23. Wajib bagi seorang hamba untuk memperbanyak do`a pada waktu lapang. Terdapat riwayat shahîh dari Nabishallallahu ‘alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda,

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَسْـتَجِيْبَ اللهُ لَهُ عِنْدَ الشَّدَائِدِ وَاْلكُرَبِ فَلْـيُكْثِرِ الدُّعَاءَ فِي الرَّخَاءِ.

“Barangsiapa yang ingin agar AllahTa’alamengabulkan do`anya pada waktu sempit dan susah, maka hendaknya dia memperbanyak do`a pada waktu lapang.” (HR. Tirmizi).

Dikatakan pula: “Barangsiapa yang terbiasa mengetuk pintu, maka dia memasukinya.”

24. Hendaknya orang yang berdoa, dalam kondisi bagaimana pun berazam dalam meminta, dan agar ketika berdo`a dia yakin do`anya dikabulkan, sambil berbesar harapan akan kemurahan dan karunia Allah Ta’ala merengek dalam berdo`a dengan mengulang-ulanginya hingga tiga kali, sebagaimana yang terdapat dalam hadîts yang bersumber dari riwayat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu“bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sangat suka kalau berdo`a sampai tiga kali, dan beristighfâr sampai tiga kali.” (HR. Abu Daud dan an-Nasa’i). Juga, sebagaimana terdapat dalam hadîts ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha“bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada saat terkena sihir, beliau berdo`a, lalu berdo`a, lalu berdo`a lagi.” (HR. Muslim).

25. Hendaknya pemohon merengek-rengek dalam berdo`a dan terus seperti itu, tidak merasa jemu untuk berdo`a. Karena, seorang yang merengek dalam berdo`a akan memperoleh kecintaan Allah Ta’ala kepadanya. Dan tidak ada seseorang yang binasa karena do`a, sebagaimana yang telah diungkapkan dalam sebuah hadîts.

26. Hendaknya tidak minta supaya pengkabulan do`anya ditunda, dan tidak merasa gelisah bila do`anya terlambat dikabulkan, juga tidak merasa frustasi lalu tidak mau berdo`a. Jika tidak bersikap demikian, maka dia akan mengeluh dan akibatnya adalah ia berdosa, karena frustasi terhadap rahmat Allah Ta’ala termasuk salah satu dosa besar. Dan barangsiapa yang mengealuh, berarti dia telah terputus dari rahmat AllahTa’ala.
Allah Ta’ala berfirman,

وَلَهُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ عِندَهُ لاَيَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَلاَيَسْتَحْسِرُونَ

Dan kepunyaan-Nyalah segala yang ada di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tidak mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) mengeluh.” (al-Anbiya: 19). Kata ‘la yastahsiruun’ dalam ayat ini, berarti: mereka tidak merasa letih (tidak mengeluh).

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallampernah ditanya tentang dosa-dosa besar, lalu beliau menjawab:

الشِّرْكُ باِللهِ وَاْليَأْسُ مِنْ رَوْحِ اللهِ وَاْلأَمْنُ مِنْ مَكْرِ اللهِ.

Menyekutukan Allah, merasa putus asa dari rahmat Allah, dan merasa aman dari adzab Allah.

27. Hendaknya tidak berputus asa. Allah Ta’ala telah berfirman,

قَالَ وَمَن يَقْنَطُ مِن رَّحْمَةِ رَبِّهِ إِلاَّ الضَّالُّونَ

Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Rabbnya, kecuali orang-orang yang sesat.” (al-Hijr: 56). Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,

أَكْبَرُ اْلكَبَائِر: الإشرَاكُ باِلله وَاْلأَمْنُ مِنْ مَكْرِ اللهِ، وَاْلقَنُوْطُ مِنْ رَحْمَةِ اللهِ، وَاْليَأْسُ مِنْ رَوْحِ اللهِ.

Dosa besar yang paling besar, adalah menyekutukan Allah Ta’ala , merasa aman dari makar AllahTa’ala dan merasa putus asa dari rahmat Allah Ta’ala” (HR. Abdurrazzaq).

Di dalam sebuah atsar yang bersumber dari Sufyan bin ‘Uyainah, bahwasanya beliau pernah berkata, “Jangan sekali-kali apa yang diketahui oleh seseorang tentang dirinya (putus asa) mencegahnya untuk berdo`a. Karena, sesungguhnya Allah Ta’ala telah mengabulkan permintaan makhluk terjahat, yaitu Iblis -semoga Allah Ta’alamelaknatinya, ketika Iblis berkata,

قَالَ رَبِّ فَأَنظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ {36} قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ الْمُنظَرِينَ {37}

“Ya Rabbku, (kalau begitu) maka beri tangguhlah kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan.” Allah berfirman, “(Kalau begitu) maka sesungguhnya kamu termasuk orang yang diberi tangguh.” (al-Hijr: 36-37).

28. Hendaknya berprasangka baik terhadap Allah Ta’ala ketika berdo`a, sebagaimana dalam keadaan lainnya di dalam seluruh kehidupannya. Terdapat suatu riwayat di dalam sebuah hadîts qudsi, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,

يَقُوْلُ اللهُ: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِيْ بِيْ وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِيْ.

AllahTa’ala berfirman, ‘Aku tergantung prasangka hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku akan bersamanya ketika dia berdzikir kepada-Ku’.” (HR. al-Bukhari, Muslim, Tirmizi dan an-Nasa’i).

Barangsiapa yang mempunyai prasangka baik terhadap Allah Ta’ala, maka tentunya Allah Ta’ala akan melimpahkan kepadanya kebaikan-kebaikan-Nya, dan barangsiapa yang berprasangka tidak demikian, maka tentunya Allah Ta’ala juga tidak akan demikian terhadapnya.

Imam Qurthubi rahimahullah pernah berkata, “Disebutkan bahwa makna kalimat ‘zhanni abdî bî’ disini adalah: berprasangka bahwa Allah Ta’ala akan mengabulkan do`anya, menerima taubatnya, mengampuni dosanya ketika dia beristighfâr, dan memberi pahala ketika dia melakukan ibadah lengkap dengan syarat-syaratnya sebagai pegangan kepada kejujuran janji Allah Ta’ala.”

Namun, jangan sekali-kali anda berprasangka akan mendapatkan ampunan bila anda terus-menerus melakukan dosa. Maka, yang demikian itu hanyalah suatu kebodohan dan kelengahan belaka. Diriwayatkan di dalam sebuah hadîts bahwasanya Nabishallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,

مَنْ لَمْ تَنْهَهُ صَلاَتُهُ عَـنِ الْفَحْـشَاءِ وَالمُنْكَرِ لَمْ يَزْدَدْ مِنَ اللهِ إِلاَّ بُعْدًا.

“Barangsiapa yang shalatnya tidak bisa mencegahnya dari perbuatan keji dan mungkar, maka dia hanya akan semakin bertambah jauh dari Allah.” Namun, sebenarnya penyandaran hadîts ini kepada ucapan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuadalah lebih benar. Lihat al-Fatâwâ, (7/30-31), dan ini sangat penting.

29. Hendaknya keyakinan akan terkabulnya do`a tersebut lebih menonjol dalam hatinya. Sebagaimana yang terdapat dalam hadîts Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhudari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam , bahwasanya beliau bersabda,

اُدْعُوْا اللهَ وَأَنْتُمْ مُوْقِنُوْنَ بِاْلإِجَابَةِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ لاَ يَسْتَجِيْبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ.

“Berdo`alah kalian kepada Allah Ta’ala sedangkan kalian merasa yakin akan dikabulkan. Ketahuilah bahwasanya AllahTa’ala tidak akan mengabulkan do`a yang bersumber dari hati yang lalai.” (HR. Tirmizi dan al-Hakim).

[Sumber: Dinukil dari kitab Tashhîh ad-Du’â`, karya Syaikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid, edisi bahasa Indonesia: Koreksi Doa dan Zikir, pent. Darul Haq Jakarta]