Pertanyaan:

Dalam fatwa Anda seputar mengambil upah atas ruqyah syar’iyah ada ucapan anda, ‘Tidak ada halangan mengambil upah atas ruqyah syar’iyah dengan syarat kesembuhan dari sakit.’ Apakah hal itu berlaku pula untuk pengobatan seorang dokter? Apakah boleh mengambil upah atas jimat yang ditulis sedikit al-Qur`an atasnya, atau dibacakan di atas minyak dan air bersih sebagai analogi terhadap mengambil upah atas bacaan ruqyah?

Jawaban:

Diriwayatkan dalam hadits Abu Sa’id Radiyallahu ‘anhu, bahwasanya teman mereka meruqyah pimpinan suku tersebut setelah ada kesepakatan antara mereka dengan (upah) sekelompok kambing, lalu mereka pun menepatinya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

اِقْسِمُوْا وَاضْرِبُوْا لِيْ مَعَكُمْ بِسَهْمٍ.

“Bagilah dan tentukanlah satu bagian untukku bersama kalian.” (HR. al-Bukhari, Kitab ath-Thibb, no. 5749; Muslim Kitab as-Salam, no. 2201.)

Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللّهِ.

“Sesungguhnya upah yang paling pantas kamu ambil adalah Kitabullah (al-Qur`an).” (HR. al-Bukhari, Kitab ath-Thibb, no. 5737.)

Kami katakan bahwa sesungguhnya dokter yang mengobati, apabila mensyaratkan upah tertentu, maka harus disyaratkan sembuh dan selamat dari sakit yang ditanganinya, kecuali apabila mereka sepakat untuk memberikan senilai biaya pengobatan dan obat-obatan. Adapun jimat semacam ini, pada dasarnya adalah ruqyah, maksudnya membacakan atas pasien serta meludah disertai sedikit air liur. Demikian pula penulisan ayat-ayat di kertas dan seumpamanya dengan air za’faran, boleh mengambil upah atas yang demikian sebagai imbalan obat-obatan. Dan seperti ini, air bersih dan minyak, apabila dibacakan (ayat-ayat al-Qur`an) padanya, maka boleh baginya mengambil nilai biasanya, tanpa berlebih-lebihan dalam penetapan tarif dengan tarif yang tidak sebanding.

(Fatwa Syaikh Abdullah al-Jibrin yang beliau tandatangani)

Sumber : Fatwa-Fatwa Terkini, jilid 3, hal:163-164, cet: Darul Haq Jakarta, diposting oleh Yusuf Al-Lomboky