Bulan Muharrom sebentar lagi tiba, bulan tersebut merupakan salah satu bulan haram yang dimaksudkan oleh firman Allah ‘Azza wa Jalla,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (Qs .at-Taubah: 36). Ini sebagaimana dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya,

السَّنةُ اثْنَا عَشَر شَهْرًا، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُم: ثَلاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ: ذُو الْقعْدة، وَذو الْحجَّةِ، والْمُحرَّمُ، وَرجُب مُضَر الَّذِي بَيْنَ جُمادَى وَشَعْبَانَ

Di dalam satu tahun ada dua belas bulan dan di antaranya terdapat empat bulan yang mulia, tiga di antaranya berturut-turut; Dzulqi’dah, Dzulhijjah dan Muharram, dan Rajab yang berada di antara bulan Jumada ats-Tsani dan Sya’ban.” (HR. al- Bukhari, no.4385).

Bulan Muharram adalah bulan yang mulia. Bahkan, bulan yang paling mulia setelah bulan Ramadhan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya oleh Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, “bulan apakah yang paling mulia ? beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,

شهرُ الله الذي تدعونهُ المحرَّم

“seutama-utama bulan adalah bulan Allah yang kalian menyebutnya “al-Muharrom“.(HR. an-Nasa-i, no. 4216)

Banyak hal yang menunjukkan kemuliaan atau keutamaan bulan ini, di antaranya, yaitu,

1. Dilarangnya seseorang melakukan kezhaliman pada bulan tersebut.

Hal ini seperti ditunjukkan oleh zhahir ayat, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ (maka janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam bulan tersebut,) (Qs. at-Taubah :36). Namun, tidak berarti bahwa kezhaliman boleh dilakukan pada bulan-bulan lainnya. Karena, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam hadits Qudsi,

يا عبادي إني حرمت الظلم على نفسي وجعلته بينكم محرما فلا تظالموا

Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezhaliman atas diriKu dan Aku menjadikan kezhaliman itu haram di antara kalian. Oleh karena itu, janganlah kalian saling menzhalimi satu sama lain (HR. Muslim, no.6737)

2. Pahala amal shaleh yang dilakukan pada bulan ini lebih besar dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Demikian pula dosa yang dilakukan pada bulan tersebut.

Ketika mengomentari firman Allah ‘Azza wa Jalla, artinya, “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan … hingga firmanNya, “maka janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam bulan tersebut”, Ibnu Abbas y mengatakan, “yakni, dalam seluruh bulan, kemudian, Allah ‘Azza wa Jalla khususkan dari bulan-bulan tersebut empat bulan, yang Allah jadikan sebagai bulan-bulan yang mulia dan mengagungkan kemuliaannya, dan menetapkan perbuatan dosa di dalamnya sangat besar, begitu pula dengan amal shalih pahalanya begitu besar.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/148).

3. Puasa di bulan ini merupakan puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أفضل الصيام بعد رمضان شهر الله المحرم

Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah (puasa di) bulan Allah al-Muharram. (HR. Muslim, no. 2812).

4. Pada bulan ini terdapat hari khusus, yaitu hari ‘Asyuro yang bila mana seseorang berpuasa pada saat itu, maka kesalahan setahun sebelumnya dihapuskan.

Abu Qatadah Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya mengenai puasa pada hari ‘Asyura`, beliau menjawab:

يُكفِّر السنة الماضية

(Puasa ‘Asyuro) akan menghapus dosa-dosa sepanjang tahun yang telah berlalu.” (HR. Muslim, no. 1162)

5. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mencari keutamaannya dengan melakukan amal shaleh, di antaranya dengan berpuasa. Bahkan, beliau sangat menjaga puasa pada hari ‘Asyura

Ubaidillah bin Abu Yazid meriwayatkan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu ditanya tentang, “ puasa ‘Asyuro “. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,

ما علمت أن رسول الله صلى الله عليه وسلم صام يومًا يطلب فضله على الأيام إلا هذا اليوم

Tidaklah aku mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada suatu hari dimana beliau mencari keutamaannya atas hari-hari yang lainnya kecuali hari ini. (HR. Muslim, no.2718).

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu juga berkata,

مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ إِلَّا هَذَا اليَوْمَ ، يَوْمَ عَاشُورَاءَ

Tidaklah aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lebih menjaga puasa pada hari yang diutamakannya dari hari yang lain kecuali hari ini, yaitu ‘Asyuro.” (HR. al Bukhori dan Muslim)

6. Pada bulan ini, terdapat suatu hari di mana terjadi peristiwa agung dan pertolongan yang nyata. Allah ‘Azza wa Jalla menampakkan kebenaran atas kebatilan, di mana Allah menyelamatkan Musa ‘alaihissalam beserta kaumnya dan Allah ‘Azza wa Jalla menenggelamkan Fir’aun berserta bala tentaranya.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi kota Madinah, lalu didapatinya orang-orang Yahudi berpuasa di hari ‘Asyura. Maka beliau pun bertanya kepada mereka, “Hari apakah ini, hingga kalian berpuasa?” mereka menjawab, “Hari ini adalah hari yang agung, hari ketika Allah memenangkan Musa dan kaumnya, dan menenggelamkan Fir’aun serta kaumnya. Karena itu, Musa berpuasa setiap hari itu untuk menyatakan syukur, maka kami pun melakukannya.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kami lebih berhak dan lebih pantas untuk memuliakan Musa daripada kalian.” Kemudian beliau pun berpuasa dan memerintahkan (para sahabat) agar berpuasa di hari itu. (HR. Al-Bukhari no. 3145 dan Muslim no. 1130)

=>Ia Pun Ternoda
Sungguh sangat menyedihkan tatkala kita menyaksikan beragam fenomena di negeri kita Indonesia, bahkan di belahan bumi lainnya yang memperlihatkan kepada kita perilaku sebagian orang atau sekelompok orang yang menisbatkan dirinya kepada Islam justru menodai kemuliaan bulan Muharram yang mulia ini. Banyak bentuknya, dua di antaranya, yaitu,

Pertama, Keyakinan “ Bulan Muharram sebagai Bulan Kesialan “

Keyakinan seperti ini adalah keyakinan yang keliru yang akan menodai kemuliaan bulan yang mulia ini. Sungguh sangat menyedihkan ternyata keyakinan ini banyak menjangkiti keyakinan banyak masyarakat di negeri kita, Indonesia dan tidak mustahil menjangkiti pula keyakinan sebagian orang yang ada di penjuru dunia.

Mereka lebih mengenal bulan ini dengan nama “ bulan Syuro”. Oleh karena itu banyak sekali diadakan acara-acara selamatan pada bulan ini dengan maksud menolak kesialan, dalam anggapan mereka. Karena keyakinan ini, mereka takut untuk mengadakan pernikahan, atau kegiatan yang mereka anggap penting lainnya. Mereka khawatir jika melakukannya akan ditimpa kesialan atau musibah dan bencana.

Keyakinan seperti ini adalah model keyakinan orang-orang arab Jahiliyyah. Bedanya, kalau bulan sial menurut orang Jahiliyyah adalah bulan Shafar, adapun bulan sial menurut sebagian masyarakat Indonesia adalah bulan “ Muharram atau syuro “. Semua ini sangat bertentangan dengan ajaran islam.

Kedua, Ratapan dan Kesedihan

Ini adalah bentuk yang lain dari hal yang akan menodai kemuliaan bulan yang mulia ini. Pada hari ke-10 dari bulan ini, yang dikenal dengan Asyuro, al-Husain bin Ali bin Abu Thalib meninggal dunia, di tahun 61 H.

Peristiwa itu mengakibatkan terjadinya keburukan di tengah manusia. Sehingga muncullah kelompok yang jahil lagi zalim dan melampaui batas, menampakkan loyalitas semu kepada ahlulbait dan menjadikan hari Asyuro sebagai hari berkabung, kesedihan dan ratapan. Pada hari itu mereka menampakkan syi’ar jahiliyah seperti menampar-nampar wajah, mencabik-cabik pakaian dan berbelasungkawa dengan cara jahiliyah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْلَطَمَ الخُدُودَ ، وَشَقَّ الجُيُوبَ ، وَدَعَا بِدَعْوَى الجَاهِلِيَّةِ

Bukanlah termasuk (ajaran) kami siapa yang menampar-nampar wajah, mencabik-cabik pakaian dan berdoa dengan doa jahiliyah (ketika ditimpa musibah).”(HR.al-Bukhori)

Perbuatan mereka itu menyelisihi syari’at Allah ‘Azza wa Jalla. Yang diperintahkan Allah ‘Azza wa Jalla dan rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam ketika tertimpa musibah yaitu bersabar, mengembalikannya kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan mengharap balasan pahala, sebagaimana yang Allah ‘Azza wa Jalla firmankan, artinya, “Dan kabarkanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan : “إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ” Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orangorang yang mendapat petunjuk. “ (Qs.al-Baqarah : 155-157)

Namun aneh tapi nyata, apa yang mereka lakukan tersebut di atas justru dianggap dan diyakini sebagai salah satu cara pendekatan diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan dapat menghapus seluruh dosa mereka yang terjadi pada tahun sebelumnya. Mereka tidak sadar kalau sebenarnya apa yang mereka lakukan jusru mengharuskan penolakan dan menjauhkan mereka dari rahmat Allah ‘Azza wa Jalla.

Sangat benar yang Allah ‘Azza wa Jalla firmankan dalam kitab-Nya, artinya, “Maka apakah orang yang dijadikan (setan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu ia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh setan) ? maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya; maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.” (Qs.Faathir:8) (al-Bida’ al-Hauliyyah, 1/108)

Akhirnya, semoga Allah ‘Azza wa Jalla memberikan taufiq kepada kita untuk menjaga kemuliaan bulan yang mulia ini dengan amal shaleh yang disyariatkan dan tidak menodainya dengan kemaksiatan apapun bentuknya. Aamiin. Wallahu a’lam
(Redaksi)

Referensi :
1. al-Bida’ al-Hauliyyah, Abdullah bin Abdul Aziz bin Ahmad at-Tuwaijiri
2. Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dll.