Ibadah Tujuan Hidup

Sesungguhnya ibadah itu merupakan tujuan yang dicintai dan diridai Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Untuk tujuan itulah jin dan manusia diciptakan-Nya, sebagaimana Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” (adz-Dzariyat: 56)

Dan karena itu pula para utusan-Nya yang mulia diutus, dan kitab-kitab-Nya yang agung diturunkan. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

Sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), Sembahlah Allah dan jauhilah thagut!  (an-Nahl: 36)

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-juga berfirman,

 وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

“Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Nabi Muhammad), melainkan Kami mewahyukan kepadanya bahwa tidak ada tuhan selain Aku. Maka, sembahlah Aku (al-Anbiya: 25)

Ayat-ayat yang semakna dengan ini sangatlah banyak.

 

Ibadah Pondasi Kebahagiaan

Wahai orang-orang yang beriman! Ibadah merupakan pondasi kebahagiaan, jalan keberuntungan, tanda kebahagiaan seorang hamba di (kehidupan) dunianya dan (di kehidupan) akhiratnya. Maka, tidak ada kehidupan yang menyenangkan dan tidak pula ada kebahagiaan dalam kehidupan dunia ini dan di negeri yang kekal abadi (akhirat) kecuali dengan mewujudkan peribadatan kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- yang merupakan hak Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- atas para hamba-Nya.

 

Bila Bagus dalam Bermuamalah dengan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-

Wahai orang-orang yang beriman! Kehidupan seorang insan apabila ia memperbagus muamalahnya dengan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan mewujudkan kesempurnaan sikap menghadapkan diri kepada-Nya, niscaya kehidupannya itu kesemuanya berjalan sebagai ibadah kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Sebagaimana Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ . لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

Katakanlah (Nabi Muhammad), Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.

Tidak ada sekutu bagi-Nya. Itulah yang diperintahkan kepadaku. Aku adalah orang yang pertama dalam kelompok orang muslim. (al-An’am: 162-163)

 

Ibadah Tidak Terbatas Pada Amal Tertentu

Wahai orang-orang yang beriman! Ibadah itu tidaklah terbatas pada amalan tertentu atau (terbatas) pada suatu ketaatan yang dilakukan  di dalam masjid saja. Akan tetapi, ibadah itu lebih menyeluruh dan lebih umum cakupannya. Maka, ibadah itu dapat dilakukan dengan hati, lisan dan anggota badan.

Ibadah Hati

Adapun ibadah hati kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, maka hal itu dengan keimanan seorang hamba kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, dan kepada segala sesuatu yang Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- perintahkan untuk mengimaninya.

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ

“Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat, melainkan kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari Akhir, malaikat-malaikat, kitab suci, dan nabi-nabi…” (al-Baqarah: 177)

Maka, beriman kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan kepada segala hal yang Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- perintahkan untuk mengimaninya merupakan landasan ibadah yang di atasnyalah berdiri ibadah itu dan merupakan rukun-rukunnya yang diatasnyalah ibadah itu dibangun. Sementara, Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Siapa yang kufur setelah beriman, maka sungguh sia-sia amalnya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi. (al-Maidah: 5)

Dan masuk pula dalam kategori ibadah semua bentuk peribadatan berupa amal-amal shaleh dan tindakan-tindakan suci yang dilakukan oleh hati seorang mukmin sebagai sebuah ketaatan kepada-Nya, peribadatan kepada-Nya dan dalam rangka untuk mencari keridhaan-Nya; seperti, mencintai-Nya, takut kepada-Nya, sabar terhadap ketentuan hukum-Nya, bertawakkal kepada-Nya, ridha terhadap-Nya dan ridha dengan ketetapan-ketetapan-Nya, mengharap kepada-Nya, kembali kepada-Nya, malu kepada-Nya, dan lain sebagainya berupa peribadatan-peribadatan yang dilakukan oleh hati.

 

Ibadah Lisan

Adapun ibadah lisan, yang paling agung adalah mengucapkan dua kalimat syahadat, kalimat tersebut merupakan pondasi Islam dan pilarnya yang di atas-nyalah dibangun bangunan Islam. Demikian pula semua perkataan-perkataan yang suci, kata-kata yang baik, ucapan-ucapan yang benar yang dikatakan oleh seseorang dengan lisannya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan para makhluk (yaitu, Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-). Kesemuanya itu masuk dalam cakupan makna ibadah. Seperti, Dzikrullah (mengingat Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-), membaca kitab-Nya, amar makruf nahi munkar, dakwah menyeru dan mengajak manusia kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, mengajarkan ilmu, dan yang lainnya. Kesemua hal itu termasuk bentuk ibadah.

 

Ibadah Anggota Badan

Adapun ibadah anggota badan adalah amalan-amalan badan yang dilakukan oleh orang yang melakukannya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, berupa shalat, puasa, haji, berbuat baik, dan hal-hal lainnya berupa amal ketaatan yang dicintai oleh Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Maka, kesemua hal tersebut termasuk dalam cakupan makna ibadah.

 

Ibadah Maliyah

Masuk juga dalam cakupan makna ibadah adalah ibadah-ibadah maliyah (ibadah-ibadah yang terkait dengan harta), apa-apa yang diinfakkan oleh seorang hamba berupa nafkah-nafkah dan apa-apa yang dikeluarkannya berupa zakat di mana ia bermaksud untuk mendekatkan diri kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Kesemua hal tersebut termasuk bentuk ibadah. Maka, zakat yang diwajibkan merupakan ibadah, sedekah yang disunnahkan merupakan ibadah, menolong orang-orang yang membutuhkan dan membantu orang lain yang fakir, para janda, atau yang lainnya yang dilakukan dengan maksud untuk mendekatkan diri kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, kesemua hal tersebut masuk dalam cakupan ibadah.

Di dalam ash-Shahih disebutkan hadis dari Sa’d -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ– bersabda,

وَلَسْتَ تُنْفِقُ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللهِ إِلَّا أُجِرْتَ بِهَا حَتَّى اللُّقْمَةَ تَجْعَلُهَا فِي فِيّ امْرَأَتِكَ

“Dan tidaklah engkau berinfak di mana dengannya engkau mencari wajah Allah melainkan engkau akan diberikan ganjaran karenanya, sampai pun suapan makanan yang engkau letakkan pada mulut istrimu.” (HR. al-Bukhori, no. 3935)

Ya, apabila engkau memberikan nafkah kepada istri dan anakmu, engkau bersungguh-sungguh di dalam memberikan makan-minum dan berlaku baik kepada mereka di mana dengan itu engkau bermaksud untuk mendekatkan diri kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, dengan hal itu engkau mengharapkan pahala Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, maka sesungguhnya hal tersebut masuk dalam kategori ibadah. Hal tersebut termasuk hal yang engkau bakal diberi pahala dan ganjaran oleh Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dengan pahala dan ganjaran yang besar.

 

Hak-hak Termasuk Ibadah

Masuk pula dalam kategori ibadah adalah hak-hak yang Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- wajibkan atas para hamba-Nya, atau yang dianjurkan (oleh syariat) untuk ditunaikan, seperti, beragam bentuk kebaktian dan tindakan kebaikan terhadap para makhluk-Nya, seperti, birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua), menyambung hubungan kekerabatan, memperhatikan dan memberikan hak-hak tetangga, berbuat baik kepada orang lain secara umum dalam bentuk memberikan pertolongan terhadap orang-orang yang tengah dilanda duka cita atau ikut menutupi kekurangan orang-orang yang tengah terhimpit kefakiran, atau ikut serta membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan, dan hal-hal lainnya. Maka, kesemua hal itu termasuk ibadah yang dapat dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-.

 

Hal yang Mubah Bisa Menjadi Ibadah

Wahai orang-orang yang beriman! Bahkan, sesungguhnya hal-hal yang mubah yang dibolehkan oleh Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- untuk dilakukan oleh para hamba-Nya, hal-hal tersebut dapat masuk dalam cakupan makna ibadah apabila dilakukan dengan niat yang baik dan tujuan yang bagus. Maka dari itu, apabila Anda menyantap makanan Anda, Anda minum minuman Anda, Anda menikmati tidur Anda di mana Anda dengan hal tersebut mengharap ganjaran Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan mencari pahala-Nya, niscaya Anda diberikan ganjaran dan pahala atas tindakan Anda tersebut.

Iya-wahai orang-orang yang beriman-ketika Anda mengonsumsi makanan, Anda meminum minuman dan Anda tidur supaya Anda menjadi kuat untuk melakukan ketaatan kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, sungguh Anda bakal diberikan pahala dan ganjaran atas niat Anda dalam mengonsumsi makanan, meminum minuman, dan membaringkan badan (tidur).

Disebutkan di dalam shahih al-Bukhari bahwa Abu Dzar -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ– bertanya kepada Mu’adz-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – perihal tindakannya membaca al-Qur’an. Ia pun meresponnya seraya mengatakan,

أَنَامُ أَوَّلَ اللَّيْلِ فَأَقُومُ وَقَدْ قَضَيْتُ جُزْئِي مِنْ النَّوْمِ فَأَقْرَأُ مَا كَتَبَ اللَّهُ لِي فَأَحْتَسِبُ نَوْمَتِي كَمَا أَحْتَسِبُ قَوْمَتِي

“Aku tidur di awal malam. Lantas, aku bangun (untuk shalat malam) sementara aku telah menyelesaikan bagianku dari tidur. Lalu, aku membaca (al-Qur’an) apa yang telah Allah tuliskan untukku. Maka, aku mencari pahala (dari Allah) dalam tindakan tidurku, sebagaimana aku mencari pahala (dari Allah) pada tindakan bangunku (untuk shalat malam).” (HR. al-Bukhori, no. 4341)

Dengan demikian, tindakan tidur itu merupakan peluang untuk mencari pahala dari Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Demikian pula tindakan mengonsumsi makanan. Demikian pula tindakan meminum minuman. Hal tersebut dilakukan dengan niat yang baik. Sementara Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- telah bersabda,

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

 “Sesungguhnya amal-amal itu tergantung niat-niatnya. Dan, setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang diniatkannya. (HR. al-Bukhori, no. 1)

 

Menjauhi Dosa dan Perkara Haram Termasuk Ibadah

Wahai orang-orang yang beriman! Begitu juga halnya tindakan menjauhkan diri seorang hamba dari hal-hal yang haram, menjauhkan dirinya dari dosa-dosa dan menjauhkan dirinya dari segala hal yang dimurkai raja alam semesta, yang dilakukan karena Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan mencari ridha-Nya. Kesemuanya itu masuk dalam cakupan makna ibadah.

Maka, apabila seorang mukmin menjauhi perbuatan zina, mencuri, curang, dusta, khianat, dan perbuatan-perbuatan haram lainnya karena takut kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan mengharapkan pahala Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, niscaya hal itu akan dituliskan untuknya dalam (catatan amal) kebaikannya.

Di dalam ash-Shahih disebutkan bahwa Abu Hurairah -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- meriwayatkan dari Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bahwa Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

 إِذَا أَرَادَ عَبْدِي أَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً فَلَا تَكْتُبُوهَا عَلَيْهِ حَتَّى يَعْمَلَهَا فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوهَا بِمِثْلِهَا وَإِنْ تَرَكَهَا مِنْ أَجْلِي فَاكْتُبُوهَا لَهُ حَسَنَةً

“Apabila hamba-Ku ingin melakukan keburukan, maka janganlah kalian menulisnya (terlebih dahulu) sebelum (benar-benar) ia melakukannya. Lalu, jika ia telah melakukannya, maka tulislah hal itu dengan (balasan) yang setimpal. Dan jika ia meninggalkan keburukan itu karena Aku, maka tuliskanlah kebaikan untuknya.” (HR. al-Bukhori, no. 7501)

Maka,-wahai orang-orang yang beriman-barang siapa meninggalkan hal-hal yang haram, menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan dosa karena takut kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan mengharap pahala dari-Nya, serta ia melakukan hal itu karena Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, hal tersebut termasuk bagian dari amal ketaatan yang dilakukannya. Hal tersebut termasuk hal yang Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- akan memberikan balasan dan pahala kepadanya dengan balasan dan pahala yang besar.

Dengan ini menjadi jelas bahwa seorang yang beriman, dengan niat yang baik dan baik dalam mengikuti petunjuk Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- niscaya hidupnya seluruhnya berjalan dalam keadaan beribah kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, merealisasikan firman Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

Dan sembahlah Tuhanmu sampai yakin (ajal) datang kepadamu (al-Hijr: 99)

 

Syarat Diterimanya Ibadah

Wahai hamba-hamba Allah! Ibadah itu, Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- tidak akan menerimanya dari orang yang melakukannya melainkan dengan dua syarat nan agung, yaitu, (pertama) mengikhlaskannya untuk Dzat yang disembahnya (yaitu, Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-) dan (kedua) mengikuti petunjuk Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-telah mengumpulkan kedua syarat ini di dalam firman-Nya,

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

”Siapa yang mengharapkan pertemuan dengan Tuhannya hendaklah melakukan amal saleh dan tidak menjadikan apa dan siapa pun sebagai sekutu dalam beribadah kepada Tuhannya.” (al-Kahfi : 110)

 

Rukun-rukun Ibadah

Ibadah itu memiliki rukun-rukun, di mana tempat rukun-rukun tersebut adalah hati. Rukun-rukun tersebut haruslah terpenuhi dalam setiap bentuk ibadah. Rukun-rukun tersebut yaitu, (1) cinta kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, (2) mengharapkan pahala-Nya, dan (3) takut hukuman dan azab-Nya. Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- telah mengumpulkan rukun-rukun ini di dalam firman-Nya,

أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا

Orang-orang yang mereka seru itu, mereka (sendiri) mencari jalan kepada Tuhan (masing-masing berharap) siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah). Mereka juga mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. Sesungguhnya, azab Tuhanmu itu adalah yang (harus) ditakuti. (al-Isra: 57)

Wahai hamba-hamba Allah! Hedaklah kita senantiasa memohon kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan meminta pertolongan-Nya, agar Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menolong kita semuanya untuk mengingat-Nya, bersyukur kepada-Nya, dan memperbagus ibadah kita kepada-Nya. Wallahu A’lam. (Redaksi)  

 

Sumber:

Haqiqatu al-‘Ibadati, Syaikh Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr-حَفِظَهُ اللهُ تَعَالَى-