Hadits:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ رَجُلاً عَلَى سَرِيَّةٍ فَكَانَ يَقْرَأُ لأَصْحَابِهِ فِي صَلاتِهِمْ , فَيَخْتِمُ بـ ” قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ” فَلَمَّا رَجَعُوا ذَكَرُوا ذَلِكَ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : سَلُوهُ لأَيِّ شَيْءٍ يَصنَع ذَلِكَ ؟ فَسَأَلُوهُ . فَقَالَ : لأَنَّهَا صِفَةُ الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ , فَأَنَا أُحِبُّ أَنْ أَقْرَأَ بِهَا . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَخْبِرُوهُ : أَنَّ اللهَ تَعَالَى يُحِبُّهُ

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengutus seorang sahabat untuk memimpin pasukan sariyah (perang yang tidak diikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam). Sahabat ini senantiasa mengimami shalat pasukannya dan mengakhiri bacaannya dengan (surah) Qul Huwallahu Ahad. Ketika kembali ke Madinah mereka melaporkannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Lantas beliau bersabda, “Tanyakan kepadanya apa alasan dia melakukan itu?” Maka mereka menanyakan kepadanya, lalu ia menjawab, “Karena di dalamnya terdapat sifat Allah dan aku senang membacanya.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Beritahukan kepadanya bahwa Allah menyintainya.

Derajat hadits: Hadits shahih

Rawi Hadits: Muttafaqun ‘Alaihi (Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim rahimahumallah)

Sumber: Umdatul Ahkam, Al-Imam Al-Hafizh Abdul Ghani bin Abdul Wahid Al-Maqdisi rahimahullah (w. 600 H./1203 M.), Bab al-Qira’ah fish Shalah, No Hadits. 108.

Makna global:

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat salah seorang sahabat menjadi pemimpin ekspedisi untuk mengatur siasat perang dan memutuskan perkara di antara mereka agar tidak terjadi kekacauan dan kisruh. Beliau senantiasa memilih orang yang paling cakap agamanya, keilmuannya dan strategi perangnya. Oleh sebab itu, semua pemimpin pasukan perang pasti menjadi imam shalat sekaligus menjadi mufti karena keutamaan agama dan kapasitas keilmuannya.

Pemimpin yang ditunjuk itu selalu membaca surah “Qul Huwallahu Aḥad” di rakaat kedua dalam salat berjamaah karena rasa cintanya kepada Allah, nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dan siapapun yang menyintai sesuatu pasti selalu ingat dan menyebutnya. Ketika kaum Muslimin kembali dari perang, mereka menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan melaporkan kebiasaan sang pemimpin. Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tanyakan kepadanya apa alasannya melakukan itu, apakah kebetulan saja ataukah ada alasan khusus?” Sang pemimpin menjawab, “Aku membacanya karena surah tersebut mengandung sifat-sifat Allah, sehingga aku senang mengulang-ulanginya.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Beritahukan kepadanya, sebagaimana ia mengulang-ulang membaca surah tersebut karena kecintaannya -sebab surah ini mencakup sifat-sifat Allah yang otomatis menunjukkan nama-nama Allah di dalamnya- maka Allah menyintainya.” Alangkah besarnya keutamaan surah itu.

Pelajaran Hadits:

(1) Dibolehkannya membaca Qishar al-Mufashshal (surat-surat pendek dimulai dari surat al-Insyirah hingga surat an-Nas) di dalam shalat-shalat fardhu, tidak hanya dalam shalat Maghrib saja.

(2) Keutamaan Surat Al-Ikhlas dan keutamaan membacanya.

(3) Pengutamaan sebagian Al-Qur’an atas sebagian yang lain adalah karena di dalamnya terkandung pengagungan dan pujian kepada Allah. Surat yang mulia nan agung ini mencakup Tauhid al-I’tiqad wal Ma’rifah (Tauhid Rububiyah dan Tauhid Asma wa Shifat) dan apa yang wajib ditetapkan bagi Allah yaitu al-ahadiyah (keesaan) yang meniadakan sekutu bagiNya dan ash-shamadiyah (Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu) yang menetapkan semua sifat kesempurnaan bagi Allah; dan peniadaan orang tua dan anak bagiNya, yang menjadi konsekuensi dari sifat mahakayaNya (tidak butuh kepada makhluk); dan peniadaan kesetaraan bagiNYa dimana tiada sesuatu pun yang sepertiNya. Karena itu, surat ini setara dengan sepertiga dari Al-Qur’an.

(4) Pahala suatu amal ditulis karena niat baik yang menyertainya, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk menanyakan niat mengulang-ulang membacanya.

(5) Pemangku kekuasaan dan kepemimpinan hendaknya harus dari orang yang berilmu, berbudi luhur dan beragama.

(6) Barang siapa yang mencintai sifat-sifat Allah dan merasakan manisnya munajat kepadaNya dengan bertawasul dengan sifat-sifatNya, maka Allah Ta’ala akan mencintainya. Karena balasan sebanding dengan jenis perbuatan.

(7) Melaporkan kepada pemimpin tertinggi (kepala pemerintahan, dll) tentang tindakan para pemimpin dan pegawai untuk tujuan perbaikan bukanlah fitnah atau namimah (adu domba).

(8) Disyariatkan mengirim pasukan untuk memerangi orang-orang kafir dan disyariatkan mengangkat pemimpin untuk mengomandoi mereka.

(9) Pemimpin mereka lebih berhak menjadi imam mereka dalam shalat, karena dialah pemilik otoritas atas mereka.

(10) Disyariatkan memverifikasi masalah sebelum memberikan keputusan, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Tanyakan kepadanya apa alasan dia melakukan itu?

(11) Penetapan sifat mahabbah (cinta) bagi Allah Ta’ala.

(12) Dibolehkan membaca dua surah atau lebih dalam satu rakaat.

(13) Diperbolehkan untuk memilih sebagian dari Al-Qur’an dengan memperbanyak membacanya.

Sumber: Mausu’ah Al-Ahadits An-Nabawiyah (Arabi-Indunisi), Jilid 1, Markaz Rawwad At-Tarjamah, Rabwah, KSA.