Hal-hal Yang Berkaitan Dengan Istijmar (Bersuci Dengan Batu –Atau Benda Padat–) Dan Istinja’ (Bersuci Dengan Air)

(1) Tidak beristijmar dengan tulang ataupun kotoran (tinja padat yang kering), berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

لَا تَسْتَجْمِرُوْا بِالرَّوْثِ وَلَا بِالْعِظَامِ، فَإِنَّهُ زَادُ إِخْوَانِكُمْ مِنَ الْجِنِّ

Janganlah kalian beristijmar dengan kotoran dan jangan pula dengan tulang, karena (tulang) itu adalah makanan saudara-saudara kalian dari bangsa jin.” (Asal hadits ini disebutkan dalam ash-Shahihain).

Juga tidak boleh beristijmar dengan sesuatu yang bermanfaat, seperti; kain yang masih bisa dipakai, kertas atau lainnya, tidak boleh juga dengan benda yang terhormat, seperti makanan; karena menghilangkan manfaat dan merusak kemaslahatan hukumnya haram.

(2) Tidak cebok atau istinja’ dengan tangan kanan, atau menyentuh kemaluan dengan tangan kanan, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

لَا يُمْسِكَنَّ أَحَدُكُمْ ذَكَرَهُ بِيَمِيْنِهِ وَهُوَ يَبُوْلُ وَلَا يَتَمَسَّحْ مِنَ الْخَلَاءِ بِيَمِيْنِهِ

Janganlah seseorang di antara kalian memegang kemaluannya dengan tangan kanannya ketika buang air kecil dan jangan pula cebok dengan tangan kanannya.“(Muttafaq ‘alaih; al-Bukhari, no. 153; Muslim, no. 267).

(3) Beristijmar secara ganjil, misalnya tiga kali. Jika belum bersih maka lima kali, berdasarkan perkataan Salman,

نَهَانَا رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ وَأَنْ نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِيْنِ وَأَنْ نَسْتَنْجِيَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيْعٍ أَوْ عَظْمٍ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang kami menghadap ke arah kiblat ketika buang air besar atau air kecil dan beliau (juga melarang kami) beristinja’ dengan tangan kanan atau kurang dari tiga batu atau beristinja’ dengan raji’ atau tulang.” (Diriwayatkan oleh Muslim, no. 262).

Raji’ adalah kotoran baghal (peranakan keledai dan kuda) atau kotoran keledai.

(4) Jika menggunakan air dan batu maka lebih dulu menggunakan batu lalu beristinja’ dengan air. Jika merasa cukup dengan salah satunya, maka itu pun boleh, walaupun menggunakan air lebih baik, berdasarkan perkataan Aisyah radhiyallahu ‘anha,

مُرْنَ أَزْوَاجَكُنَّ أَنْ يَسْتَطِيْبُوْا بِالْمَاءِ، فَإِنِّيْ أَسْتَحْيِيْهِمْ، فَإِنَّ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَفْعَلُهُ

“Suruhlah suami-suami kalian untuk bersuci (cebok) dengan air. Sesungguhnya aku malu (untuk menyampaikan) kepada mereka. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukannya demikian.” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 19, dan dishahihkannya).

 

Referensi:

Minhajul Mulim: Konsep Hidup Ideal dalam Islam, Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri, Darul Haq, Jakarta, Cet. VIII, Rabi’ul Awal 1434 H/ Januari 2013.