halal haramJAKARTA – Salah satu produk unggulan MUI adalah sertifikasi halal untuk makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetik. Di Satu sisi keberadaan MUI memang sangat strategis di negeri ini, dimana mayoritas penduduknya adalah beragama islam. Sebagaimana tuntunan dalam syariah, seorang muslim wajib mengkonsumi makanan dan minuman yang halal, termasuk juga obat-obatan dan kosmetik yang digunakannya. Dalam masalah ini, yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat muslim di negeri ini pada khususnya, adalah ketenangan dan kenyamanan tatkala mengkonsumsi makanan ataupun minuman.

Namun di sisi lain, posisi MUI ternyata bukanlah sebuah institusi Negara apalagi pemerintah. MUI hanyalah sebuah lembaga swasta yang didirikan pada tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta yang diisi oleh para ulama dan cendekiawan-cendekiawan muslim yang ada di negeri ini. Dimana berdirinya lembaga ini sebagai bentuk wadah tempat bermusyawarahnya para ulama di Indonesia. Dan salah satu bentuk kepedulian MUI terhadap mayoritas masyarakat muslim di Indonesia ialah memberikan sertifikasi halal makanan maupun minuman, sehingga penduduk yang mayoritasnya beragama islam akan mendapatkan dan merasakan ketenangan tatkala mengkonsumsi makanan dan minuman yang ada.

Oleh karena itu, MUI tidaklah mendapatkan bantuan dana dari APBN melainkan sangat sedikit sekali, yaitu sekitar 3 miliar dalam satu tahun sebagaimana yang dilansir oleh portal berita MUI. Pemasukan keuangan MUI lebih banyak bersumber dari produk-produk yang diluncurkan MUI. Seperti pembiayaan sertifikasi halal. Direktur LPPOM MUI, Lukmanul Hakim mengatakan ‘’Biaya ini relatif murah dibanding biaya sertifikasi mutu yang lain semisal ISO, HACCP, dan sebagainya.’’ Bahkan, dirinya menegaskan untuk kasus tertentu, IKM atau PIRT diberikan gratis pembiayaan sertifikasi halal.

Sebenarnya perkara di atas tidaklah membuat MUI merasa resah. Adapun yang menjadikan MUI gundah ialah ketika tiba-tiba media massa ramai meributkan proses sertifikasi halal MUI di luar negeri. Apalagi, MUI dituduh menerima uang ratusan miliar rupiah untuk mengeluarkan izin tersebut. Di sisi lain banyak pula kalangan yang menolak otoritas sertifikasi halal MUI untuk makanan dan minuman, karena menurut mereka keberadaan sertifikasi tersebut bertentangan dengan kaidah ushul dalam islam, dimana hukum asal semua makanan adalah halal kecuali yang sudah jelas-jelas diharamkan dalam nash-nash syar’i. Adapun keberadaan sertifikasi halal itu, seolah menetapkan kaidah ushul bahwa hukum asal semua makanan adalah haram. Ini kan jelas tidak benar.

Terlebih lagi, setelah pemberitaan tersebut DPR dan Kemenag ramai-ramai menggodok RUU JPH (Rancangan undang-undang jaminan produk halal) agar segera menjadi UU JPH. Intinya DPR ingin menggeser peran MUI, salah satunya adalah peran MUI dalam proses penghalalan produk, dihilangkan. Kemenag ingin urusan MUI itu dipindahkan ke Kemenag, tentu saja dengan biaya negara.

Lalu, MUI dikemanakan? Itulah yang belum jelas arahnya. Tentu saja, MUI gundah setelah dituduh dengan berita- berita yang kurang tepat, sekarang diombang-ambingkan pemerintah (dalam hal ini Kemenag) dan DPR. Situasi menjadi lebih riuh ketika menteri kesehatan (menkes) mengatakan kurang lebih, obat-obatan secara keseluruhannya adalah halal.

Di tambah lagi pernyataan presiden SBY saat menerima pengurus harian Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang kurang lebih mengatakan, “Urusan halal itu di tangan MUI” seolah sudah tidak terdengar meski sayup-sayup saja. Inilah yang membuat MUI gundah dan resah saat ini.

Sumber : mui/halalmui

Oleh : Saed As-Saedy