Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

هُوَ الَّذِي يُرِيْكُمُ الْبَرْقَ خَوْفًا وَطَمَعًا وَيُنْشِئُ السَّحَابَ الثِّقَالَ. وَيُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلَائِكَةُ مِنْ خِيْفَتِهِ وَيُرْسِلُ الصَّوَاعِقَ فَيُصِيْبُ بِهَا مَنْ يَشَاءُ وَهُمْ يُجَادِلُوْنَ فِي اللَّهِ وَهُوَ شَدِيْدُ الْمِحَالِ

Dialah yang telah memperlihatkan kilat kepadamu, yang menimbulkan ketakutan dan harapan, dan Dia menjadikan mendung.

Dan guruh bertasbih memuji-Nya, (demikian pula) para Malaikat karena takut kepada-Nya, dan Allah melepaskan halilintar, lalu menimpakannya kepada siapa yang Dia kehendaki, sementara mereka berbantah-bantahan tentang Allah, dan Dia Maha Keras siksa-Nya.” (Qs. ar-Ra’d : 12-13)

Allah ‘Azza wa Jalla juga berfirman,

وَمِنْ آيَاتِهِ يُرِيْكُمُ الْبَرْقَ خَوْفًا وَطَمَعًا وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَيُحْيِي بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُوْنَ

Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya, Dia memperlihatkan kilat kepadamu untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dengan air itu dihidupkan bumi setelah mati (kering). Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mengerti.” (Qs. ar-Ruum : 24).

  • Allah ‘Azza wa Jalla Mengingatkan Kita dengan Ayat-Nya

Dalam kedua ayat di atas, Allah ‘Azza wa Jalla mengingatkan kita tentang sebagian dari perkara yang menunjukkan akan kekuasaan dan kebesaran-Nya, di mana hal-hal tersebut seringkali kita jumpai di depan mata kita dan sebagiannya terngiang-ngian di dalam telinga kita. Itulah mendung, hujan, kilat, guruh, dan halilintar.

  • Hikmah Dibalik Diperlihatkan dan Diperdengarkannya Ayat

Sebuah hikmah dengan diperlihatkannya hal-hal tersebut di hadapan pandangan kita manusia, dan diperdengarkannya di telinga kita manusia agar kita menyadari akan kekuasaan dan keagungan-Nya, sehingga kita memiliki rasa takut dan harapan kepada-Nya.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

هُوَ الَّذِي يُرِيْكُمُ الْبَرْقَ خَوْفًا وَطَمَعًا

“Dialah yang telah memperlihatkan kilat kepadamu, yang menimbulkan ketakutan dan harapan…”

وَمِنْ آيَاتِهِ يُرِيْكُمُ الْبَرْقَ خَوْفًا وَطَمَعًا

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya, Dia memperlihatkan kilat kepadamu untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan…”

Sungguh, jiwa manusia yang normal ia merasa takut ketika melihat kilat yang muncul tiba-tiba, yang bergerak dengan sedemikian cepatnya, dengan cahaya yang sedemikian terangnya, kemudian diiringi dengan suara guruh dan halilintar yang keras, ia sedemikian takut kalau-kalau hal itu akan menimpa dirinya sehingga boleh jadi karena itu ia kemudian mati. Bahkan saking takutnya, bisa jadi seseorang kemudian segera saja menutup mata dan telinganya, agar dirinya tidak melihat kilat itu dan tidak pula mendengar suara guruh, petir dan halilintar yang sedemikian keras dan mengagetkan.

  • Rasa Takut Orang Munafik Hanya Lahiriyah Semata

Hal tersebut mengingatkan kita tentang sebuah perumpamaan yang dibuat oleh Allah ‘Azza wa Jalla di dalam kitab-Nya tentang sekelompok orang-orang Munafik, yang menampakkan rasa takut hanya sebatas lahirinyah semata, namun hatinya jauh dari memiliki rasa takut kepada-Nya yang sesunguhnya, seraya berfirman,

أَوْ كَصَيِّبٍ مِنَ السَّمَاءِ فِيْهِ ظُلُمَاتٌ وَرَعْدٌ وَبَرْقٌ يَجْعَلُوْنَ أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِمْ مِنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ وَاللَّهُ مُحِيْطٌ بِالْكَافِرِيْنَ

“Atau seperti (orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit, yang disertai kegelapan, petir dan kilat. Mereka menyumbat telingan dengan jari-jarinya, (menghindari) suara petir itu karena takut mati. Allah meliputi orang-orang yang kafir.

يَكَادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصَارَهُمْ كُلَّمَا أَضَاءَ لَهُمْ مَشَوْا فِيْهِ وَإِذَا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوْا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

Hampir saja kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali (kilat itu) menyinari, mereka berjalan di bawah (sinar) itu, dan apabila gelap menerpa mereka, mereka berhenti. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya Dia hilangkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Qs. al-Baqarah : 19-20)

Rasa takut seperti ini,  yakni, rasa takut yang hanya sebatas pada tampilan lahiriyah bukanlah rasa takut yang istimewa selagi hal tersebut tidak mendorong pemiliknya kepada rasa takut akan azab Allah ‘Azza wa Jalla di akhirat yang jauh lebih dahsyat dan lebih menakutkan. Karena itu, Allah menyingkap kebohongan mereka, orang-orang Munafik yang menampilkan rasa takut secara lahiriyah namun hatinya tidak sama dengan lahirnya,

كَلَّا بَلْ لَا يَخَافُوْنَ الْآخِرَةَ

“Tidak ! Sebenarnya mereka tidak takut kepada akhirat.” (Qs. al-Mudatstsir : 53), yakni, mereka tidak takut adzab (di) akhirat (Ma’alimu at-Tanzil, 8/275) meskipun lahiriyah mereka memperlihatkan rasa takut di dunia kala mereka melihat sebagian ayat-ayat-Nya yang menjadikan manusia –pada ghalibnya- merasa takut karenanya, seperti, kilat, petir, halilintar dan lain sebagainya.

  • Rasa Takut Nan Istimewa

Berbeda dengan ketika tergabung antara rasa tukut yang bersifat lahiriyah dan rasa takut yang sesungguhnya di dalam hati terhadap Allah dan ayat-ayat-Nya yang menimbulkan ketakutan baik di kehidupan dunia-semisal kilat, dll -maupun di kehidupan akhirat-seperti, siksa-Nya dll-, maka inilah rasa takut nan Istimewa. Rasa takut model ini hanyalah dimiliki oleh orang-orang yang istimewa pula, mereka adalah orang-orang yang beriman dan orang-orang yang bertakwa kepada-Nya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

الَّذِيْنَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ وَهُمْ مِنَ السَّاعَةِ مُشْفِقُوْنَ

“(Yaitu) orang-orang yang takut (azab) Tuhannya, sekalipun mereka tidak melihat-Nya, dan mereka merasa takut akan (tibanya) hari Kiamat.” (Qs. al-Anbiya : 49)

  • Rasa Takut Mencegah Berbuat Maksiat

Rasa takut semacam inilah -yakni, rasa takut nan istimewa yang dimiliki orang-orang yang beriman dan orang-orang yang bertakwa kepada-Nya- yang akan mencegah anggota badan, bahkan hati, dari perbuatan maksiat dan mengikatnya dengan ketaatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Sa’id bin Jubair radhiyallahu ‘anhu berkata,

اَلْخَشْيَةُ هِيَ الَّتِي تَحُوْلُ بَيْنَكَ وَبَيْنَ مَعْصِيَةِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Al-khasy-yah (rasa takut yang disertai dengan pengagungan kepada Allah), dialah yang memagari diri Anda dari melakukan kemaksiatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla.” (Lihat, Tafsir al-Qur’an al-Adzim, 3/667).

 

Demikian pula, hal tersebut senantiasa mendorong pemiliknya untuk memiliki harapan yang baik kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dengan senantiasa mengharapkan rahmat-Nya, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

 

إِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِي سَبِيْلِ اللَّهِ أُولَئِكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللَّهِ وَاللَّهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ

 

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Qs. al-Baqarah : 218)

 

  • Orang yang Beriman Berada di Antara Harapan yang Baik Kepada Allah dan Rasa Takut Akan Adzab-Nya.

 

Maka, orang-orang yang beriman kepada-Nya, orang-orang yang yakin 100 % tanpa sedikitpun keraguan dalam hatinya bahwa Allah-lah yang menjadikan mendung dan menurunkan hujan, ia berharap kepada-Nya agar menjadikan hujan yang diturunkan-Nya tersebut bermanfaat, sebagaimana diteladankan oleh manusia yang paling takut dan paling bertakwa kepada-Nya, sebagaimana tercermin dalam hadits berikut,

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا

“‘Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila melihat hujan (telah turun), beliau berdoa : Allahumma Shayyiban Naa-fi-‘an, Ya Allah ! jadikanlah hujan yang bermanfaat.” (HR. al-Bukhari, no. 1032)

Begitu pula, orang yang beriman kepada-Nya bahwa Dialah yang memperlihatkan kilat, menjadikan guruh bertasbih memuji-Nya, dan melepaskan halilintar lalu menimpakannya kepada siapa yang Dia kehendaki, maka ia pun takut kepada-Nya dari kemurkaan-Nya dan azab-Nya, baik sekarang di dunia, maupun kelak di akhirat. Dan, ia pun memohon ‘afiyat kepada-Nya.

Disebutkan dalam hadis yang diperselisihkan akan keshahihan sanadnya oleh para ahli hadis, bahwa Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata,

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِذَا سَمِعَ الرَّعْدَ وَ الصَّوَاعِقَ قَالَ : اَللَّهُمَّ لَا تَقْتُلْنَا بِغَضَبِكَ وَ لَا تُهْلِكْنَا بِعَذَابِكَ وَ عَافِنَا قَبْلَ ذَلِكُ

“Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila mendengar (suara) guruh dan halilintar, beliau mengucapkan :

Allahumma Laa Taq-tul-naa Bi-ghadhabika, Wa Laa Tuh-lik-naa Bi-‘Adzaa-bika, Wa ‘Aafinaa Qabla Dzaa-lika

Ya Allah ! Janganlah Engkau membunuh kami dengan kemurkaan-Mu, dan jangan pula Engkau membinasakan kami dengan azab-Mu, dan berilah ‘afiyat kepada kami sebelum itu.”

(HR. al-Hakim, di dalam al-Mustadrak, no. 7772. Ia mengatakan, “ini hadis shahihul isnad dan keduanya (yakni, imam al-Bukhari dan imam Muslim) tidak mengeluarkannya.” Dan, disepakati oleh adz-Dzahabiy. Diriwayatkan juga oleh imam at-Tirmidzi di dalam Sunannya, no.3450, Syaikh al-Albani di dalam Shahih Wa Dha’if Sunan at-Tirmidzi, menyatakan, “Dha’if” (lemah). Diriwayatkan juga oleh imam Ahmad di  dalam al-Musnad, no. 5763, dan Syaikh Syu’aib al-Arnauth di dalam ta’liqnya terhadap al-Musnad menyatakan, ‘Isnadnya dha’if (lemah).’)

  • Orang yang Beriman Mengingat Allah ‘Azza wa Jalla

Orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada-Nya, kala itu pun segera saja mengingat Allah (dzikrullah), dengan memuji-Nya dengan lisan-Nya, sebagaimana tercermin dalam hadits berikut ini,

عَنْ عَامِرٍ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ الزُّبَيْرِ أَنَّهُ كَانَ إِذَا سَمِعَ الرَّعْدَ تَرَكَ الْحَدِيْثَ وَقَالَ سُبْحَانَ الَّذِي يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلَائِكَةُ مِنْ خِيْفَتِهِ ثُمَّ يَقُوْلُ إِنَّ هَذَا لَوَعِيْدٌ شَدِيْدٌ لِأَهْلِ الْأَرْضِ

“Dari ‘Amir bin Abdullah bin Zubair meriwayatkan dari Abdullah bin Zubair bahwasanya ia apabila mendengar (suara) guruh segera saja meninggalkan bercakap-cakap (dengan orang lain), dan kemudian ia berucap :

Subhanalladzii Yusabbihur-Ra’du bi-hamdihi wal malaa-ikatu min khii-fatihi.

Mahasuci Dzat yang guruh bertasbih memuji-Nya, (demikian pula) para Malaikat karena takut kepada-Nya.

Kemudian, ia (Abdullah bin Zubair) mengatakan : Sungguh, ini adalah ancaman yang dahsyat (dari Allah) untuk penduduk bumi.” (HR. al-Bukhari di dalam al-Adab al-Mufrad, no. 723 dan imam Malik di dalam al-Muwatho’, no. 3641).

Dan, Ibnu Jarir rahimahullah meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu secara marfu’ bahwa ia apabila mendengar (suara) guruh mengucapkan :

سُبْحَانَ مَنْ يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ

“Mahasuci Dzat yang guruh bertasbih memuji-Nya.”

Dan, Ibnu Jarir rahimahullah (juga) meriwayatkan dari Ali radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ia apabila mendengar (suara) guruh mengucapkan :

سُبْحَانَ مَنْ سَبَّحَتْ لَهُ

“Mahasuci Dzat yang (langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya) bertasbih kepada-Nya.”

Dan demikian pula diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Thawus, al-Aswad bin Yazid-semoga Allah meridhai mereka semuanya, bahwa mereka mengucapkan demikian (yakni, seperti yang diucapkan oleh Ali radhiyallahu ‘anhu). Dan, seakan-akan mereka menyandarkannya kepada firman-Nya,

وَيُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلَائِكَةُ مِنْ خِيْفَتِهِ

“Dan guruh bertasbih memuji-Nya, (demikian pula) para Malaikat karena takut kepada-Nya.” (Qs. ar-Ra’du : 13) (Mura’atu al-Mafaa-tiih Syarh Misykaatu al-Mashaabih, 5/427).

Akhirnya, semoga Allah ‘Azza wa Jalla menjadikan mata dan telinga kita dapat mengambil pelajaran dari ayat-ayat-Nya yang diperlihatkan dan diperdengarkan kepada kita. Dan, semoga pula hati kita menjadi hati yang hidup dengan melihat dan mendengar ayat-ayat-Nya yang menunjukkan kepada kekuasaan dan keagungan-Nya sehingga hati kita tersebut memiliki rasa takut kepada-Nya. Amin

Wallahu A’lam (Redaksi)

Referensi :

  1. Al-Adab al-Mufrad, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhariy
  2. Al-Jami’ ash-Shahih Sunan at-Tirmidzi, Muhammad bin Isa Abu Isa at-Tirmidzi as-Sulamiy
  3. Al-Mustadrak ‘Ala ash-Shahihain, Muhammad bin Abdillah Abu Abdillah al-Hakim an-Naisaburiy
  4. Ma’alimu at-Tanzil, Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud al-Baghawiy
  5. Mura’atu al-Mafaa-tiih Syarh Misykaatu al-Mashaabih, Syaikh Abu al-Hasan Ubaidullah bin al-‘Alamah Muhammad Abdussalam al-Mubarakfuriy
  6. Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Ahmad bin Hanbal
  7. Muwatho’ al-Imam Malik, Malik bin Anas Abu Abdillah al-Ashbahiy
  8. Shahih al-Bukhari, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhariy
  9. Shahih Wa Dha’if Sunan at-Tirmidzi, Muhammad Nashiruddin al-Albaniy
  10. Tafsir al-Qur’an al-Adzim, Abu al-Fida Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurosyi ad-Dimasyqiy