Pengantar cetakan pertama

Bismillâhirrahmânirrahîm

Segala puji hanya bagi Allah semata, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada orang yang tiada nabi setelahnya, nabi kita Muhammad, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik sampai hari kiamat. Amma ba’du:

Risalah ini kami persembahkan kepada semua orang, untuk meneguhkan para wanita muslimah agar tetap berada pada kehormatan, dan membongkar kedok berbagai slogan para westernis (kelompok-kelompok yang berpihak ke barat) yang mengajak kepada kehinaan. Hal itu, mengingat kehidupan kaum muslimin yang komitmen terhadap agama mereka saat ini, yang terbangun di atas pondasi penegakan ‘ubûdiyah kepada Allah Ta`ala,‘iffah (kesucian diri), rasa malu dan ghaîrah (semangat), merupakan kehidupan yang penuh dengan bahaya dari semua arah, yaitu: dengan diimpornya berbagai penyakit syubhat dalam keyakinan maupun ibadah, dan penyakit hawa nafsu dalam perilaku maupun sosial, serta ditanamkannya dalam-dalam pada kehidupan kaum muslimin, dengan strategi yang sangat licik yang diarahkan untuk memerangi Islam, dan dengan konspirasi yang amat jahat terhadap umat Islam, yang didukung oleh “tatanan dunia baru” dalam bingkai “teori percampuran”( Yaitu yang disebut dengan globalisasi atau universalisasi) antara kebenaran dan kebatilan, kebaikan dan kemungkaran, kesalehan dan kebengalan, sunnah dan bid’ah, al-Qur’an dan kitab-kitab lain yang telah di-mansûkh (dihapus) dan diselewengkan, semisal: Taurat dan Injil, antara mesjid dan gereja, serta antara muslim, kafir dan penganut aliran kesatuan agama.

Teori ini adalah taktik yang paling jitu untuk melunturkan agama dalam diri orang-orang yang beriman, serta mengubah sekelompok orang-orang Islam menjadi binatang piaraan ataupun sekelompok domba yang telah goyah keyakinannya, yang terlena dalam kesenangan nafsunya dan tumpul perasaannya, tidak tahu mana yang baik dan mungkar. Sehingga, di antara mereka ada yang berubah, dan secara perlahan-lahan murtad (keluar) dari agamanya.

Semua ini terjadi akibat peremehan sikap al-walâ’ (loyalitas kepada agama) dan al-barâ’ (pembebasan diri dari belenggu setan), juga karena adanya penodaan makna cinta dan benci karena Allah Azza wa Jalla, pengekangan penulisan, pembungkaman mulut untuk mengatakan kebenaran, dan pembuatan berbagai tuduhan yang dilontarkan kepada orang-orang yang masih mempunyai kebaikan. Mereka dituduh sebagai kelompok teroris, ekstrimis, radikal dan reaksioner. Bahkan, tak jarang mereka dicap dengan julukan-julukan yang hanya diberikan oleh orang-orang kafir kepada orang-orang Islam, dan orang-orang asing kepada orang-orang yang beriman serta manusia-manusia tiran kepada orang-orang teraniaya.

Di antara bahaya yang paling sial dan sangat berpengaruh dalam meluluhkan umat, dan menenggelamkannya dalam kesenangan syahwat dan kemerosotan akhlaknya, adalah upaya yang dilakukan para propagandis fitnah. Mereka berpaling dari penjagaan keutamaan-keutamaan Islam yang ada dalam diri wanita-wanita mereka dan wanita-wanita yang beriman kepada pembukaan berbagai jalan fitnah dan penyebaran perbuatan keji. Mereka tidak lagi melindungi dan memelihara kehormatan atau harga diri, malah mengobrak-abriknya dan membuka pintu-pintu kerakusan untuk menghinakannya.

Semua itu dilakukan melalui propaganda-propaganda busuk dan slogan-slogan sesat, dengan mengatasnamakan “hak-hak kaum wanita”, “kebebasan kaum wanita”, “kesetaraan gender”, dan seterusnya… yang bila dipaparkan di sini tentunya akan membutuhkan ruang yang banyak. Hal ini mereka ambil dengan akal yang picik dan pemikiran yang sakit, lalu mereka pun ikut menyerukannya di negeri-negeri Islam, dan di tengah komunitas masyarakat yang lurus (baik), dengan tujuan menghilangkan dan melepas hijab, serta memasarkan budaya mengumbar aurat di depan umum dengan cara tabarruj (berdandan menor), sufûr (buka-bukaan), berpenampilan seronok, porno serta melakukan ikhtilât (pembauran) antara wanita dan laki-laki, sehingga para wanita yang gemar bersolek itu pun berseloroh, “Kemarilah, wahai kaum permissivisme”.

Dalam melakukan tipu daya tersebut, mereka menggunakan cara yang sangat halus. Pertama-tama mereka mulai dengan membuat kebijakan ikhtilât (pembauran) antara laki-laki dan perempuan di sekolah taman kanak-kanak, program anak-anak melalui media informasi, club perkenalan antar anak-anak dan penampilan kedua jenis dari anak-anak tersebut pada acara-acara pesta.

Begitulah, tradisi hijab pun mulai diabaikan dan budaya ikhtilât (campur baur) antara laki-laki dan perempuan mulai dibina melalui masa-masa dini seperti ini, yang dianggap enteng oleh kebanyakan orang. Kebanyakan orang tidak terlalu menghiraukan maksud yang terselubung di balik fenomena-fenomena semacam itu, sebagaimana mereka tidak peduli dan ambil pusing untuk mengetahui asal munculnya fenomena tersebut.

Contohnya, fenomena yang terjadi dalam bidang kreasi mode (trend pakaian) yang memalukan dan hina. Itu berasal dari para wanita jalang yang tak punya kehormatan, mereka menampilkan diri dengan mengenakan gaun busana yang trendi. Semua itu tiada lain merupakan tujuan utama pornografi dan kehinaan. Walhasil, pasar-pasar pun semarak oleh aneka ragam mode pakaian, sedang para wanita saling berebut untuk membelinya. Sungguh, seandainya mereka mengetahui kebobrokan yang ada di balik semua itu, niscaya mereka yang masih mempunyai rasa malu pasti menjauhinya.

Di antara berbagai fenomena yang diharamkan itu, adalah memakaikan anak-anak dengan pakaian-pakaian seronok, karena itu berpotensi untuk menjadikan mereka terbiasa mengenakan pakaian-pakaian maupun perhiasan, yang mengandung unsur tasyabbuh (penyerupaan) kepada orang-orang kafir, pornografi dan kebejatan.

Dan begitulah mereka telah menempuh aneka cara dan meneriaki kaum wanita dari segala penjuru, agar mau membuka hijab dan berdandan di depan umum. Terkadang dengan propaganda, dan terkadang dalam bentuk aksi atau perbuatan. Bahkan, tak segan-segan mereka harus menebarkan berbagai sarana kerusakan demi terealisasinya misi tersebut. Sehingga, banyak orang dihadapkan pada suatu masalah yang kompleks, dan tak jarang keimanan mereka akhirnya goyah karenanya. Maka, tiada daya dan kekuatan bagi manusia melainkan atas pertolongan Allah Ta`ala, Yang Maha Kuat dan Bijaksana.

Jadi, harus ada kalimat kebenaran (al-haq), yang mampu menyingkirkan kabut tebal yang menyelimuti para wanita kaum mukminin, dan mampu menangkal kejahatan kelompok yang mendukung barat, yang selalu memusuhi agama dan umat Islam. Juga, kalimat yang mengajak untuk beribadah kepada Allah Ta`ala dengan kewajiban mengenakan hijab, memelihara rasa malu dan ‘iffah (kesucian diri), dan ghaîrah (cemburu) terhadap para muhrim. Serta, kalimat yang memperingatkan mereka terhadap larangan-larangan Allah dan Rasul-Nya, seperti: tindakan memerangi keutamaan diri dengan tabarruj (berdandan) di depan umum, sufûr (mengumbar aurat), ikhtilât (berbaur) dengan laki-laki bukan muhrimnya, dan membelah buah ranum di hadapan para pengkhianat keutamaan diri dan penyeru kehinaan. Hal itu, agar citra wanita yang menjaga kesuciannya, mengatakan:

إِلَيْكَ عَنِّيْ , إِلَيْكَ عَنِّيْ فَلَسْتُ مِنْكَ وَلَسْتَ مِنِّيْ

Menjauhlah dariku,
menjauhlah dariku,
karena……
tiada suatu hubungan apa pun
antara diriku dan dirimu

Juga, agar dengan kalimat kebenaran tersebut, Allah Ta`ala mengukuhkan bagi siapa saja di antara hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, untuk menjaga muhrim-muhrim mereka dan melindungi istri-istri mereka dari propaganda-propaganda bejat ini. Dan, sungguh tiada satu pun dari propaganda-propaganda itu yang bisa dipahami sebagai suatu kebaikan. Hal itu, mengingat apa yang dilihat oleh kaum muslimin, yang berupa arus pornografi, budaya tak punya malu, sufûr (mengumbar aurat) dan maraknya praktek permesuman atau perzinaan di tengah-tengah komunitas Islam secara umum, yang dibanjiri dengan propaganda-propaganda menyesatkan ini.

Bahkan, media cetak pun ikut berperan dalam keburukan ini, yaitu dengan mempublikasikan pernyataan-pernyataan sebagian orang bejat dengan mempromosikan hobi para penjaja prostitusi, seperti: kata mejeng, dan ucapan sebagian orang-orang hina yang mengatakan, “Sesungguhnya ia gemar mejeng dengan para wanita keturunan baik”. Demikianlah di antara setumpuk ajakan yang mengarah kepada kebengalan nafsu dan kebejatan moral.

Siapa pun orangnya, apakah bapak, anak, saudara, suami ataupun yang lainnya, yang diberi amanat Allah Ta`ala untuk menangani urusan wanita agar takut kepada Allah Ta`ala, agar tidak membiarkannya menjauhi hijab dan memilih sufûr (pamer aurat), mengabaikan sifat kemalu-maluannya dan memilih ikhtilât (berbaur) dengan kaum laki-laki. Juga, agar takut untuk mengutamakan ambisi duniawi dan kesenangan nafsu atas suatu yang lebih baik dan kekal, yaitu: terjaganya kehormatan dan diperolehnya pahala yang besar di akhirat nanti.

Begitu pula, bagi para wanita muslimah agar bertakwa kepada Allah Ta`ala, berserah diri kepada-Nya, tunduk kepada tuntunan Rasulullah, Muhammad bin Abdullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak condong kepada kesia-siaan atau rayuan para penyeru kekejian. Barangsiapa yang memiliki iman yang benar dan keyakinan yang kuat, pastilah ia membentengi diri dan tetap berjalan di atas syariat Allah Ta`ala.

Berikut ini adalah sebuah risalah yang bisa menerangi jalan berkenaan dengan dasar-dasar atau prinsip-prinsip keutamaan diri beserta cara menjaganya, dan anjuran kepada para wanita yang beriman agar senantiasa komitmen dalam menjaganya. Di dalam risalah ini, juga diungkapkan motif terselubung di balik seruan kepada para wanita untuk berbuat kehinaan, sekaligus disampaikan peringatan bagi para wanita yang beriman agar tidak terjebak dan terjerumus di dalamnya. Dengan menjelaskan masalah pertama (keutamaan), tentu akan diketahui sanggahan dan bantahan terhadap masalah yang kedua (kehinaan).

Semua yang telah disebutkan di atas, insya Allah bisa memberi kepuasan, menjadi hidayah sekaligus nasihat baik bagi orang yang diterangi mata hatinya oleh Allah Ta`ala, dan yang dikehendaki untuk mendapat hidayah-Nya. Setiap orang pasti akan dihisab, maka hendaklah ia memperhatikan dari mana ia datang, dan kemana ia kembali. Sungguh aku telah menyampaikan, dan cukuplah Allah sebagai tambatanku dan Dia adalah sebaik-baik pelindung.

Risalah ini pada esensinya adalah ringkasan yang telah saya intisarikan dari sekitar dua ratus sumber, yang terdiri dari kitab, risalah dan makalah tentang wanita. Semua itu di luar kitab-kitab tafsir, hadis, fikih dan yang lainnya. Saya sengaja tidak ingin membebani risalah ini dengan menyandarkan sebagian ungkapan-ungkapan yang ada di dalamnya pada referensi asalnya. Sesungguhnya di antara hal yang dengannya Allah Ta`ala mengukuhkan hati kaum laki-laki dan perempuan yang beriman, adalah menampilkan beberapa rahasia al-Qur’an yang tersirat di dalam sekumpulan ayat-ayatnya. Dan, di dalam risalah ini terdapat sejumlah hal tersebut, sebagaimana yang akan Anda jumpai dalam lembaran-lembaran berikut.

Akhirnya, saya memohon kepada Allah Ta`ala agar menjadikan penulisan buku ini sebagai amalan yang diterima di sisi-Nya. Alhamdulillâhi rabbi al-‘âlamîn.

Pengarang

Bakr bin Abdullah Abu Zaid

1 / 4 / 1420 H

( Sebelumnya saya menulis semua kitab karangan saya dengan menggunakan istilah: “bi qalam: …“ (tulisan: …), mengingat ia lebih ringkas dibandingkan istilah: “ta’lîf: ..” (karangan: …), dan itu meniru istilah sebagian para pakar masa kini. Kemudian saya tahu bahwa penggunaan istilah tersebut ternyata buatan orang-orang barat yang lebih dikenal dengan sebutan “Hal baru yang masuk”. Mereka juga memiliki istilah lain, yaitu : “Nama pena” atau “Pen pal” yang dalam istilah kita dinamakan dengan “Nama pinjaman” atau “Nama samaran”.)