Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ آمَنُوا امْرَأَتَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

 “Dan Allah membuat perumpamaan untuk orang-orang yang beriman (yaitu) istri Fir’aun, ketika dia berkata, ‘Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.’” (QS. At-Tahrim: 11).

 

Sekilas tentang Istri Fir’aun

Menurut penuturan Ibnu Katsir, Para Ahli Tafsir menyatakan bahwa Istri Fir’aun bernama Asiyah binti Muzahim bin Ubaid bin Ar-Rayyan bin Al-Walid. Ar-Rayyan bin Al-Walid adalah Fir’aun (1) yang hidup di zaman Nabi Yusuf ‘alaihis salam. Dinyatakan pula Asiyah adalah wanita dari Bani Isra’il, satu rumpun (suku) dengan Nabi Musa ‘alaihis salam. Dinyatakan pula bahwa ia adalah bibinya Nabi Musa ‘alaihis salam sebagaimana diriwayatkan oleh As-Suhaili. Wallahu A’lam. (2)

Sebelumnya, Asiyah adalah istri dari Fir’aun yang bernama Qabus bin Mush’ab bin Mu’awiyah, lalu Qabus meninggal dan digantikan oleh saudaranya yaitu Al-Walid bin Mush’ab. AI-Walid mewarisi takhta saudaranya menjadi fir’aun berikutnya dan memperistri Asiyah. (3) Fir’aun inilah yang sangat kejam dan bengis, bahkan Ia mengaku sebagai tuhan sebagaimana dalam kisah Tukang Sisir Putri Fir’aun. (4)

Asiyah adalah wanita yang mengasuh dan melindungi Musa Kecil dari kejahatan Fir’aun yang membunuh setiap anak laki-laki yang lahir dari Bani Israil. Suatu saat, ketika Musa Kecil di pangkuan Fir’aun sedang bermain dan bercanda bersamanya, Musa menarik jenggotnya lalu Fir’aun menamparnya dan ingin membunuhnya karena khawatir justru anak ini yang nanti akan melengserkan kekuasaanya, tapi Asiyah selalu membela Musa dan mengemukakan alasan agar ia tidak dibunuh. (5)

Ketika Musa telah dewasa terjadilah peristiwa yang menyebabkan Musa meninggalkan Mesir, yaitu Musa membunuh seorang dari Suku Qibthi secara tidak sengaja ketika Musa mendapatinya sedang bertengkar dengan seorang dari Bani Israil. Musa melarikan diri ke Madyan dan ketika hendak kembali ke Mesir bersama keluarganya, di perjalanan ia diangkat menjadi rasul (utusan) Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia datang ke Mesir diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengajak Fir’aun kepada tauhid dan menyelamatkan Bani Isra’il dari kekejamannya. (6)

Akhirnya, keimanan terhadap kebenaran ajaran Musa masuk ke dalam hati Asiyah, namun ia masih menyembunyikannya dari suaminya. Maka, tatkala ia mendengar kemenangan Musa beradu kekuatan dengan para tukang sihir Fir’aun dan menyaksikan penyiksaan kepada Tukang sisir Putrinya yang mempertahankan imannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, Asiyah menyatakan keimanannya di hadapan Fir’aun secara terang-terangan.

Fir’aun marah besar dan menyuruh para prajurit untuk mengikatnya di padang pasir yang panas. Dibentangkan kedua tangan dan kakinya lalu diikat dan disiksa sampai mati. Ketika itu, Asiyah berdoa, ”Ya Allah, bangunkanlah untukku rumah di sisi-Mu di dalam surga”. Ia tersenyum melihat rumah itu (di Surga). Fir’aun mengolok-oloknya dan menganggapnya telah gila karena keyakinannya itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala ambil ruh Asiyah dan memasukannya ke dalam surga. (7)

 

Secercah Hidayah dan Teladan pada diri Asiyah

Saudaraku, inilah iman apabila telah merasuk ke dalam hati dan jiwa pemiliknya, ia bagai batu karang yang kokoh walaupun diterjang badai yang dahsyat, betapapun berat ujian menimpanya, walaupun harus kehilangan nyawa dan hartanya, ia tetap teguh dengan keimanannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ

 “Dan Allah teguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang kokoh (tauhid) di dunia dan akhirat. Dan Allah sesatkan orang-orang yang zalim dan Dia melakukan apa yang dikehendaki-Nya.” (QS. Ibrahim: 27).

Orang yang beriman memberikan segala loyalitasnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berlepas diri dari segala kekufuran dan para pelakunya. Inilah konsekuensi keimanan.(8) Asiyah telah membuktikannya dengan penuh kesabaran dan keteguhan. Ia tebus kecintaannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akhirat yang kekal abadi dengan rela kehilangan segala yang ia miliki di dunia ini. Inilah hakikat tauhid dan hidayah. Segala pengorbanan, cinta dan berserah diri mutlak untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (162) لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

“Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah, Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (kepada-Nya).’” (QS. Al-An’am: 162-163).

 

Untukmu wahai para istri..

Kisah Asiyah di atas tersirat pesan yang sangat dalam, khususnya bagi para istri yang telah mengenal agama dan sunnah secara baik namun suaminya belum mengenal agama secara baik. Banyak kita dapati para istri terlalu cepat meminta gugat cerai dari suaminya padahal masih dalam permasalahan yang bisa dikomunikasikan dengan baik, karena anggapannya suami tidak mengenal sunnah dan sebagainya. Jika istri mampu bersabar, merupakan ladang yang sangat besar untuk meraih pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

lnilah Asiyah, ia hidup bersuamikan thaghut, namun tetap sabar berbakti kepadanya sampai benar-benar perkaranya jelas untuk berlepas diri darinya dan perbuatannya. Cerminan shalihah yang patut untuk ditiru. Sebuah proses yang panjang, butuh waktu dan kesabaran.

Wahai para istri, yang patut untuk anda syukuri saat ini adalah keislaman suamimu, ia adalah modal utama untuk menjadi lebih baik dengan bimbingan dan kesabaranmu. Interaksi dan kebaktianmu yang tulus kepadanya semoga bisa membuka hatinya untuk menerima hidayah sebagimana engkau telah mendapatkannya. Bersimpuhlah di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala Dzat yang membolak-balikan hati, menangis dan memohonlah di setiap munajatmu kepada-Nya, khususnya di sepertiga malam terakhir. Doakan suamimu agar mendapatkan taufik-Nya. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha mengabulkan doa.

Wahai para istri, perceraian adalah jalan terakhir di saat tidak ada lagi jalan keluar untuk memperbaiki keadaan. Pikirkanlah segala permasalahan dengan baik. Janganlah terburu-buru, agar tidak terjadi penyesalan. Ingatlah, suamimu adalah surga atau nerakamu, maka bertakwalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dari Hushain bin Mihshan radhiyallahu ‘anhu ia berkata:

حَدَّثَتْنِى عَمَّتِى قَالَتْ : أَتَيْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فِى بَعْضِ الْحَاجَةِ، فَقَالَ: أَىْ هَذِهِ أَذَاتُ بَعْلٍ أَنْتِ؟. قُلْتُ: نَعَمْ. قَالَ: كَيْفَ أَنْتِ لَهُ؟. قَالَتْ: مَا آلُوهُ إِلاَّ مَا عَجَزْتُ عَنْهُ. قَالَ: فَأَيْنَ أَنْتِ مِنْه فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ

 “Bibiku bercerita kepadaku, ‘Aku pernah datang kepada Nabi untuk suatu keperluan, lalu beliau bersabda, ‘Apakah kamu sudah bersuami?’ Aku menjawab, ‘Sudah,’ Beliau bersabda lagi, ‘Bagaimana kewajibanmu terhadapnya?’ Aku menjawab, ‘Aku melayaninya dengan sungguh-sungguh kecuali dalam hal yang tidak aku mampu.’ Beliau bersabda lagi, ‘Bagaimana kedudukanmu darinya? Sesungguhnya suamimu adalah surga dan nerakamu.’” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak no. 2769, Ia menshahihkannya dan disepakati oleh Adz-Dzahabi). Wallahu A’lam. (Amirudin bin Salimin Bashori, Lc., MSI).

 

Footnote:

(1) Fir’aun adalah gelar untuk para raja Mesir dalam Sejarah Mesir Kuno. (Al-Mu’jamul Wasith, hal. 708).

(2) Lihat Al-Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir, 2/37.

(3) Lihat Al-Kamil fit Tarikh, Ibnul Atsir, 1/130.

(4) Lihat Majalah Shafa Th. II edisi 1 hal. 28-29.

(5) Lihat Al-Kamil fit Tarikh, Ibnul Atsir, 1/133 secara lengkap.

(6) Lihat kisah selengkapnya dalam Surat Thaha dan Al-Qashash.

(7) Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 8/193-194 & Al-Kamil fit Tarikh, Ibnul Atsir, 1/133 secara ringkas.

(8) Lihat Fathul Majid, Abdurrahman Alu Syaikh, hal. 82-99 secara lengkap.