Akhlak bagian dari agama

Akhlak merupakan dimensi nilai dari syariat Islam, dimana agama Islam bukan hanya sekedar akidah dan ibadah saja, namun juga terdiri dari akhlak yang mulia. Oleh karena itu, diantara tugas Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diutus tiada lain untuk menyempurnakan budi pekerti yang baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ

 “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.” (HR. Bukhari, Adab al-Mufrad no. 273, Ahmad no. 8952, Hakim no. 4221, Hadist Shahih).

Hadist diatas mengisyaratkan bahwa barang siapa yang menyepelekan akhlak berarti telah menyepelekan agama Islam; karena akhlak merupakan bagian dari agama yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Imam Ibnul Qoyyim berkata, “Seluruh agama itu akhlak, barang siapa yang bertambah baik akhlaknya, maka semakin bertambah baik pula agamanya.” (Madaarij al-Saalikiin, 2/294).

 Akidah poros akhlak

Akidah adalah poros akhlak yang mulia, ia mampu menciptakan kesadaran diri bagi manusia untuk berpegang teguh kepada norma dan nilai-nilai akhlak yang luhur. Keberadaan akhlak memiliki peranan yang istimewa dalam akidah Islam. Akidah tanpa akhlak bagaikan pohon yang tidak dapat dijadikan sebagai tempat bernaung dan tidak pula bisa berbuah. Sebaliknya akhlak tanpa akidah hanya merupakan bayang-bayang bagi benda yang tidak tetap dan selalu bergerak.

Islam menganjurkan setiap individu untuk berakhlak mulia, dan menjadikannya sebagai kewajiban di atas pundaknya yang dapat mendatangkan pahala atau siksa baginya. Atas dasar ini, agama menjadikan akhlak yang baik bagian dari keimanan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang mukmin yang paling baik budi pekertinya (akhlak).” (HR. Abu Daud no. 4682, hadist hasan shahih).

Hadits di atas menunjukkan bahwa akhlak itu harus berpijak pada keimanan, iman tidak cukup disimpan dalam hati namun harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk akhlak yang baik. Akhlak merupakan barometer kuat atau lemahnya iman seorang mukmin; karena akhlak merupakan perwujudan dari iman yang ada di dalam hatinya. Jika akhlaknya baik pertanda imannya kuat dan jika akhlaknya buruk pertanda imannya lemah. Akhlak yang baik merupakan mata rantai dari keimanan seseorang.

Hubungan antara Iman dan Akhlak

 Pertama: Akhlak merupakan buah dari keimanan, hal ini bisa dilihat seperti dalam hadist Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

 “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya, dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya ia memuliakan tamunya, dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia berkata yang baik atau lebih baik diam.” (HR. Bukhari no. 6018, Muslim no. 47).

 Kedua: Akhlak yang buruk mengurangi kesempurnaan iman. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula para wanita (mengolok-olok) wanita yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruknya panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang zalim.” (QS. al-Hujuraat ayat: 11).

Keutamaan akhlak mulia

Pembinaan akhlak yang mulia dibutuhkan peran akidah; karena akidah merupakan poros dari akhlak. Keimanan seorang muslim kepada Allah dan rasul-Nya mendorong ia untuk selalu berusaha mentaati seluruh apa yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan kepadanya dan mendorong ia untuk menjauhi seluruh apa yang dilarang oleh keduanya. Dan akhlak yang mulia merupakan bagian dari perintah Allah dan Rasul-Nya, oleh karena itu banyak dijumpai ayat al-Qur’an dan hadist Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang memotivasi seorang muslim untuk berakhlak yang mulia di antaranya:

1) Akhlak yang mulia termasuk amal yang paling banyak memasukkan seseorang ke dalam surga. Ini sebagaimana hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَن أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ وَسُئِلَ عَن أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ الْفَمُ وَالْفَرْجُ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya akan mayoritas penyebab manusia dimasukkan ke dalam surga? Beliau bersabda, ‘Bertakwa kepada Allah dan akhlak yang baik,’ dan beliau ditanya akan mayoritas penyebab manusia masuk ke dalam neraka? Beliau bersabda, ‘Mulut dan kemaluan.’” (HR. Tirmidzi no. 2004, Hadist Hasan).

2) Akhlak yang mulia sebab kecintaan Allah dan Rasul-Nya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang orang yang paling dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللهِ أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

 “Manusia yang paling Allah cintai adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Ibnu Hibban, hadist shahih).

3) Akhlak yang baik berpahala besar dan memperberat amal dalam mizan (timbangan amal).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ

 “Sesungguhnya seorang mukmin dengan akhlak baiknya mampu meraih derajat orang yang puasa (di siang hari) dan shalat (di malam hari).” (HR. Abu Daud no. 4798, hadist shahih).

Dan sabda shallallahu ‘alaihi wasallam:

مَا مِنْ شَيْءٍ فِي الْمِيزَانِ أَثْقَلُ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ

 “Tidak ada suatu amalan yang lebih berat dalam mizan (timbangan amal) melebihi dari akhlak yang baik.” (HR. Bukhari dalam Adab al-Mufrad no. 270, hadist shahih).

4) Akhlak yang baik akan menambah umur manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّهُ مَنْ أُعْطِيَ حَظَّهُ مِنْ الرِّفْقِ فَقَدْ أُعْطِيَ حَظَّهُ مِنْ خَيْرِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَصِلَةُ الرَّحِمِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ وَحُسْنُ الْجِوَارِ يَعْمُرَانِ الدِّيَارَ وَيَزِيدَانِ فِي الْأَعْمَارِ

 “Sesungguhnya barangsiapa yang dikaruniai kelemah-lembutan, maka ia telah dikaruniai kebaikan dunia dan akhirat. Silaturrahim, akhlak baik dan baik dalam bertetangga akan memakmurkan negeri dan menambah umur.” (HR. Ahmad no. 25259, Hadist Shahih).

5) Akhlak yang baik adalah sebaik-baiknya karunia dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam hadist Usamah radhiyallahu ‘anhu disebutkan:

قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا أَفْضَلُ مَا أُعْطِيَ الْمَرْءُ الْمُسْلِمُ؟، قَالَ: خُلُقٌ حَسَنٌ

 “Mereka (sahabat) bertanya, ‘Wahai Rasulullah, karunia apakah yang paling utama bagi seorang muslim?’ Beliau bersabda, ‘Akhlak yang baik.’” (HR. Ibnu Hibban no. 478, hadist shahih).

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita semua sebagai hamba yang berakhlak mulia dalam setiap ucapan dan perbuatan. (Sudarto, Lc., M.HI.)