Orang tua adalah kepunyaan termahal yang pernah dimiliki oleh seorang anak, bagaimana tidak, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berwasiat untuk berbakti kepada keduanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menggantungkan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap keduanya dan di bawah kedua kakinya terdapat surga Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا

“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu bapaknya.” (QS. Al-Ankabut: 8).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

رِضَى الرَّبِّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فِي رِضَى الْوَالِدِ ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ

“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua, dan kemurkaan Allah tergantung pada kemurkaan orang tua.” (HR. Al-Bazzar no. 2394).

Dalam sebuah riwayat diceritakan, ada seorang yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meminta izin untuk berangkat jihad, lalu beliau bertanya, “Apakah ibumu masih hidup?” Dia menjawab, “Iya.” Kemudian beliau bersabda:

الْزَمْ رِجْلَهَا فَثَمَّ الجَنَّةُ

“Berdiamlah engkau di kaki ibumu (maksudnya berbaktilah kepada ibumu), karena di sana terdapat surga.” (HR. Ibnu Majah no. 2781).

Jika demikian, maka seorang anak seharusnya memperlakukan orang tuanya dengan perlakuan yang istimewa dan menjaga hubungan terhadap keduanya dengan sebaik-baiknya meskipun keduanya berada di tempat yang jauh.

Ketika si anak sudah membuka lembaran hidup barunya dengan berkeluarga, dan berkewajiban untuk mencari nafkah untuk anak istrinya, terkadang dia harus bertempat tinggal jauh dari kedua orang tua, maka kewajiban berbakti kepada kedua orang tua tetap wajib ditunaikan. Dan pada kesempatan kali ini kita akan membahas bagaimana cara seorang anak berbakti kepada orang tua tatkala keduanya berada jauh darinya. Di antaranya ialah:

  1. Berkunjung ke tempat orang tua

Di dalam agama kita yang hanif, tidak ada batasan waktu tertentu untuk saling berkunjung terhadap sanak saudara, termasuk orang tua. Islam menyerahkan kepada kebiasaan masyarakat dalam masalah ini. Jika orang-orang mempunyai kebiasaan menyambung tali kekeluargaan dengan berkunjung satu tahun sekali, maka itulah yang seyogiyanya dilakukan. Inilah yang dilakukan masyarakat Indonesia secara umum dan masyarakat Jawa secara khusus; yaitu berkunjung kepada orang tua dan sanak saudara di momen Idul Fitri.

Banyak sekali faedah bersilaturrahim yang disebutkan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam, seperti:

a. Bersilaturrahim dapat menambah umur dan menambah rizki.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِيْ رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِيْ أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Barangsiapa yang ingin dilapangkan rizkinya, dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah ia bersilaturrahim.” (HR. Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, no. 56).

b. Orang yang bersilaturrahim akan dicintai oleh keluarganya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Rabb-nya dan menyambung tali kekeluargaannya niscaya dia akan dipanjangkan umurnya, dilimpahkan hartanya dan dicintai oleh keluarganya .” (HR. Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, no. 58).

c. Orang yang bersilaturahim akan ditolong oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, ia berkata, “Ada seorang lelaki dating kepada Nabi, seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mempunyai kerabat, dimana aku menyambung hubungan dengannya sedangkan mereka memutusnya, aku berbuat baik kepadanya sedangkan mereka membalasnya dengan keburukan, mereka bertindak bodoh kepadaku, sedangkan aku bersikap lembut kepada mereka.’ Lalu beliau menjawab, “Jika benar seperti apa yang engkau katakan, maka seakan engkau melempar pasir yang sangat panas kepada mereka(1), dan Allah akan selau menolongmu atas mereka selama engkau bersikap demikian.” (HR. Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, no. 52).

  1. Menanyakan kabar keduanya

Termasuk berbakti kepada orang tua ketika berada jauh dari seorang anak adalah menanyakan kondisi keduanya. Di era globalisasi yang serba canggih, tidak ada kesulitan sama sekali untuk menanyakan kondisi orang tua, baik di dalam negara atau di luar negara. Bila kita rajin menyapa dan menanyakan kondisi teman yang tidak ada hubungan darah sedikitpun, maka tentulah menghubungi orang tua harus lebih rajin lagi.

  1. Mengirim hadiah untuk keduanya

Termasuk amalan yang sangat mulia bagi seorang mukmin dan sangat dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah memasukkan kebahagian ke dalam hati seseorang.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مِنْ أَفْضَلِ الْعَمَلِ إِدْخَالُ السُّرُوْرِ عَلَ الْمُؤْمِنِ: يَقْضِيْ عَنْهُ دَيْنًا، يَقْضِيْ لَهُ حَاجَةً، يُنَفِّسُ عَنْهُ كُرْبَةً

“Dan termasuk amalan yang sangat mulia adalah memasukkan kesenangan ke dalam hati seorang mukmin, (diantaranya) dengan membayarkan hutangnya, memenuhi kebutuhannya dan meringankan kesusahannya.” (HR. Al-Baihaqi dalam Shu’abul Iimaan, no. 7274).

Orang yang paling berhak untuk dibahagiakan oleh si anak adalah kedua orang tua, meskipun keduanya berada nan jauh di seberang sana, si anak masih bisa membahagiakannya, yaitu dengan mengirim hadiah, bisa berupa uang, kebutuhan pokok sehari-hari, baju lebaran, atau yang lainnya.

  1. Membantu ekonomi orang tua

Meskipun si anak laki-laki (khususnya) sudah hidup berkeluarga, memperhatikan ekonomi kedua orang tua wajib dilakukan. Diriwayatkan dari sahabat Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, “Ada seorang laki-laki yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mempunyai harta dan anak, dan ayahku menginginkan hartaku?’ Maka beliau menjawab, ‘Engkau dan hartamu milik ayahmu.’” (HR. Ibnu Majah no. 2291).

  1. Selalu mendo’akan untuk keduanya

Hendaklah seorang anak banyak mendo’akan kedua orang tuanya, ketika keduanya berada jauh darinya. Berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar melimpahkan taufiq-Nya, kesehatan, kelapangan rezeki, kemudahan urusan, kesehatan dan ampunan-Nya untuk kedua orang tuanya.

Sebagaimana Nabi Nuh ‘alaihissalam memanjatkan do’a untuk kedua orang tuanya:

رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا تَبَارًا

“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan.” (QS. Nuh: 28).

Wallahu A’lam.

(Abu Sa’ad Muhammad Farid, Lc.)

 

…………………..

(1) At-Tubriziy menjelaskan, “Maksudnya jika perbuatan baikmu dibalas oleh mereka engan keburukan, maka akibatnya akan kembali kepada diri mereka sendiri, seakan-akan kebaikanmu dengan keburukan mereka seperti engkau memberi makan mereka dengan api.” Lihat Mirqaatul Mafaatiih, hal. (73087/).