SETIAP BID’AH ADALAH KESESATAN

Apabila masalah tadi sudah jelas dan menjadi ketetapan saudara, maka ketahuilah bahwa siapa pun yang berbuat suatu bid’ah di dalam agama, walaupun dengan tujuan baik, maka bid’ahnya itu, selain merupa-kan kesesatan juga sebagai suatu tindakan menghujat agama dan mendustakan firman Allah subhanahu wata’aala, yang artinya, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agama-mu…”. Karena dengan perbuatannya tersebut, dia seakan-akan mengatakan bahwa Islam belum sempurna, sebab amalan yang diperbuatnya, dengan anggapan dapat mendekatkan diri kepada Allah, belum terdapat di dalamnya.

Anehnya, ada orang yang melakukan bid’ah berkenaan dengan Dzat, Asma’ dan Sifat Allah subhanahu wata’aala, kemudian ia mengatakan bahwa tujuannya adalah untuk mengagungkan Allah, untuk menyucikan Allah dan dalam rangka menaati firman Allah subhanahu wata’aala,

فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Maka janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah.” (al Baqarah: 22)

Aneh, bahwa orang yang melakukan bid’ah di dalam agama Allah, yang berkenaan dengan Dzat-Nya, mengatakan bahwa dialah yang menyucikan Allah, dialah yang mengagungkan Allah dan dialah yang menuruti firman-Nya, “Maka jaganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah”. Dan barangsiapa yang menyalahinya maka dia adalah mumatstsil musyabbih (orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya) atau menuduh dengan sebutan-sebutan jelek lainya.

Anehnya lagi, ada orang-orang yang melakukan bid’ah di dalam agama Allah berkenaan dengan pribadi Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam. Dengan perbuatannya itu mereka menganggap bahwa dirinyalah orang yang paling mencintai Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam dan yang mengagungkan beliau, lalu menganggap orang yang tidak berbuat seperti mereka sebagai orang yang membenci Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam atau menuduhnya dengan sebutan-sebutan jelek lainya yang biasa mereka tuduhkan terhadap orang yang menolak bid’ah mereka.

Aneh, bahwa orang-orang semacam ini mengatakan, “Kamilah yang mengagungkan Allah dan Rasul-Nya.” Padahal dengan bid’ah yang mereka perbuat itu, sebenarnya mereka telah bertindak lancang terhadap Allah dan Rasul-Nya . Allah subhanahu wata’aala telah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (al Hujuraat: 1)

Pembaca yang budiman.
Di sini penulis hendak bertanya dan mohon -demi Allah-agar jawaban yang anda berikan berasal dari hati nurani, bukan secara emosional. Jawaban tersebut sesaui dengan tuntunan agama anda, bukan karena taklid (ikut-ikutan).

Apa pendapat anda terhadap mereka yang melakukan bid’ah di dalam agama Allah, baik yang berkenaan dengan Dzat, Sifat dan Asma Allah subhanahu wata’aala atau yang berkenaan denga pribadi Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam, kemudian mengatakan, “Kamilah yang mengagungkan Allah dan Rasulullah?”

Apakah mereka ini yang lebih berhak disebut sebagai pengemban amanah Allah dan Rasulullah, atau-kah orang-orang selain mereka itu yang tidak menyimpang seujung jari pun dari syari’at Allah, yang berkata, “Kami beriman kepada syari’at Allah yang dibawa Nabi, kami mempercayai apa yang diberitakan, kami patuh dan tunduk terhadap perintah dan larangan; kami menolak apa yang tidak ada di dalam syari’at, tak patut kami berbuat lancang terhadap Allah, yakni mengklaim sesuatu yang tidak termasuk ajarannya?”

Siapakah menurut anda, yang lebih berhak untuk disebut sebagai orang yang mencintai dan mengagungkan Allah dan Rasul-Nya?

Jelas golongan yang ke dua, yaitu mereka yang berkata, “Kami mengimani dan mempercayai apa yag diberitakan kepada kami, patuh dan tunduk terhadap apa yang diperintahkan, kami menolak apa yang tidak diperintahkan dan tak patut kami mengada-ada di dalam syari’at Allah atau melakuan bid’ah di dalam agama Allah.” Tak syak lagi bahwa mereka inilah orang yang tahu diri dan tahu kedudukan Khaliqnya.

Merekalah yang mengagungkan Allah dan Rasul-Nya dan merekalah yang menunjukkan kebenaran dan kecintaan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya.

Bukan golongan pertama, yaitu mereka yang melakukan bid’ah di dalam agama Allah; di dalam hal aqidah, ucapan, atau perbuatan. Padahal, anehnya mereka mengerti sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam,

(( إِيَّاكُمْ وَمُحْدَ ثَاتِ اْلأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَ ثَةٍ بِدْ عَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَ لَة ، وَكُلَّ ضَلاَ لَةٍ فِي النَّارِ ))

“Jauhilah perkara-perkara baru, karena setiap perkara baru adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan masuk ke dalam Neraka.”

Sabda beliau, “Setiap bid’ah” bersifat umum dan menyeluruh dan mereka mengetahui hal itu.

Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam, yang menyampaikan maklumat umum ini, tahu akan makna apa yang disampaikannya. Tulus terhadap umatnya, tidak mengatakan melainkan apa yang dipahami maknanya. Maka ketika Nabi shallallahu ‘alahi wasallam bersabda, “Kullu bid’atin dhalalah”, beliau menyadari apa yang diucapkan, mengerti betul akan maknanya dan ucapan ini timbul dari beliau karena beliau benar-benar tulus terhadap umatnya.

Apabila suatu perkataaan memenuhi ketiga unsur ini, yaitu: Diucapkan dengan penuh ketulusan, penuh kefasihan dan penuh pengertian, maka perkataan tersebut tidak mempunyai makna lain kecuali makna yang dikandungnya.

Dengan pernyataan umum tadi, benarkah bahwa bid’ah dapat kita bagi menjadi tiga bagian atau lima bagian? Sama sekali tidak benar. Adapun pendapat sebagian ulama yang mengatakan adanya bid’ah hasanah, maka pendapat tersebut tidak lepas dari dua hal:
Pertama: Kemungkinan tidak termasuk bid’ah, tetapi diangapnya sebagai bid’ah.
Kedua: Kemungkinan termasuk bid’ah, yang tentu saja sayy’iah (buruk), tetapi dia tidak mengetahui keburukannya.

Jadi setiap hal yang dianggapnya sebagai bid’ah hasanah, maka jawabannya adalah demikian tadi.

Dengan demikian, tak ada jalan lagi bagi ahli bid’ah untuk menjadikan bid’ ah mereka sebagai bid’ah hasanah, karena kita telah mempunyai senjata ampuh dari Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam yaitu,

(( كُلُّ بِدْ عَةٍ ضَلاًلةٌ ))

“Setiap bid’ah adalah kesesatan.”

Senjata ini bukan dibuat di sembarang pabrik, melainkan datang dari Nabi shallallahu ‘alahi wasallam dan dibuat sedemikian sempurna. Maka barangsiapa yang memegang senjata ini, tidak akan dapat dilawan oleh siapapun dengan bid’ah yang dikatakannya sebagai hasanah, sebab Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam telah menyatakan, “Setiap bid’ah adalah kesesatan.”