Kementerian urusan wakaf dan keislaman (KUWK), Sabtu lalu, mengeluarkan fatwa yang isinya menyerahkan kepada Emir negara kaya minyak tersebut keputusan seputar hak politik wanita.

Dalam fatwa tersebut, kementerian menyiratkan adanya tiga pendapat seputar hal tersebut yang berkembang di Kuwait: pertama, mengharamkan secara mutlak. Kedua, membolehkan secara mutlak. Ketiga, membolehkan hak suara tetapi tidak pencalonan.

Keterangan komite fatwa di KUWK tersebut menegaskan bahwa dalam menyikapi masalah khilafiyyah di dalam Islam, maka terdapat kaidah fiqhiyyah yang menyatakan bahwa masalah tersebut harus diputuskan oleh penguasa.

Fatwa baru ini akan menggantikan fatwa yang telah dikeluarkan sebelumnya pada tahun 1985 yang secara terang-terangan mengharamkan wanita memberikan hak suara dan dipilih.

Pada tahun 1999, Syaikh Jabir, Emir Kuwait telah mengeluarkan surat keputusan kerajaan yang membolehkan wanita untuk memberikan hak suara dan dipilih. Keputusan ini kala itu didukung oleh pemerintah namun ditolak oleh Majlis Ummah (semacam DPR) yang ketika itu dikuasai para anggota legislatif dari kelompok Islam dan kabilah pada bulan november, di tahun itu juga.

Majlis umat, 7 maret lalu , memberikan tugas kepada kementerian pertahanan dan dalam negeri untuk mempercepat pembahasan seputar rancangan undang-undang baru yang memberikan hak politik wanita tersebut. (istod/AS)