3. Musbil (orang yang memanjangkan kainnya melewati mata kaki).
4. Orang yang menjual hartanya dengan sumpah palsu (dusta).
5. Orang yang menyebut-nyebut pemberiannya.

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللّٰهُ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللّٰهِ مَنْ هُمْ؟ خَابُوا وَخَسِرُوا قَالَ: فَأَعَادَهُ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ. قَالَ: الْمُسْبِلُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ أَوْ الْفَاجِرِ وَالْمَنَّانُ.

“Tiga golongan yang Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka, tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat, tidak akan mensucikan mereka dan bagi mereka adzab yang pedih. Saya (Abu Dzar) bertanya, “Siapa mereka wahai Rasulullah? Alangkah pailit dan ruginya mereka! Rasulullah mengulang-ulangi perkataan tersebut tiga kali. Beliau bersabda, “Musbil (orang yang memanjangkan kainnya melewati mata kaki), orang yang menjual dagangannya dengan sumpah palsu (dusta) dan orang yang menyebut-nyebut pemberiannya. “ (HR. Muslim)

Musbil adalah orang yang memanjangkan kain dan bajunya sehingga melewati kedua mata kaki. Jika dia memanjangkannya karena sombong dan angkuh, maka dia berhak mendapatkan ancaman tersebut. Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

لاَ يَنْظُرُ اللّٰهُ إِلَى مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا.

“Allah tidak akan memandang kepada orang yang memanjangkan kainnya (melebihi kedua mata kaki) dengan sombong.” (Muttafaq ‘alaih).

Adapun jika memanjangkan kainnya bukan untuk tujuan menyombongkan diri, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,

مَا أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ مِنَ اْلإِزَارِ فَفِي النَّارِ.

“Kain yang berada di bawah kedua mata kaki tempatnya di neraka.” (HR. al-Bukhari).

Dengan demikian telah disinkronkan antara semua hadits tentang isbal, wallahu a’lam.

Sebaliknya wanita dianjurkan secara ijma’ untuk memanjangkan kainnya agar bisa menutupi (auratnya). Itulah sebabnya ketika Ummu Salamah mendengar larangan di atas (memanjangkan kain melebihi mata kaki) beliau bertanya, “Bagaimana yang diperbuat oleh wanita dengan ujung kainnya? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Dia memanjangkannya sejengkal.” Ummu Salamah bertanya,” Apabila masih terlihat tumit-tumitnya? Beliau bersabda, “Hendaknya memanjangkannya sehasta dan jangan lebih dari itu.” (HR. an-Nasa’i dan at-Tirmidzi).

Adapun orang yang menjual hartanya dengan sumpah palsu (dusta), maka dia adalah seorang yang meremehkan Allah subhaanahu wata’ala sehingga berani menawarkan hartanya kepada orang lain dengan berdusta kepada mereka, dia menguatkan kedustaannya dengan sumpah, dia berani dan tidak takut kepada keagungan Allah subhaanahu wata’ala. Dari Abdullah bin Abu Aufa bahwasanya seorang lelaki menawarkan dagangannya di pasar, dia bersumpah dengan nama Allah subhaanahu wata’ala bahwasanya dia telah menawarkan dagangannya itu dengan penawaran yang tidak pernah diberikan kepadanya, agar seorang muslim tertarik kepada dagangannya, maka turunlah ayat ini,

إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلًا

“Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang murah.” (Ali ‘Imran: 77). (HR. al-Bu-khari).

Disebutkan di dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu secara marfu’,

ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللّٰهُ ولا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ …ثُمَّ قَالَ : وَرَجُلٌ بَايَعَ رَجُلاً بِسِلْعَتِهِ بَعْدَ الْعَصْرِ فَحَلَفَ بِاللّٰهِ لأَخَذَهَا بِكَذَا وَكَذَا فَصَدَّقَهُ فَأَخَذَهَا وَهُوَ عَلىَ غَيْرِ ذٰلِكَ.

“Tiga golongan yang Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat, tidak akan mensucikan mereka dan bagi mereka adzab yang pedih. Kemudian beliau bersabda, “Dan seorang yang menjual barangnya kepada orang lain setelah shalat Ashar dan dia bersumpah kepada Allah bahwa dia membelinya dengan ini dan ini. Orang itu membenarkannya padahal dia tidak seperti yang dikatakannya.” (Muttafaq ‘alaih)

Dikhususkannya waktu setelah shalat Ashar karena mulianya (waktu tersebut) dan saat diangkatnya perbuatan (kepada Allah subhaanahu wata’ala), dan merupakan waktu berkumpulnya malaikat malam dan siang dan lainnya. Dikatakan juga karena waktu tersebut merupakan kebiasaan mereka untuk mengajukan pengaduan mereka (kepada hakim) dan mereka bersumpah di sisinya, wallahu a’lam.

Mannan, yaitu orang yang mengungkit-ungkit pemberiannya. Al-Mannu disebutkan oleh Imam al-Qurthubi adalah menyebut-nyebut nikmat untuk maksud menghitung-hitungnya dan menyakiti si penerima, misalnya dia berkata, “Saya telah berbuat baik kepadamu, saya telah mengangkat hidupmu dan yang serupa dengannya.”

Sebagian ulama berkata, “al-Mannu adalah menceritakan apa yang telah diberikan sehingga cerita tersebut sampai kepada yang menerimanya sehingga menyakiti hatinya. Menyebut-nyebut pemberian termasuk dosa besar. Dari Abu Umamah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ثَلاَثَةٌ لاَ يَقْبَلُ اللّٰهُ مِنْهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَرْفاً، وَلا عَدْلاً: عَاقٌّ، وَمَنَّانٌ، وَمُكَذِّبٌ بِالقَدَرٍ.

“Tiga golongan yang tidak diterima oleh Allah pada hari Kiamat tebusan dan bayarannya; Orang yang durhaka (kepada kedua orang tua), orang yang menyebut-nyebut pemberiannya dan orang yang mendustakan takdir.” (HR. ath-Thabrani dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani).

Menyebut-nyebut pemberian termasuk sifat yang tercela pada seorang hamba, karena biasanya sifat tersebut tidak terjadi kecuali karena bakhil, sombong, ujub dan lupa akan nikmat Allah subhaanahu wata’ala. Allah subhaanahu wata’ala menjelaskan bahwasanya menyebut-nyebut pemberian dan menyakiti hati penerimanya akan membatalkan pahala sedekah sebagaimana orang yang bersedekah karena riya’, Allah subhaanahu wata’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia.” (Al-Baqarah: 264)