Kehadiran tahun baru masehi 2024 baru beberapa hari yang lalu. Tentunya masih segara dalam ingatan kita betapa gegap gempita manusia dalam menyambut dan merayakannya sedemikian nyata terlihat oleh padangan mata. Demikianlah bagian dari fenomena yang selalu saja ada ketika terjadi pergantian tahun baru masehi. Fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia, bahkan hampir di seantero penjuru dunia. Sebuah kenyataan yang jika dicermati banyak hal yang justru bertentangan dengan hikmah ilahi dalam pergantian siang dan malam sepanjang tahun, Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

إِنَّ فِي اخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَّقُونَ

Sesungguhnya pada pergantian malam dan siang dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, pasti terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertakwa. (Yunus: 6)

Sungguh banyak kita dapati pergi dan datangnya tahun baru masehi disambut atau diramaikan dengan pelanggaran kepada ilahi  yang justru akan menjauhkan seseorang dari ridha ilahi, mendekatkan seseorang kepada murka ilahi. Yang mana hal-hal seperti ini tidak sepatutnya seorang muslim-muslimah ikut ambil bagian di dalamnya. Hendaknya pula tidak ikut serta menfasilitasi orang-orang yang merayakannya meskipun keuntungan duniawi mungkin saja akan didapatkannya.

Petasan dan Kembang Api

Di antara fenomena yang kerap kali kita dapati di awal kedatangan tahun baru masehi adalah berlomba-lombanya manusia untuk menyalakan petasan dan kembang api di malam hari yang telah dipersiapkannya sejak pagi hari atau bahkan jauh-jauh hari, yang dibelinya dengan hartanya yang merupakan karunia ilahi. Bisa jadi ketidaktahuan tentang hukum menggunakan harta untuk hal seperti ini merupakan salah satu sebab mengapa banyak orang sedemikian mudah untuk ikut serta dalam momentum tersebut. Padahal, tindakan seperti ini hakikatnya merupakan tindakan pemubaziran dan menyia-nyiakan harta yang sangat dilarang dan tidak disukai oleh rabb semesta alam. Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

إِنَّ اللَّهَ كَرِهَ لَكُمْ ثَلَاثًا قِيلَ وَقَالَ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ

Sungguh, Allah tidak menyukai bagi kalian tiga hal; banyak cakap (yang tidak berguna), menyia-nyiakan harta dan banyak bertanya. (HR. al-Bukhari, no. 1477)

Bahkan Allah-عَزَّوَجَلَّ-secara tegas melarang tindakan pemubaziran seraya berfirman,

وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا

Dan berikanlah haknya kepada kerabat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu berbuat mubazir. (al-Isra: 26)

Yakni, janganlah kamu membelanjakan (harta) di luar ketaatan kepada Allah -عَزَّوَجَلَّ-, atau dengan cara pemborosan dan menghambur-hamburkan. (at-Tafsir al-Muyassar, 5/20)

Membelanjakan harta untuk membeli petasan dan kembang api merupakan sebuah pemborosan, penghamburan harta dan pemubaziran. Dan, tindakan itu tentu tidak lebih baik daripada menggunakan harta tersebut untuk membantu kerabat, orang-orang miskin dan orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan, atau bentuk-bentuk kebaikan yang lainnya dalam hal pendayagunaan harta.

Sebuah Perbandingan

Seorang yang berakal sehat tentunya akan lebih memilih sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Maka, ia pun membandingkan antara kedua hal untuk memilih melakukan sesuatu yang bermanfaat tersebut.

Saudaraku seiman…

Bila akal sehat Anda membandingkan antara (A) “menggunakan uang untuk membeli petasan dan kembang api“ dengan (B) “menggunakannya untuk membantu saudara atau kerabat yang membutuhkan atau untuk membantu orang-orang miskin, atau untuk membantu orang-orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan, niscaya diperoleh hasil sebagai berikut:

Jika yang Anda lakukan adalah (A), maka,

1-Hal tersebut sudah barang tentu bakal mengganggu ketenangan, karena dampak negatif dari suara yang ditimbulkan.

2-Uang lenyap tanpa faedah yang berkesinambungan.

3-Mendapatkan dosa, karena mengganggu ketenangan dan melakukan tindakan pemborosan dan penghambur-hamburan harta yang terlarang.

Adapun jika yang Anda lakukan adalah (B), maka,

1-Hal tersebut akan dapat memberikan rasa kegembiraan dalam hati, sebagaimana telah dimaklumi.

2-Faedah yang Anda dapatkan akan berkesinambungan, baik di dunia maupun di akhirat.

3-Anda akan memperoleh pahala yang besar. Bahkan berlipat-lipat ganda banyaknya. Karena hal tersebut termasuk bentuk membelanjakan harta di jalan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, sebagimana yang diperintahkanNya.

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kalian menjatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (al-Baqarah: 195)

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- juga berfirman,

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ . الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلَا أَذًى لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.” (al-Baqarah: 261-262)

Pembaca yang budiman…

Dengan demikian, jelaslah bahwa bila (A) yang Anda lakukan niscaya akan menghasilkan sederet hal yang negatif, sedangkan bila (B) yang Anda dilakukan, maka akan menghasilkan sederet hal yang positif. Cobalah Anda perhatikan secara seksama dengan menggunakan akal sehat Anda! mudah-mudahan Anda akan sampai pada kesimpulan bahwa “(A)” benar-benar tidak layak untuk dilakukan seorang muslim, sedangkan “(B)” merupakan pilihan terbaik bagi seorang muslim.

Karakter seorang muslim

Seorang muslim tentu tidak layak untuk mengganggu orang lain, baik dengan lisannya ataupun dengan tangannya. Karena Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

Seorang muslim itu adalah siapa yang orang-orang muslim lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” (HR. al-Bukhari, no. 9)

Seorang muslim tidaklah layak mengganggu tetangganya, baik muslim ataupun non-muslim, karena hal itu dapat menciderai keimanannya. Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ. قِيْلَ : وَمَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ : اَلَّذِي لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ

Demi Allah, tidaklah beriman! Demi Allah,  tidaklah beriman!. Demi Allah, tidaklah beriman! Nabi ditanya, ‘Siapa, wahai Rasulullah? Nabi menjawab, ‘orang yang tetangganya tidak merasa tentram karena perbuatannya.’ (HR. al-Bukhari, no. 6016)

Seorang muslim juga menyadari bahwa tindakan mengganggu orang lain merupakan bentuk kezhaliman yang haram hukumnya dilakukan. Maka, ia menjauhkan diri darinya karena Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- melarangnya dari melakukan tindakan kezhaliman tersebut, Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman dalam hadis qudsi,

يَا عِبَادِى إِنِّى حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِى وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوْا

Wahai hamba-hambaKu!, Sungguh, Aku telah mengharamkan kezhaliman atas diriKu sendiri dan Aku jadikan kezhaliman tersebut haram (dilakukan) di antara kalian. Oleh karena itu, janganlah kalian saling berbuat zhalim satu sama lain.” (HR. Muslim, no. 6737)

Seorang muslim juga terdorong untuk memberikan rasa gembira kepada orang lain, karena hal tersebut merupakan amal yang utama. Dalam hadis disebutkan,

مِنْ أَفْضَلِ الْعَمَلِ إِدْخَالُ السُّرُوْرِ عَلَى الْمُؤْمِنِ يَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا يَقْضِي لَهُ حَاجَةً يُنَفِّسُ عَنْهُ كُرْبَةً

Termasuk amal yang paling utama adalah memasukkan kegembiraan terhadap orang mukmin, membantunya untuk melunasi hutangnya, membantunya untuk memenuhi kebutuhannya,  membantunya untuk mengentaskan kesusahannya.” (HR. al-Baihaqi di dalam Syu’abul Iman, no. 7679)

Seorang muslim juga orang yang waspada dari mendayagunakan harta untuk perkara yang tidak mendatangkan faedah. Ia takut kepada siksa Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, karena nantinya ia akan dimintai pertanggungan jawab di hadapan pengadilan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

لَا تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْئَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَ أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيْمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اِكْتَسَبَهُ وَفِيْمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَ أَبْلَا

Tidak akan beranjak telapak kaki seorang hamba pada hari Kiamat hingga ia ditanya tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya apa yang telah ia amalkan, tentang hartanya dari mana ia dapatkan dan kemana ia belanjakan dan tentang jasadnya dalam hal apa ia gunakan.” (HR. at-Tirmidzi, no. 2417)

Maka, seorang muslim yang baik adalah yang menggunakan umur, ilmu, harta dan jasadnya untuk meraup pahala dari Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dengan cara melakukan perkara yang diridhai-Nya. Seorang muslim menyadari bahwa menggunakan umur, ilmu, harta dan jasad untuk perkara yang tidak diridhai-Nya hanya akan menjadikannya berdosa, dan tindakan tersebut merupakan bentuk mengingkari nikmat yang telah Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berikan kepadanya di mana hal ini tentu tidaklah layak untuk dilakukannya, karena mensyukuri segala nikmat-Nya merupakan keharusan baginya yang tidak boleh ditinggalkannya dan karena mengkufuri nikmat dilarang oleh rabbnya, sebagaimana ditegaskan-Nya dalam firman-Nya,

فَاذْكُرُوْنِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا لِي وَلَا تَكْفُرُوْنِ

“Maka ingatlah kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (al-Baqarah: 152)

Akhirnya, semoga Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- memberikan keselamatan kepada kita, melindungi kita dari segala macam bentuk keburukan hawa nafsu dan kejahatan bisikan setan baik dari golongan jin maupun manusia yang selalu saja membisikkan kejahatan ke dalam dada manusia untuk melakukan pelanggaran kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-.  Amin.

Dan, penulis berwasiat kepada diri penulis sendiri dan Anda wahai saudaraku muslim, di mana pun Anda berada, “Bertakwalah kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dalam harta yang Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- anugerahkan kepada Anda. Gunakanlah harta Anda tersebut hanya untuk perkara yang diridhai-Nya. Dan, bertakwalah pula kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dalam hubungannya Anda dengan tetangga Anda, perhatikanlah hak-haknya, jangan Anda justru menimbulkan gangguan kepadanya baik dengan perkataan maupun perbuatan Anda. Semoga Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- memberikan taufik kepada saya Anda. Amin

Wallahu a’lam

(Redaksi)