Peringatan Dari Sifat Bakhil, Cinta Harta dan Dunia

A. TEKS AYAT

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (180) لَقَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَاءُ سَنَكْتُبُ مَا قَالُوا وَقَتْلَهُمُ الْأَنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَنَقُولُ ذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ (181) ذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيكُمْ وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ (182) الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ عَهِدَ إِلَيْنَا أَلَّا نُؤْمِنَ لِرَسُولٍ حَتَّى يَأْتِيَنَا بِقُرْبَانٍ تَأْكُلُهُ النَّارُ قُلْ قَدْ جَاءَكُمْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِي بِالْبَيِّنَاتِ وَبِالَّذِي قُلْتُمْ فَلِمَ قَتَلْتُمُوهُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (183) فَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقَدْ كُذِّبَ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ جَاءُوا بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَالْكِتَابِ الْمُنِيرِ (184) كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ (185) لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ (186) وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلَا تَكْتُمُونَهُ فَنَبَذُوهُ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ وَاشْتَرَوْا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُونَ (187) لَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَفْرَحُونَ بِمَا أَتَوْا وَيُحِبُّونَ أَنْ يُحْمَدُوا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا فَلَا تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مِنَ الْعَذَابِ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (188) وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (189) [آل عمران: 180 – 189]

B. TERJEMAHAN

3:180 Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu kelak akan dikalungkan di lehernya pada Hari Kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

3:181 Sungguh Allah telah mendengar perkataan orang-orang yang mengatakan, Sesungguhnya Allah miskin, dan kami kaya. Kami akan mencatat perkataan mereka itu dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar, dan Kami akan mengatakan (kepada mereka), “Rasakanlah olehmu azab yang membakar.”

3:182 (Azab) yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan tanganmu sendiri, dan bahwasanya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-hambaNya.

3:183 (Yaitu) orang-orang (Yahudi) yang mengatakan, “Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kami, supaya kami jangan beriman kepada seorang rasul, sehingga dia mendatangkan kepada kami kurban yang dimakan api.” Katakanlah, “Sesungguhnya telah datang kepadamu beberapa orang rasul sebelumku membawa keterangan-keterangan yang nyata dan membawa apa yang kamu sebutkan, maka mengapa kamu membunuh mereka jika kamu adalah orang-orang yang benar?”

3:184 Jika mereka mendustakan kamu, maka sungguh rasul-rasul sebelum kamu pun telah didustakan (pula), mereka membawa mukjizat-mukjizat yang nyata, Zubur dan kitab yang memberi penjelasan yang sempurna.

3:185 Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada Hari Kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh dia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.

3:186 Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap harta dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.

3:187 Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu), “Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan janganlah kamu menyembunyikannya,” lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka, dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima.

3:188 Janganlah sekali-kali kamu menyangka, bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan, janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan mereka mendapatkan siksa yang pedih.

3:189 Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.

C. TAFSIR AYAT

Al-Mukhtashar Fit Tafsir:

  1. Orang-orang yang bakhil terhadap nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada mereka sebagai karuniaNya, lalu mereka tidak menunaikan hak Allah padanya, janganlah mereka menyangka bahwa hal itu adalah kebaikan bagi mereka, sebaliknya hal itu adalah keburukan bagi mereka, karena apa yang mereka tahan tersebut akan dikalungkan di leher mereka pada Hari Kiamat yang dengannya mereka diazab. Hanya milik Allah semata kepemilikan apa yang ada di langit dan di bumi, Dialah yang Mahahidup sesudah seluruh makhlukNya fana, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian lakukan berupa kebaikan atau keburukan, dan Dia akan membalas kalian atasnya.
  2. Sungguh Allah telah mendengar perkataan orang-orang Yahudi manakala mereka berkata, “Sesungguhnya Allah miskin karena Dia meminta pinjaman dari kami, dan kami kaya dengan harta yang kami punyai.” Kami akan menulis perkataan buruk mereka ini dalam lembaran catatan amal mereka, dan Kami juga menulis kerelaan mereka atas pembunuhan terhadap para nabi Allah yang dilakukan oleh nenek moyang mereka dengan sengaja dan zhalim. Kami akan berfirman kepada mereka semuanya, “Rasakanlah azab yang membakar di dalam neraka!”
  3. Azab tersebut akibat dari apa yang kalian lakukan wahai orang-orang Yahudi, berupa kemaksiatan-kemaksiatan dan perbuatan-perbuatan rendah, dan bahwa sesungguhnya Allah tidak berbuat zhalim terhadap seorang pun dari hamba-hambaNya.
  4. Mereka adalah orang-orang yang berkata secara dusta dan mengada-ada, “Sesungguhnya Allah telah berwasiat kepada kami di dalam kitab-kitabNya dan melalui lisan para NabiNya agar kami tidak beriman kepada seorang Rasul sehingga Rasul tersebut mendatangkan apa yang membenarkan perkataannya. Hal itu dengan cara dia mendekatkan diri kepada Allah dengan mengeluarkan sedekah yang dibakar oleh api yang turun dari langit.” Mereka berdusta atas Nama Allah dengan menisbatkan wasiat kepadaNya dan membatasi bukti-bukti kebenaran para rasul dalam apa yang mereka sebutkan. Karena itu, Allah memerintahkan NabiNya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, agar berkata kepada mereka, “Para rasul telah datang kepada kalian sebelumku dengan membawa bukti-bukti yang nyata atas kebenaran mereka dan dengan apa yang kalian minta berupa sedekah yang dibakar oleh api yang turun dari langit. Lalu mengapa kalian mendustakan mereka dan membunuh mereka jika kalian memang benar dalam apa yang kalian katakan?
  5. Jika mereka mendustakanmu, wahai Nabi, maka tidak usah bersedih, karena itu adalah kebiasaan orang-orang kafir, para rasul dalam jumlah yang banyak sebelummu juga telah didustakan, mereka datang dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan dengan membawa kitab-kitab yang mengandung nasihat-nasihat dan wejangan-wejangan yang melunakkan hati dan kitab yang membimbing dengan hukum-hukum dan syariat-syariat yang terkandung di dalamnya.
  6. Setiap jiwa, siapa pun dia, pasti akan merasakan kematian, karena itu makhluk tidak boleh tertipu oleh dunia ini, dan pada Hari Kiamat kalian akan diberi pahala dari amal perbuatan kalian secara sempurna tanpa dikurangi. Barangsiapa Allah jauhkan dari neraka dan Allah masukkan ke dalam surga, maka sungguh dia telah meraih kebaikan yang diidam-idamkannya dan selamat dari keburukan yang dikhawatirkannya. Dan kehidupan dunia ini tiada lain kecuali kesenangan sesaat, tidak ada yang berkait dengannya kecuali orang yang tertipu.
  7. Kalian, wahai orang-orang Mukmin, pasti akan diuji pada harta kalian dengan keharusan menunaikan hak-hak yang wajib padanya, juga dengan musibah yang turun menimpanya, dan kalian juga akan diuji pada diri kalian dengan keharusan menunaikan kewajiban-kewajiban syariat dan apa yang menimpa kalian dalam bentuk ujian dengan berbagai macamnya, dan kalian akan mendengar dari ahli kitab sebelum kalian dan dari orang-orang musyrik perkataan yang banyak yang menyakiti kalian berupa tuduhan terhadap kalian dan agama kalian, dan jika kalian bersabar atas apa yang menimpa kalian berupa berbagai macam ujian dan cobaan, serta bertakwa kepada Allah dengan melaksanakan apa yang Dia perintahkan dan menjauhi apa yang Dia larang, maka sesungguhnya hal tersebut termasuk perkara yang menuntut keteguhan dan padanyalah hendaknya orang-orang yang berlomba-lomba berlomba-lomba.
  8. Ingatlah, wahai Nabi, manakala Allah mengambil perjanjian yang dikukuhkan dari para ulama ahli kitab dari kalangan orang-orang Yahudi dan Nasrani, “Hendaknya kalian menjelaskan kitab Allah kepada manusia dan tidak menyembunyikan hidayah yang dikandungnya serta apa yang ditunjukkannya berupa kenabian Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.” Namun mereka tidak melakukan apa pun kecuali mencampakkan perjanjian tersebut dan tidak menoleh kepadanya, mereka menyembunyikan kebenaran dan menampakkan kebatilan, mereka menukar perjanjian Allah dengan harta yang remeh seperti kedudukan dan harta yang mereka dapatkan. Itu adalah seburuk-buruk harga yang dengannya mereka menukar perjanjian Allah.
  9. Jangan sekali-kali kamu, wahai Nabi, menyangka bahwa orang-orang yang berbahagia dengan apa yang mereka lakukan berupa keburukan-keburukan dan mereka suka disanjung oleh manusia dengan kebaikan yang tidak mereka perbuat, jangan menyangka bahwa mereka akan selamat dan bebas dari azab, akan tetapi tempat mereka adalah neraka Jahanam, dan di sana mereka mendapatkan azab yang pedih.
  10. Hanya milik Allah semata, bukan selainNya, kepemilikan langit, bumi dan apa yang ada di antara keduanya dari sisi penciptaan dan pengaturan. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.

Faidah dari ayat-ayat di atas:

  • Orang kikir yang tidak mau berbagi karunia Allah yang telah diberikan kepadanya hanya merugikan dirinya sendiri dengan menolak bertransaksi dengan Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha memberi, di samping beresiko mendapatkan hukuman di Hari Kiamat.
  • Dalam ayat-ayat di atas terkandung petunjuk tentang sejauh mana kekurangajaran orang-orang Yahudi dan kedustaan mereka atas Nama Allah dan nabi-nabiNya.
  • Di antara buruknya perbuatan orang-orang Yahudi dan busuknya akhlak mereka adalah pelanggaran mereka terhadap nabi-nabi Allah dengan mendustakan dan membunuh mereka.
  • Allah Ta’ala telah menetapkan kematian terhadap seluruh makhluk, tidak ada seorang pun yang selamat darinya dan tidak ada cara untuk menghindarinya, dan yang harus dilakukan oleh orang yang berakal adalah bersungguh-sungguh dalam mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
  • Semua keberuntungan di dunia tetap kurang, dan keberuntungan sempurna hanya ada di akhirat, dengan selamat dari neraka dan masuk ke dalam surga.
  • Di antara bentuk ujian adalah ujian yang menimpa orang-orang Mukmin pada agama dan jiwa mereka dari ahli kitab dan kaum musyrikin, dan yang wajib dalam keadaan ini adalah bersabar dan bertakwa kepada Allah Ta’ala.
  • Di antara sifat ulama jahat dari kalangan ahli kitab adalah menyembunyikan ilmu, mengikuti hawa nafsu, dan berbahagia dengan pujian manusia walaupun hati dan perbuatan mereka buruk.

Tafsir As-Sa’di:

  (180) Maksudnya, janganlah orang-orang yang bakhil itu menyangka, yaitu orang yang menahan sesuatu yang mereka miliki dari sesuatu yang telah diberikan oleh Allah kepada mereka berupa karuniaNya seperti harta, kedudukan, ilmu dan sebagainya, yang telah Allah berikan dan Allah anugerahkan kepada mereka, dan Allah memerintahkan kepada mereka untuk mendermakan harta yang tidak akan memudaratkan mereka disebabkannya kepada hamba-hambaNya yang lain, namun mereka bakhil akan hal tersebut, mereka menahannya dari hamba-hamba Allah, dan mereka berpikir bahwa itu lebih baik buat mereka. Akan tetapi itu justru lebih buruk buat mereka dalam agama dan dunia mereka, sekarang maupun nanti.

سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ “Harta yang mereka bakhilkan itu kelak akan dikalungkan di lehernya pada Hari Kiamat.” Maksudnya, Allah akan menjadikan harta yang mereka bakhilkan itu sebagai kalung pada leher-leher mereka seraya mereka disiksa dengannya sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits yang shahih,

إِنَّ الْبَخِيْلَ يُمَثَّلُ لَهُ مَالُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ لَهُ زَبِيْبَتَانِ ثُمَّ يَأْخُذُ بِلِهْزِمَتَيْهِ يَقُوْلُ: أَنَا مَالُكَ، أَنَا كَنْزُكَ

Sesungguhnya orang yang bakhil itu pada Hari Kiamat, hartanya akan dijadikan seekor ular jantan yang botak yang memiliki dua taring, kemudian ia akan mematok kedua rahang (pemilik)nya seraya berkata, ‘Saya adalah hartamu, saya adalah harta simpananmu’.

Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca ayat ini untuk membenarkannya. Orang-orang bakhil itu menyangka bahwa kebakhilan mereka berguna bagi mereka dan akan menyelamatkan mereka, namun ternyata perkaranya terbalik secara total, bahkan kebakhilan mereka itu menjadi mudarat paling besar bagi mereka dan penyebab bagi siksaan atas mereka.

وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ “Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan bumi,” maksudnya, Allah Ta’ala adalah Raja atas segala raja, dan seluruh raja-raja kembali kepada Pemiliknya, dan hamba-hamba akan kembali dari dunia dengan tidak membawa apa-apa dari dirham dan dinar, dan tidak juga harta lainnya. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا نَحْنُ نَرِثُ الْأَرْضَ وَمَنْ عَلَيْهَا وَإِلَيْنَا يُرْجَعُونَ

Sesungguhnya Kami mewarisi bumi dan semua orang-orang yang ada di atasnya, dan hanya kepada Kami-lah mereka dikembalikan.” (Maryam: 40).

Perhatikanlah bagaimana Allah menyebutkan sebab awal dan sebab akhir, di mana kedua sebab itu mengharuskan seorang hamba tidak bakhil dengan harta yang telah Allah berikan kepadanya.

Pertama, Allah mengabarkan tentang sesuatu yang ada pada hamba dan miliknya itu merupakan karunia dari Allah dan nikmatNya dan bukan milik hamba tersebut, bahkan sekiranya bukan karena karunia Allah atasnya dan kebaikanNya, niscaya tidak akan ada sama sekali pada dirinya sesuatu pun dari padanya. Maka tindakan bakhilnya itu menghalangi karunia Allah dan kebaikanNya. Karena kebaikanNya itu mengharuskan ia berbuat kebaikan juga kepada hamba-hambaNya, sebagaimana Allah berfirman,

وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ

Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.” (Al-Qashash: 77).

Barangsiapa yang meneliti (dengan seksama) bahwa apa yang ada padanya itu merupakan karunia dari Allah, niscaya dia tidak akan menahan karunia itu, yang tidak akan memudaratkannya, akan tetapi justru berguna bagi dirinya; pada hatinya, hartanya, dan bertambahnya iman, serta terpelihara dari bencana.

Kemudian kedua, Allah menyebutkan bahwa apa yang ada pada tangan hamba-hamba itu semuanya kembali kepada Allah dan diwarisi oleh Allah Ta’ala, dan Allah adalah sebaik-baik Pewaris, maka tidak ada artinya bersikap bakhil pada sesuatu yang akan hilang darimu dan akan berpindah kepada selain dirimu.

Kemudian ketiga, Allah menyebutkan sebab balasan, seraya berfirman, وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ “Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Apabila Allah itu Maha Mengetahui pada perbuatan-perbuatan kalian seluruhnya –dan hal itu mengharuskan adanya balasan yang baik bagi kebaikan, dan hukuman atas kejahatan– niscaya tidaklah akan terlambat seseorang yang dalam hatinya ada iman walau seberat biji sawi untuk berinfak, di mana dia akan memperoleh balasan, dan dia tidak akan bahagia dengan menahan infak yang akan membuat dirinya mendapat hukuman.

(181) Allah Ta’ala mengabarkan tentang perkataan orang-orang yang durhaka yang telah berucap dengan perkataan yang paling buruk, paling keji dan paling busuk, lalu Allah mengabarkan bahwasanya Dia telah mendengar apa yang mereka katakan, dan bahwa Dia akan menulis dan menjaga (catatan) itu bersama perbuatan-perbuatan mereka yang sangat keji yaitu membunuh para nabi yang berdakwah. Dan bahwa Allah akan menghukum mereka atas perbuatan itu dengan seberat-berat hukuman, dan bahwa akan dikatakan kepada mereka sebagai ganti apa yang telah mereka katakan yaitu “Allah itu fakir dan kamilah yang kaya,” ذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ “Rasakanlah olehmu azab yang membakar“, yang menghanguskan lagi menghujam dari badan hingga ke hati. Siksaan mereka itu bukanlah suatu penganiayaan dari Allah bagi mereka, karena sesungguhnya Allah لَيْسَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ “Sekali-kali tidak menganiaya hamba-hambaNya.” (Ali Imran: 182). Karena Allah Ta’ala Mahasuci dari hal tersebut.

(182) Sesungguhnyaذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ  “(azab) yang demikian itu adalah disebabkan” oleh tangan-tangan mereka berupa perbuatan hina dan keburukan yang mengharuskan mereka berhak mendapatkan azab dan jauh dari pahala. Para ahli tafsir telah menyebutkan bahwasanya ayat ini turun pada suatu kaum dari Yahudi yang telah berbicara dengan perkataan (busuk) tersebut. Para ahli tafsir menyebutkan bahwa di antara kaum Yahudi itu adalah Finhash bin ‘Azura’, salah seorang pemimpin ulama Yahudi di Madinah,  dan bahwa ketika dia mendengar Firman Allah Ta’ala,

مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا

Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, suatu pinjaman yang baik.” (Al-Baqarah: 245) dan

وَأَقْرَضُوا اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا

Dan berikanlah pinjaman kepada Allah suatu pinjaman yang baik.” (Al-Muzzammil: 20),

dia berkata dengan nada sombong dan congkak perkataan tersebut. Semoga Allah menghukumnya. Maka Allah menyebutkan perkataan itu dari mereka, dan Allah mengabarkan bahwa itu bukan suatu hal yang baru dari kekejian mereka, bahkan sebenarnya telah berlalu dari mereka kekejian-kekejian lain yang serupa dengan hal tersebut, yaitu “pembunuhan nabi-nabi Allah tanpa alasan yang benar”. Pembatasan ini dimaksudkan bahwa mereka itu lancang membunuh para nabi padahal mereka mengetahui akan kekejian perbuatan itu, bukan atas dasar kebodohan dan kesesatan, akan tetapi atas dasar pembangkangan dan kedurhakaan.

(183) Allah Ta’ala mengabarkan tentang kondisi orang-orang yang membuat kebohongan yang berkata, إِنَّ اللَّهَ عَهِدَ إِلَيْنَا “Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kami,” maksudnya, Allah datang kepada kami dan Allah mewasiatkan bahwa janganlah kami beriman kepada seorang rasul hingga dia datang kepada kami dengan membawa kurban yang telah dimakan api. Mereka menyatukan antara kebohongan atas nama Allah dan membatasi tanda-tanda para rasul dengan apa yang mereka katakan berupa kedustaan yang nyata tersebut, dan bahwasanya mereka bila tidak beriman kepada seorang rasul yang tidak membawa kurban yang dimakan api, maka mereka dalam hal itu telah taat kepada Tuhan mereka dan konsisten terhadap perintahNya.

Dan sungguh telah diketahui bahwa setiap rasul yang diutus oleh Allah pasti Dia perkuat dengan ayat-ayat dan bukti-bukti nyata tertentu yang menurut semisalnya (biasa) diimani oleh manusia, dan Allah tidak membatasinya dengan apa yang mereka katakan itu. Namun bersama itu semua, mereka telah membuat kebohongan yang tidak mereka pegang teguh dan kebatilan yang tidak mereka lakukan.

Karena itu Allah memerintahkan kepada RasulNya untuk berkata kepada mereka, قَدْ جَاءَكُمْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِي بِالْبَيِّنَاتِ “Sesungguhnya telah datang kepadamu beberapa orang rasul sebelumku dengan membawa keterangan-keterangan yang nyata” yang menunjukkan kepada kebenaran mereka, وَبِالَّذِي قُلْتُمْ “dan membawa apa yang kamu sebutkan” yaitu dia membawa kepada kalian kurban yang dimakan oleh api, فَلِمَ قَتَلْتُمُوهُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ “maka mengapa kamu membunuh mereka jika kamu adalah orang-orang yang benar?” Maksudnya, (kalian benar) dalam pengakuan kalian bahwa kalian beriman kepada seorang rasul yang membawa kurban yang dimakan api (lalu kenapa kalian tetap membunuh para rasul itu); maka dengan hal ini jelaslah kebohongan, kedurhakaan, dan penentangan mereka.

(184) Kemudian Allah menghibur RasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berfirman, فَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقَدْ كُذِّبَ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ “Jika mereka mendustakanmu, maka sungguh rasul-rasul sebelum kamu pun telah didustakan (pula).” Maksudnya, ini adalah kebiasaan orang-orang yang zhalim dan jalan mereka yaitu kufur kepada Allah dan mendustakan para rasul Allah. Pendustaan mereka kepada para rasul Allah itu bukan karena suatu keterbatasan syariat yang datang kepada mereka atau tidak jelasnya hujjah bagi mereka, bahkan sungguh جَاءُوا بِالْبَيِّنَاتِ “mereka membawa mukjizat-mukjizat yang nyata” yaitu, hujjah-hujjah logika dan bukti-bukti nyata naqliyah, وَالزُّبُرِ “dan Zubur,” yaitu, kitab-kitab yang ditulis dan diturunkan dari langit yang tidak mungkin dibawa oleh selain para rasul, وَالْكِتَابِ الْمُنِيرِ “dan kitab yang memberi penjelasan yang sempurna” tentang hukum-hukum syariat dan penjelasan tentang berbagai masalah yang mencakup keindahan-keindahan logika, dan juga penjelasan tentang kabar-kabar yang benar.

Apabila ini adalah kebiasaan mereka dalam ketidakberimanan kepada para rasul yang mana inilah gambaran mereka, maka janganlah engkau bersedih karena hal mereka tersebut, dan janganlah sekali-kali perkara mereka menyibukkanmu.

 (185) Ayat yang mulia ini mengandung penjelasan tentang zuhud dari dunia karena bersifat fana dan tidak kekal, dan bahwa dunia itu adalah perhiasan yang menipu, membuat fitnah dengan keindahannya, menipu dengan kecantikan dan kemolekannya. Kemudian dunia itu akan berpindah dan ditinggalkan menuju negeri yang abadi, di mana jiwa-jiwa manusia akan diberikan balasan amal yang telah diperbuatnya di dunia ini berupa kebaikan maupun kejelekan. فَمَنْ زُحْزِحَ “Maka barangsiapa dijauhkan,” maksudnya, dikeluarkan عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ “dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh dia telah beruntung,” maksudnya, dia memperoleh kemenangan yang besar dengan selamat dari siksa yang pedih dan sampai kepada surga yang penuh nikmat, yang berisikan segala keindahan yang tak pernah dilihat mata, tak pernah didengar telinga, dan tidak pernah terlintas pada benak dan hati seseorang.

Pemahaman terbalik ayat ini, adalah bahwa barangsiapa yang tidak dikeluarkan dari neraka dan tidak masuk dalam surga, maka dia tidaklah beruntung, bahkan dia celaka dengan kesengsaraan yang abadi dan disiksa dengan hukuman yang kekal.

Ayat ini mengandung isyarat akan adanya kenikmatan alam barzakh maupun siksaannya, dan bahwa orang-orang yang beramal akan diberikan balasan di dalamnya dengan beberapa balasan dari amal yang telah mereka lakukan, dan disuguhkan kepada mereka beberapa contoh dari orang-orang yang mendahuluinya. Ini dapat dipahami dari FirmanNya, وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ “Dan sesungguhnya pada Hari Kiamat sajalah disempurnakan pahalamu,” maksudnya, penyempurnaan balasan perbuatan secara total hanya terjadi pada Hari Kiamat, sedangkan selain itu maka terjadi di alam Barzakh, bahkan bisa jadi dapat terjadi sebelum itu (di dunia), seperti Firman Allah Ta’ala,

وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنَ الْعَذَابِ الْأَدْنَى دُونَ الْعَذَابِ الْأَكْبَرِ

Dan sungguh Kami merasakan kepada mereka sebagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat).” (As-Sajdah: 21).

 (186) Allah Ta’ala mengabarkan dan mengarahkan pembicaraan kepada kaum Mukminin bahwasanya mereka akan diuji pada harta mereka berupa infak-infak yang wajib dan sunnah, dan berupa kemungkinan menjadi habis di jalan Allah, dan (diuji) pada diri mereka berupa pembebanan dengan berbagai beban yang berat di atas sebagian besar manusia lain, seperti jihad di jalan Allah dan kemungkinan adanya kelelahan, pembunuhan dan tertawan atau terluka. Atau seperti penyakit yang menimpa pada dirinya atau pada orang yang dicintainya. Dan pastilah kalian akan mendengar dari orang-orang yang diberi al-Kitab dan kaum musyrikin,  أَذًى كَثِيرًا”gangguan yang banyak” yang menyakitkan hati berupa tuduhan pada diri kalian, pada agama kalian, dan kitab kalian serta rasul kalian. Kabar dari Allah kepada hamba-hambaNya yang beriman itu tentang hal tersebut menyimpan beberapa faidah, di antaranya;

  • Bahwa hikmah Allah Ta’ala menuntut hal tersebut agar terbedakan seorang Mukmin yang benar dari selainnya.
  • Bahwa Allah Ta’ala menakdirkan atas mereka perkara-perkara tersebut, disebabkan Allah menghendaki bagi mereka kebaikan, agar derajat mereka semakin tinggi dan kesalahan-kesalahan mereka terhapus, dan agar iman mereka bertambah dan keyakinan mereka akan semakin sempurna. Apabila Allah mengabarkan hal tersebut kepada mereka, maka hal itu pasti akan terjadi sebagaimana yang dikabarkanNya.

قَالُوا هَذَا مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَصَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَمَا زَادَهُمْ إِلَّا إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا

Mereka berkata, ‘Inilah yang dijanjikan Allah dan RasulNya kepada kita.’ Dan benarlah Allah dan RasulNya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.” (Al-Ahzab: 22).

  • Bahwa Allah mengabarkan kepada mereka tentang hal itu agar jiwa mereka tegar menghadapi kejadian tersebut dan bersabar atasnya apabila terjadi. Karena mereka telah bersiap-siap menghadapi kejadian tersebut, maka menjadi mudahlah bagi mereka untuk memikulnya dan ringan bagi mereka pengorbanan biayanya, dan mereka bersandar kepada sabar dan takwa. Karena itu Allah berfirman, وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا “Jika kamu bersabar dan bertakwa,” maksudnya, apabila kalian bersabar atas apa yang kalian dapatkan pada harta dan jiwa kalian berupa ujian dan cobaan dan gangguan orang-orang yang zhalim, dan kalian bertakwa kepada Allah dalam kesabaran tersebut, dengan meniatkan (hanya) mengharapkan Wajah Allah dan mendekatkan diri kepadaNya dan kalian tidak melampaui batas-batas syariat dalam kesabaran kalian tersebut dengan bersabar pada suatu tempat yang tidak halal bagi kalian bersabar padanya, bahkan sebaliknya tugas kalian padanya adalah membalas musuh-musuh Allah.

فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ “Maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.” Maksudnya ia termasuk perkara-perkara yang patut ditekadkan dalam menempuhnya dan berlomba-lomba meraihnya dan tidaklah akan diberi taufik kepadanya kecuali orang-orang yang memiliki tekad dan bercita-cita tinggi, sebagaimana Allah berfirman,

وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ

Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar, dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.” (Fushshilat: 35).

 (187) Al-Mitsaq adalah sebuah janji yang berat lagi dikuatkan (dengan sesuatu). Janji tersebut diambil oleh Allah Ta’ala dari setiap orang yang telah Allah berikan kepadanya kitab, dan telah Allah ajarkan kepadanya ilmu, yaitu agar dia menjelaskan apa yang telah Allah ajarkan itu kepada manusia apa yang mereka butuhkan dan tidak menyembunyikannya dan bakhil dengannya kepada mereka, khususnya bila mereka bertanya kepadanya atau terjadi suatu kondisi yang mengharuskan hal tersebut. Karena setiap orang yang memiliki ilmu, maka pada saat itu wajib atasnya menjelaskan dan menerangkan kebenaran dari kebatilan.

Orang-orang yang diberi taufik oleh Allah, niscaya mereka akan menunaikan dan menyempurnakan kewajiban tersebut dan mereka mengajarkan manusia apa yang telah Allah ajarkan kepadanya dengan maksud memperoleh keridhaan Rabb mereka dan sebagai rasa kasih terhadap makhluk serta rasa takut dari dosa menyembunyikan ilmu. Sedangkan orang-orang yang telah diberikan kepada mereka al-Kitab dari kaum Yahudi dan Nasrani dan orang-orang yang seperti mereka, maka mereka telah melemparkan perjanjian dan ikatan-ikatan tersebut di belakang punggung mereka dan mereka tidak mempedulikannya. Mereka menyembunyikan kebenaran dan menampakkan kebatilan sebagai sikap lancang terhadap hal-hal yang diharamkan oleh Allah serta meremehkan hak-hak Allah Ta’ala dan hak-hak makhluk. Dan dengan penyembunyian itu mereka menukarnya ثَمَنًا قَلِيلًا “dengan harga yang sedikit,” yaitu sesuatu yang mereka dapatkan jika mendapatkannya berupa sedikit kedudukan, harta yang hina dari orang-orang yang rendah, yang mengikuti hawa nafsu mereka dan mendahulukan syahwat mereka daripada kebenaran.

فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُونَ “Amatlah buruk tukaran yang mereka terima” karena hal itu adalah imbalan yang paling rendah. Sedangkan sesuatu yang mereka benci, yaitu menjelaskan kebenaran yang mengandung kebahagiaan yang abadi dan manfaat agama maupun dunia adalah harapan dan cita-cita yang paling tinggi dan paling mulia; dan tidaklah mereka memilih yang rendah lagi hina dan meninggalkan yang tinggi lagi mahal, melainkan karena buruknya bagian mereka, kehinaan mereka dan kondisi mereka yang tidak baik bagi selain tujuan untuk apa mereka diciptakan. Kemudian Allah Ta’ala berfirman,

(188) لَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَفْرَحُونَ بِمَا أَتَوْا “Janganlah sekali-kali kamu menyangka, bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan,” yaitu berupa keburukan dan kebatilan perkataan maupun perbuatan, وَيُحِبُّونَ أَنْ يُحْمَدُوا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا “dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan,” maksudnya, (dipuji) dengan kebaikan yang tidak mereka kerjakan dan kebenaran yang belum mereka katakan. Mereka telah menyatukan antara perbuatan buruk dan perkataan buruk, serta gembira akan hal tersebut dan suka akan pujian terhadap perbuatan baik yang belum mereka kerjakan. فَلَا تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مِنَ الْعَذَابِ “Janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa,” maksudnya, berposisi selamat dan bebas, akan tetapi mereka berhak mendapat siksa, dan mereka akan menuju kepadanya. Karena itu Allah berfirman, وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ “Dan mereka mendapatkan siksa yang pedih.

Termasuk dalam ayat yang mulia ini adalah ahli Kitab yang bergembira dengan sesuatu yang ada pada mereka berupa ilmu, namun mereka tidak tunduk kepada Rasul, dan mereka menyangka bahwa merekalah yang benar dalam kondisi riil dan pandangan hidup mereka. Demikian juga setiap orang yang berbuat bid’ah, baik perkataan maupun perbuatan, dan senang dengannya, lalu mengajak orang kepadanya, dan menyangka bahwa dia benar dan selainnya batil, sebagaimana umumnya terjadi pada ahli-ahli bid’ah.

Ayat ini dengan pemahamannya menunjukkan bahwa barangsiapa yang suka dipuji dan disanjung dengan apa yang telah diperbuatnya berupa kebaikan dan mengikuti kebenaran, apabila tujuannya bukanlah ingin dilihat (riya’) dan didengar (sum’ah), maka hal tersebut tidaklah tercela. Bahkan hal ini termasuk perkara yang dianjurkan, yang telah Allah kabarkan bahwa Allah akan memberikan balasan bagi orang-orang yang berbuat kebaikan dalam perkataan maupun perbuatan, dan bahwa Allah akan memberikan balasan terhadap hamba-hambaNya yang dicintaiNya, dan mereka memohon hal itu kepadaNya; seperti perkataan Ibrahim ‘alaihissalam,

وَاجْعَلْ لِي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الْآخِرِينَ

“Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian.” (Asy-Syu’ara’: 84).

Dan Allah berfirman,

سَلَامٌ عَلَى نُوحٍ فِي الْعَالَمِينَ . إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ

Kesejahteraan dilimpahkan atas Nuh di seluruh alam. Sesungguhnya, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Ash-Shaffat: 79-80).

Hamba-hamba dari Yang Maha Rahman berkata,

وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Furqan: 74).

Itu semua adalah nikmat Sang Pencipta atas hamba-hamba-Nya, di mana itu semua membutuhkan sikap syukur.

 (189) Maksudnya, Dia-lah Pemilik langit dan bumi dan sesuatu yang ada pada keduanya berupa seluruh macam makhluk, Yang bertindak pada mereka dengan kesempurnaan kuasa dan keindahan ciptaan, dan Dia tidak terhalang oleh seseorang pun dari mereka, dan tidak ada seorang pun yang melemahkanNya.

REFERENSI:

  1. Tafsir Al-Qur’an (1) Surat: Al-Fatihah – Ali Imran, Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Darul Haq, Jakarta, Cet. VII, Sya’ban 1436 H / Juni 2015 M.
  2. Tafsir Al-Qur’an Terjemah al-Mukhtashar fi at-Tafsir, Para Pakar Tafsir, Darul Haq, Jakarta.