river-stone (1)Pezina terbagi menjadi dua: Muhshan dan ghairu muhshan. Muhshan adalah laki-laki atau wanita berakal dan dewasa yang sudah melakukan hubungan suami istri dalam akad pernikahan yang sah. Bila salah satu syarat di atas belum terpenuhi maka pelakunya termasuk pezina ghairu muhshan.

Had Zina Ghairu Muhshan

Para ulama sepakat bahwa had zina ghairu muhshan adalah cambuk atau dera seratus, berdasarkan firman Allah, “Wanita dan laki-laki yang berzina, deralah masing-masing dari mereka dengan seratus kali dera…” An-Nur: 2. Di samping itu dia diasingkan selama setahun, berdasarkan hadits Ubadah bin ash-Shamit, “Pemuda dengan gadis adalah dera seratus dan pengasingan setahun…” Diriwayatkan oleh Muslim.

Had Zina Muhshan

Para ulama sepakat bahwa had zina muhshan adalah rajam hingga maut, berdasarkan hadits Ibnu Abbas bahwa Umar bin al-Khatthab berkhutbah, “Sesungguhnya Allah mengutus Muhammad dengan membawa kebenaran dan menurunkan al-kitab, di antara apa yang Allah turunkan kepada Nabi adalah ayat rajam, kami membaca, mengerti dan memahaminya, Rasulullah merajam dan kami merajam sesudahnya, aku kuatir bila zaman berlalu akan ada orang yang berkata, ‘Kami tidak menemukan rajam dalam kitab Allah.’ Akibatnya mereka tersesat karena meninggalkan kewajiban Allah… Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Rasulullah merajam Ma’iz, wanita Ghamidiyah, wanita Juhaniyah, dua orang Yahudi dan wanita yang berzina dengan pekerja suaminya, semuanya diriwayatkan dalam ash-Shahih.

Apakah Rajam dan Dera Digabung?

Sebagian ulama berpendapat pezina muhshan didera seratus kemudian dirajam, berdasarkan hadits Ubadah bin ash-Shamit, “Laki-laki dan wanita yang sudah menikah didera seratus dan dirajam…” Diriwayatkan oleh Muslim.

Namun pendapat yang shahih tidak digabungkan, cukup rajam saja, hadits Ubadah yang menggabungkan keduanya untuk pezina muhshan mansukh. Imam asy-Syafi’i berkata, “Sunnah menetapkan bahwa dera berlaku untuk pezina ghairu muhshan dan tidak berlaku untuk pezina muhshan.” Hal ini ditunjukkan oleh praktik Rasulullah, di mana Rasulullah hanya merajam dan sebelumnya tidak mendera.

Zina Dengan Mahram

Imam Abu Hanifah, Malik dan asy-Syafi’i berkata, hadnya sama dengan had zina. Imam Ahmad berkata, dihukum mati tanpa membedakan muhshan atau ghairu muhshan. Pendapat kedua lebih kuat berdasarkan hadits al-Barra`, dia berkata, aku berpapasan dengan pamanku al-Harits bin Amru yang membawa panji dari Rasulullah, aku bertanya, “Paman, ke mana Rasulullah mengutusmu?” Dia menjawab, “Beliau mengutusku kepada seorang laki-laki yang menikahi janda bapaknya, beliau memerintahkanku memenggal lehernya…” Hadits shahih diriwayatkan Ashabus Sunan.

Dari sini pertimbangan, perbuatan yang haram dalam kondisi apa pun lebih berat daripada perbuatan yang haram dalam kondisi tertentu dan halal dalam kondisi lain, karena itu hukumannya lebih patut diperberat.

Laki-laki Dengan Laki-laki

Rasulullah belum menerapkan hukuman ini, karena tidak ada kasus yang dilaporkan kepada beliau, tetapi Rasulullah bersabda dalam hadits Ibnu Abbas, “Barangsiapa kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth maka bunuhlah pelaku dan obyeknya.” Hadits shahih diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, Abu Dawud dan an-Nasa`i.

Imam Abu Hanifah berpendapat, tidak dihukum dengan had, tetapi ta’zir dipenjara atau didera. Imam asy-Syafi’i berkata, hukumannya sama dengan hukuman zina, dibedakan antara muhshan dan ghairu muhshan. Malik dan Ahmad berkata, dihukum mati tanpa membedakan muhshan atau ghairu muhshan.

Pendapat yang akhir lebih dekat, karena sejalan dengan hadits di atas, di samping para sahabat sepakat menghukum mati, sekalipun mereka berbeda pendapat tentang caranya, di samping itu perbuatan yang haram dalam kondisi apa pun lebih berat.

Wanita dengan Wanita

Dari Abu Said al-Khudri bahwa Rasulullah bersabda, “Seorang lelaki jangan melihat kepada aurat lelaki, seorang wanita jangan melihat aurat wanita, seorang lelaki jangan bersama lelaki dalam satu kain selimut, seorang wanita jangan bersama wanita dalam satu kain selimut.” Diriwayatkan oleh Muslim. Jumhur berpendapat tidak ada hukuman hadnya, karena tidak ada dalil yang menetapkan, karena itu hukumannya adalah ta’zir. Wallahu a’lam.