinya dengan akhlak mulia yang diajarkan oleh Islam berupa “ash-Shabru” (sabar). Yaitu, menahan diri dari melakukan perkara yang dilarang Allah, dan menyapihnya untuk melakukan ketaatan kepada-Nya, serta menahan diri dari marah dan keluh kesah terhadap takdir-Nya yang terasa tidak mengenakkan. Hendaknya pula terus berupaya untuk mengasah kesabarannya. Ini sangat penting karena sangat dibutuhkan oleh setiap insan. Tak seorang pun yang tidak membutuhkannya dalam kehidupannya di dunia ini.

Ibnu Qayyim berkata, “manusia tidak dapat lepas dari kebutuhan terhadap kesabaran dalam setiap kondisinya, karena ia selalu berada di antara perintah yang wajib dilakukannya, larangan yang wajib dijauhi dan ditinggalkannya, serta takdir yang telah ditetapkan Allah atasnya pada saat yang sama, dan di antara nikmat yang wajib disyukurinya. Bila mana kondisi-kondisi ini tidak dapat lepas darinya, maka kesabaran selalu saja dibutuhkannya hingga ajal menjemputnya. Setiap yang dijumpai seorang hamba dalam kehidupan dunia ini tak lepas dari dua hal ; pertama, selaras dengan hawa nafsu dan keinginannya, kedua, tidak selaras dengan hawa nafsu dan keinginannya. Ia membutuhkan kesabaran dalam setiap kedua keadaan tersebut (‘Uddatu ash-Shabirin Wa Dzakhiratu asy-Syakirin, hal. 101)

Kiat Mengasah Kesabaran
Nah, untuk mengasah beragam kesabaran ini, berikut beberapa kiatnya ;
a. Kesabaran dari Melakukan KemaksiatanDi antara perkara yang dapat membantu seseorang dalam upaya mengasah kesabarannya dari melakukan kemaksiatan adalah

1. Mengetahui dan meyakini akan jelek, buruk dan hinanya kemaksiatan. Dan, yakin bahwa tidaklah Allah mengharamkannya dan melarangnya dari melakukan kemaksiatan melainkan untuk menjaga dan memelihara diri seseorang terjatuh ke dalam kehinaan dan keburukan, seperti halnya seorang orang tua yang melarang anaknya yang sedemikian disayanginnya dari perkara yang akan membahayakannya.

2. Merasa malu terhadap Allah. Karena, sesungguhnya ketika seorang hamba tahu bahwa Allah melihatnya dalam setiap keadaannya, bahwa Dia mendengar setiap apa yang diucapkannya, hal ini akan menjadikannya malu terhadap rabbnya untuk melakukan perkara yang akan menjadikan-Nya murka berupa tindakan meninggalkan ketaatan atau melakukan kemaksiatan terhadap-Nya.

3. Memperhatikan serta menjaga kenikmatan-Nya dan kebaikan yang telah diberikan-Nya, sesungguhnya dosa-dosa dan kemaksiatan itu merupakan sebab yang akan menghilangkan kenikmatan. Tidaklah seorang hamba melakukan kemaksiatan melainkan akan hilang darinya kenikmatan yang Allah berikan kepadanya sesuai dengan dosa dan kemaksiatan yang dilakukannya tersebut. Sementara, barangsiapa mentaati-Nya dan mensyukuri nikmat-Nya nicaya Allah akan memberikan tambahan kenikmatan kepadanya meskipun boleh jadi dalam bentuk yang berbeda.

4. Takut terhadap Allah dan siksa-Nya yang pedih, berharap pahala dan ampunan-Nya. Ini dapat diraih hanya dengan pembenarannya terhadap janji dan ancaman-Nya, beriman kepada Allah, kitab-Nya dan rasul-Nya.

5. Menumbuhkan dan memupuk kecintaaan kepada Allah. Ini merupakan sebab terkuat seseorang akan mampu secara baik untuk mengasah kesabarannya dari melakukan pelanggaran dan kemaksiatan kepada-Nya. Karena, seorang yang mencintai ia akan taat kepada yang dicintainya. Semakin kuat rasa cintanya di dalam hati niscaya akan semakin kuat pula semangatnya untuk mentaatinya.

6. Mengetahui dan meyakini akan dampak buruk sebuah kemaksiatan dan buruknya pengaruhnya serta bahaya yang ditimbulkannya; berupa menghitamnya wajah (kelak di akhirat), sangat kelam, sempit, sedih, takut dan pedihnya hati, serta kelemahannya di dalam menghadapi hiruk pikuk kehidupan dan musuh yang nyata baginya berupa setan.

7. Memperpendek angan-angan dan menyadari akan cepatnya perputaran roda kehidupan, singkat dan terbatasnya waktu kehidupan dunia, ibarat seorang yang tengah dalam perjalan lalu ia singgah di sebuah tempat, tentu ia akan segera beranjak pergi melanjutkan perjalanannya. Atau, ibarat seorang pengendara yang singgah di bawah sebuah pohon untuk rehat sejenak lalu meninggalkan tempat yang disinggahinya. Ketika seseorang menyadari betapa singkat tinggalnya di dunia dan betapa cepat ia akan berpindah kepada tempat yang kekal abadi niscaya ia akan semakin gigih untuk meninggalkan beban yang memberatkan dirinya ketika membawanya bahkan akan membahayakan dirinya dalam perjalanannya. Ia akan gigih untuk membawa serta hal yang akan memberikan manfaat baginya.

8. Mengokohkan tumbuhnya pohon keimanan dalam lubuk hati. Karena, kesabaran seorang hamba dari melakukan tindak kemaksiatan dan pelanggaran sangat tergantung pada kuatnya keimanan yang terdapat dalam lubuk hatinya. Semakin kuat keimanannya akan semakin sempurna kesabarannya. Sebaliknya, semakin lemah keimanannya akan semakin lemah pula kesabarannya. Semakin kuat pendorong keimanan dalam hati niscaya akan semakin mantap dirinya untuk melakukan ketaatan. Inilah sejatinya sebab yang menghimpun semua sebab yang telah disebutkan di atas.

b. Kesabaran dalam Melakukan Ketaatan
Adapun sarana untuk mengasah kesabaran dalam melakukan ketaatan di antaranya adalah :

1. Yakin dan membenarkan tanpa ada unsur keraguan sedikitpun akan janji Allah berupa balasan yang baik dari Allah bagi orang yang mentaati-Nya dalam bentuk sabar dalam mentaati-Nya dan bentuk ketaatan yang lainnya, dan bahwa hal tersebut merupakan kunci untuk menjadi golongan orang-orang yang sukses. Allah berfirman,

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ

Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, mereka itulah orang-orang yang mendapatkan kemenangan (Qs. An-Nuur : 52)

2. Yakin bahwa balasan yang baik tersebut pasti akan diperolehnya, baik di kehidupan dunia maupun di akhirat. Allah berfirman,

إِنِّي جَزَيْتُهُمُ الْيَوْمَ بِمَا صَبَرُوا أَنَّهُمْ هُمُ الْفَائِزُونَ

Sungguh pada hari ini Aku memberi balasan kepada mereka, karena kesabaran mereka; sungguh mereka itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan. (Qs. Al-Mukminun : 111)

3. Yakin bahwa balasan dari Allah tersebut jauh lebih baik daripada ketaatan berupa kesabaran dalam menjalankan ketaatan. Allah berfirman, yang artinya, “Dan milik Allah lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. (Dengan demikian) Dia akan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan dan Dia akan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (Surga).” (Qs. An-Najm : 31) Maka mereka itu akan diberi balasan dengan tempat yang tinggi (dalam Surga) atas kesabaran mereka, dan di sana mereka akan disambut dengan penghormatan dan salam. Mereka kekal di dalamnya. Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman (Qs. Al-Furqan : 75-76)

c. Kesabaran Terhadap Takdir-Nya yang Tidak Mengenakan
Sedangkan beberapa sarana untuk mengasah kesabaran dalam menghadapi takdir-Nya yang tidak mengenakkan, seperti; musibah dan cobaan dalam hidup adalah ;

1. Hendaknya mengetahui dan menyadari bahwa apa yang menimpanya telah ditentukan oleh Allah. Sebagaimana firman-Nya, yang artinya, “Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semua telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuz) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang dimikian itu mudah bagi Allah. Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sembong dan membanggakan diri (Qs. Al-Hadid : 22-23)

2. Hendaknya seorang hamba mengetahui dan menyadari bahwa musibah dan cobaan tersebut merupakan obat yang bermanfaat yang digelontorkan oleh Tabib yang Maha Mengetahui akan kemaslahatannya, Dzat yang Maha Penyayang kepadanya. Dengan ini niscaya ia akan berprasangka baik kepada-Nya dan akan bersabar dalam menghadapinya, tidak menelannya dengan penuh rasa murka dan keluh kesah yang akan mengakibatkan hilangnya kemanfaatannya, bahkan berubah menjadi membahayakan dirinya.

3. Hendaknya yakin bahwa ujung dari obat ini adalah kesembuhan, afiat, dan kesehatan, dan hilangnya rasa sakit yang tidak dapat tercapai dengan yang lainnya. Jika jiwa merasa tidak suka dengan obat ini dan rasa pahitnya maka hendaklah ia melihat kepada kesudahan dan pengaruhnya yang baik. Allah berfirman, yang artinya, “Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui (Qs. Al-Baqarah : 216)

4. Menumbuhkan keyakinan yang kuat dalam hati bahwa kesabaran dan keridhaan dirinya dalam menghadapi musibah dan cobaan tersebut akan mengantarkan kepada kecintaan Allah dan keridhaan-Nya, sebagaimana Firman-Nya,

وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ

Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar (Qs. Ali-Imran : 146). Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا ، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ

Sesungguhnya Allah bila mencintai suatu kaum Dia memberikan cobaan kepada mereka. Maka, barangsiapa ridha maka baginya keridhaan, dan barangsiapa murka maka baginya kemurkaan (HR. Ibnu Majah, no. 4031)

Demikian, beberapa hal yang ingin penulis sebutkan untuk membantu kita dalam upaya mengasah kesabaran kita. Semoga Allah menjadikannya bermanfaat dan semoga pula Allah memberikan taufik kepada kita untuk mengamalkannya. Aamiin

Wallahu A’lam

(Redaksi)