CLAREMONT–Kebebasan beribadah dan kemerdekaan sipil di Abang Sam, hingga kini masih berlaku setengah hati bagi komunitas Muslim. Gara-gara melakukan salat di dekat mobil, Faheem Mohammad, 22 tahun, dan temannya harus bermasalah dengan polisi.

Polisi begitu curiga hingga mengecek nama mereka di daftar pengawasan teroris nasional dan bahkan memasukkan nama mereka bersama para tersangka teroris lain. Polisi tersebut bahkan sempat menahan Fahem dan enam pemuda atas tuduhan “perilaku mencurigakan”. Insiden itu terjadi pada Desember lalu. Saat itu, mereka melakukan salat tempat umum, dalam perjalanan melintasi kawasan Henderson, Nevada.

Akibat insiden tersebut, kantor Dewan Hubungan Muslim-Amerika (CAIR) mengisi keluhan praktek salah-penindakan terhadap petugas kepolisian, Maret ini, dengan argumen bahwa perilaku para pemuda itu tidaklah cukup mencurigakan hingga layak dihentikan atau ditahan hingga hampir satu jam.

Dalam laporan keluhan dituliskan pula, seorang petugas polisi bisa menahan seseorang jika si petugas secara rasional meyakini bahwa orang tersebut terlihat melakukan kejahatan, demikian ujar staf legal CAIR, Ameena Mirza Qazi.

“Para petugas tak memiliki alasan untuk menahan anak-anak muda itu,” ujar Ameena. “Amandemen keempat melindungi orang dari penggeledahan dan penahanan tanpa alasan, dan kami khawatir itulah yang telah dilakukan oleh petugas. Padahal para pemuda itu tidak terlibat dalam tindak kriminal.”

Unit urusan dalam Departemen Kepolisian Henderson (HPD) kini tengah menginvestigasi insiden tersebut, demikian menurut jurbicara kepolisian, Keith Paul. Ia mengatakan pihak departemen belum dapat berkomentar lebih jauh.

Kronologis Insiden
Saat itu, Faheem dan kawan-kawannya baru saja pulang dari Taman Nasional Zion saat liburan akhir pekan. Mereka berhenti di Henderson untuk makan siang di restoran Chili.

Setelah bersantap, mereka mengemudi ke SPBU terdekat, mengisi bensin lalu melakukan salat berjamaah di tempat parkir di sebelah SPBU>

Tiba-tiba seusai mereka salat, dua polisi mendatangai dan memerintah. “Jangan masuk ke dalam mobil dan perlihatkan tangan kalian agar kami dapat melihat,” demikian tutur Faheem. “Kami bertanya apa yang terjadi, karena kami baru saja salat. Mereka mengatakan mereka mendapat dua laporan telepon tentang aktivitas mencurigakan,” imbuh Faheem.

Menurut Laporan HPD, penelpon menggambarkan aktivitas mencurigan sebagai sejumlah lelaki Timur-Tengah ‘mencium’ tanah. “Sangat absurd,” ujar Faheem. “Salah satu polisi bahkan berkata ‘Kamu tahu kamu sedang beribadah, tapi orang lain tidak. Kami pun tak tahu apa yang kalian katakan, Siapa tahu berbunyi saya harap membunuh polisi hari ini.”

Semua pemuda itu di usia awal 20. Mereka diminta duduk bawah dekat mobil ketika petugas mengecek kartu identitas mereka. Satu polisi mengacukan pistol kepada mereka, demikian tutur Faheem.

“Kami dilecehkan dan dihina. “Kami adalah warga Amerika, Salah satu dari kami malah dari keluarga veteran. Tapi kami diperlakukan seperti warga kelas dua.”

Ketujuh pria tersebut terus bersikeras bahwa mereka baru saja sekedar ibadah dan mereka memiliki hak sesuai undang-undang untuk melakukan itu. Menurut laporan polisi pula, nama mereka dicatat dalam daftar pengawasan “Teroris Screen Center”, yang membuat Faheem kian cemas.

“Nama Muslim begitu serupa,” ujarnya. “Dan mereka mengambil informasi pribadi kami, di mana kami bekerja, kami tinggal. Kami tidak tahu apa yang terjadi dengan informasi tersebut, dan di daftar mana kami akan tercantum selamanya,”

Di Amerika, FBI menyusun daftar pengawasn dan melacak tersangka teroris di negara tersebut. “Kami harap kasus tersebut tidak menjadikam mereka sebagai orang yang harus diawasi,” ujar Ameena.

Petugas pun menggeledah mobil mereka. “Jika mereka kami berusaha menolak karena (petugas-red) mengatakan pemeriksaan itu adalah opsional, mereka bisa saja berkata “Apa yang kalian sembunyikan. Jadi kami dapat mengerti. Namun satu jam duduk di jalan aspal sungguh tak masuk akal,” ujar Faheem.

Begitu input data kartu identitas selesai, para pemuda itu pun dilepaskan. “Begitu kami kembali menyetir, suasana di mobil begitu sunyi mencekat,” tutur Faheem. “Kami shock dan frustasi. Bagi sebagian orang, itu adalah pertama kali mengalami kontak dengan polisi.”

Efek Stereotipe
Seorang asisten profesor dari Pomona College, Collin Beck, mengatakan, hal itu memang sangat menyedihkan namun tidak mengejutkan baginya. “Ketika ada sterotip pada kelompok komunitas melakukan aktivitas tertentu, orang akan cenderung merespon sesuai dengan sterotip yang bekembang ketimbang realita saat itu,” ujar Collin.

“Para petugas yang bereaksi berlebihan harus meminta maaf, mendapat pelatihan dalam memahami Islam dan berinteraksi dengan komunitas Muslim,” ujar profesor bidang agama dan hubungan internasional dari Georgetown University, John Esposito.

“Dalam beberapa tahun terakhir, departemen kepolisian dan militer telah menyadari dan berupaya memenuhi kebutuhan untuk melatih personel mereka,” kata Esposito. “Masalah ini bukan perkara ‘perilaku mencurigakan’ Muslim, melainkan perilaku tidak benar Departemen Kepolisian Henderson, yang mengabaikan kebebasan beragama dan kemerdekaan sipil warga Muslim,”

Para petugas pun akhirnya mengakui kepada Faheem dan teman-temanya, bahwa mereka tidak tahu bagaimana seharusnya memperlakukan insiden tersebut, demikian ungkap Ameena dan bertanya pada mereka, kedepan, bagaimana seharusnya mereka merespon.(db/an)