Al-Hasan berkata :

رَحِمَ اللهُ عَبْداً وَقَفَ عِنْدَ هَمِّهِ،فَإِنْ كَانَ لِلَّهِ مَضَى،وَإِنْ كَانَ لِغَيْرِهِ تَأَخَّرَ

Semoga Allah ‘Azza wa Jalla merahmati seorang hamba yang senantiasa berhenti sejenak dibalik keinginannya. Jika, keinginannya tersebut untuk Allah ‘Azza wa Jalla, maka ia melanjutkan langkahnya, dan jika keinginannya tersebut untuk selain-Nya, maka ia pun urung melangkah.

Sebagian ulama menjelaskan, yakni, apabila jiwa tergerak untuk melakukan suatu amal, dan si hamba tersebut berkeinginan, ia berhenti terlebih dahulu sebelum melanjutkan langkahnya, ia pun melihat, apakah yang menjadi motivasinya adalah keinginan untuk mendapatkan wajah Allah ‘Azza wa Jalla dan pahala (dari)-Nya ataukah yang menjadi motivasinya adalah harapan untuk mendapatkan kedudukan, harta, pujian dan sanjungan dari makhluk ?

Jika yang kedua yang menjadi motivasinya, maka ia urungkan langkahnya, sekalipun boleh jadi ia akan mendapatkan yang diinginkan tersebut. Hal ini ia lakukan agar jiwanya tidak terbiasa melakukan penyekutuan (kepada Allah) sehingga akan menjadikannya ringan melakukan amal (shaleh) untuk selain Allah ‘Azza wa Jalla.

 

(Abdul Haadi bin Hasan Wahbiy, Ushuulu Nafsiyyah Fii Ishlaahi al-Quluubi, 1/16)