Makna Iman

Definisi Iman

Menurut bahasa iman berarti pembenaran hati. Sedangkan menu-rut istilah, iman adalah:

تَصْدِيْقٌ بِاْلقَلْبِ، وَإِقْرَارٌ بِاللِّسَانِ، وَعَمَلٌ بِاْلأَرْكَانِ.

“Membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan meng-amalkan dengan anggota badan.”

Ini adalah pendapat jumhur. Dan Imam Syafi’i meriwayatkan ijma para sahabat, tabi’in dan orang-orang sesudah mereka yang seza-man dengan beliau atas pengertian tersebut.

Penjelasan Definisi Iman

“Membenarkan dengan hati” maksudnya menerima segala apa yang dibawa oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam .

“Mengikrarkan dengan lisan” maksudnya, mengucapkan dua ka-limah syahadat, syahadat “Laa ilaha illallahu wa anna Muhammadan Rasulullah” (Tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah dan bah-wa Muhammad adalah utusan Allah)

“Mengamalkan dengan anggota badan” maksudnya, hati menga-malkan dalam bentuk keyakinan, sedang anggota badan mengamalkan-
nya dalam bentuk ibadah-ibadah sesuai dengan fungsinya.

Kaum salaf menjadikan amal termasuk dalam pengertian iman. Dengan demikian iman itu bisa bertambah dan berkurang seiring dengan bertambah dan berkurangnya amal shalih.

Dalil-dalil Kaum Salaf

Para salaf bersandar kepada berbagai dalil, diantaranya adalah:

  • Firman Allah Subhannahu wa Ta’ala :
    “Dan tiada kami jadikan penjaga Neraka itu melainkan dari malai-kat; dan tidaklah kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang-orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab dan orang-orang mukmin tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (menyatakan), ‘Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?” (Al-Muddatstsir: 31).
  • Firman Allah Subhannahu wa Ta’ala :
    “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila di-bacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan se-bagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya.” (Al-Anfal: 2-4).

  • Sabda Rasulullah yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, ia berkata bahwasanya Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:

    (( الإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ، أَوْبِضْعٌ وَسِتُّوْنَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيْمَانِ ))

    “Iman itu tujuh puluh cabang lebih atau enam puluh cabang lebih yang paling utama adalah ucapan “la ilaha illallahu” dan yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan (kotoran) dari tengah jalan, sedang rasa malu itu (juga) salah satu cabang dari iman.” (HR. Muslim, 1/63).

  • Sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam , riwayat Abu Sa’id Al-Khudry, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:

    (( مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ ))

    “Siapa yang melihat kemungkaran di antara kalian, maka hen-
    daklah ia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya, jika ia tidak mampu maka dengan lisannya, dan jika ia tidak mampu maka dengan hatinya, dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim, 1/69).

Bagaimana Dalil-dalil Tersebut Menunjukkan bahwa Iman Dapat Bertambah dan Berkurang

Dalil Pertama:
Di dalamnya terdapat penetapan bertambahnya iman orang-orang mukmin, yaitu dengan persaksian mereka akan kebenaran nabinya berupa terbuktinya kabar beritanya sebagaimana yang tersebut dalam kitab-kitab samawi sebelumnya.

Dalil kedua:

Di dalamnya terdapat penetapan bertambahnya iman dengan mendengarkan ayat-ayat Allah bagi orang-orang yang disifati oleh Allah, yaitu mereka yang jika disebut nama Allah tergeraklah rasa ta-kut mereka sehingga mengharuskan mereka menjalankan perintah dan menjauhi larangannya. Mereka itulah orang-orang yang bertawakkal kepada Allah. Mereka tidak mengharapkan selainNya, tidak menuju kecuali kepadaNya dan tidak mengadukan hajatnya kecuali kepada-Nya. Mereka itu orang-orang yang memiliki sifat selalu melaksanakan amal ibadah yang di syariatkan seperti shalat dan zakat. Mereka adalah orang-orang yang benar-benar beriman, dengan tercapainya hal-hal tersebut baik dalam i’tiqad maupun amal perbuatan.

Dalil ketiga:

Hadits ini menjelaskan bahwa iman itu terdiri dari cabang-cabang yang bermacam-macam, dan setiap cabang adalah bagian dari iman yang keutamaannya berbeda-beda, yang paling tinggi dan paling uta-ma adalah ucapan “la ilaha illallah” kemudian cabang-cabang sesu-dahnya secara berurutan dalam nilai dan fadhilah-nya sampai pada cabang yang terakhir yaitu menyingkirkan rintangan dan gangguan dari tengah jalan. Adapun cabang-cabang antara keduanya adalah sha-lat, zakat, puasa, haji dan amalan-amalan hati seperti malu, tawakkal, khasyyah (takut kepada Allah) dan sebagainya, yang kesemuanya itu dinamakan iman.

Di antara cabang-cabang ini ada yang bisa membuat lenyapnya iman manakala ia ditinggalkan, menurut ijma’ ulama; seperti dua kali-mat syahadat. Ada pula yang tidak sampai menghilangkan iman me-nurut ijma’ ulama manakala ia ditinggalkan; seperti menyingkirkan rintangan dan gangguan dari jalan.

Sejalan dengan pengamalan cabang-cabang iman itu, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya, maka iman bisa bertambah dan bisa berkurang.

Dalil keempat:

Hadits Muslim ini menuturkan tingkatan-tingkatan nahi munkar dan keberadaannya sebagai bagian dari iman. Ia menafikan (meniada-
kan) iman dari seseorang yang tidak mau melakukan tingkatan terendah dari tingkatan nahi munkar yaitu mengubah kemungkaran dengan hati. Sebagaimana disebutkan dalam sebagian riwayat hadits:

(( وَلَيْسَ وَرَاءَ ذلِكَ مِنَ اْلإِيْمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ ))

“Dan tidak ada sesudahnya sebiji sawi pun dari iman.” (HR. Muslim, Kitab Al-Iman, Bab Bayanu Kurhin Nahyi Anil Mungkar).

Berdasarkan hal ini maka tingkatan di atasnya adalah lebih kuat keimanannya. Wallahu a’lam!