rumah

Kalimat yang terucap dari mulut seorang ayah sewaktu dia meneguk duka deritanya. Dia meletus bak vulkanik (gunung berapi) yang membuat bumi ini hampir bergoncang-goncang di bawah kedua kakinya. Seluruh bahasa dunia tidak bisa menggambarkan mu-sibah yang tak sanggup diungkapkan dengan kata-kata dan membuat semua makna tenggelam dalam lautan huruf-huruf.

Kalimat yang diucapkan dengan suara yang ter-dengar oleh telinga semua orang, “Tiada tempat bagi wanita selain rumahnya….”

Dia terus mengulang-ulanginya, namun itu di saat penyesalan sudah telat dan nasi sudah menjadi bubur.

Dia membuang sorbannya dan melemparkan igal atau ikat kepalanya sambil sesekali lari dan berhenti.

Saudaraku, tahukah anda bagaimana jalan ceri-tanya? Dan musibah apa yang menimpa lelaki ini? Kalau begitu, simaklah kisah seputar “Manakala orang-orang suci nekat bunuh diri”.

Saudaraku, berilah aku waktumu sejenak…

Kala itu, jam menunjukkan pukul 06:00 pagi di rumah yang dihuni ayah, ibu beserta sejumlah putra dan putrinya yang masih remaja dan duduk di jenjang pendidikan yang berbeda-beda….

Semuanya berdiri dan bersiap-siap untuk pergi ke sekolah sebagai rutinitas harian. Sang ayah pun men-jalankan mobilnya. Dia tidak bertolak dari masjid ke rumah, melainkan beranjak dari ranjang tidur lang-sung menuju mobil, tanpa melintasi masjid, mengingat dia bukan termasuk orang yang rajin menunaikan sha-lat Shubuh. Begitu pula dengan sang gadis putrinya, dia tidak beranjak melainkan dari sisi saluran antena (parabola).

Sang ayah tergesa-gesa menyetir mobilnya di ja-lanan kota yang penuh sesak. Kebetulan, saat-saat se-perti ini adalah waktu puncak kepadatan dan kema-cetan lalu lintas. Subhanallah!… sekolah, kampus, dunia yang diburu-buru banyak orang, kebisingan serta an-trian pada sejumlah rambu lalu lintas.

Setengah jam sebelumnya, sang muadzin mengu-mandangkan lafazh, “Hayya ‘ala ash-Shalat” (marilah kita shalat), namun tak ada seorang pun yang menja-wab. Suara adzan mengumandang di atas menara: “Allahu Akbar” (Allah Maha Besar), namun tak ada seo-rang pun yang mau bangun….

Ketika jam kerja dan pelajaran berdering, orang-orang pun bangun dan saling berjejalan.

بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا . وَاْلأَخِرَةُ خَيْرُُوَأَبْقَى

“Tetapi kamu (orang-orang) kafir memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (Al-A’la: 16-17).

Banting tulang dan kuras keringat untuk tujuan apa?

Lelaki ini mengantar anak-anaknya, sementara dia memandangi putri sulungnya yang merupakan ma-hasiswi semester terakhir di sebuah perguruan tinggi yang sebentar lagi lulus. Seraya, dia pun merangkai di dalam benaknya sejuta khayalan. Dia membayangkan putrinya ini telah berhasil menyandang gelar sarjana. Dia membayangkan putrinya menjadi seorang pega-wai yang mendatangkan kekayaan baginya; dan ini merupakan harapan umumnya para orang tua yang menjadikan putri-putri mereka sebagai sapi perahan yang bisa menghasilkan banyak harta bagi mereka. Kemudian, dia membayangkan putrinya menjadi seo-rang istri di sanding suami beserta anak-anaknya. Itulah impian-impian dan angan-angan yang menjadi dambaan setiap kepala rumah tangga.

Dia pun menurunkan putrinya yang sudah ber-usia 20 tahun itu di dekat pintu gerbang kampus. Dia melepasnya dan tak tahu bahwa itu adalah pelepasan yang terakhir. Gadis ini turun dari mobil sambil me-nyanggul tas kuliah di pundaknya, sementara apa yang dipendam dalam hatinya adalah kesia-siaan, cela, khianat dan kekejian. Dia turun untuk suatu janji ber-sama kekasihnya. Kuliah macam apa ini yang sedang ditempuhnya? Ilmu macam apa ini yang ingin di-raihnya?

Sesungguhnya masa-masa remaja amat terbatas dan begitu cepat berakhir. Karena itu, si gadis bodoh lagi dungu ini buru-buru menanam modalnya. Hanya, dia menanamkannya dalam cela dan aib. Akibatnya, dia pun terperosok dalam lumpur kenistaan dan ke-hinaan.

Untuk apa semua ikatan atau norma-norma ini? Dan kenapa kita tidak hidup dalam kebahagiaan? Ma-nakala terjadi kebimbangan di hati gadis yang terpe-daya ini dan pada umumnya remaja-remaja putri se-bayanya… Belum sepenuhnya ayahnya pergi dan me-ninggalkan tempat itu, dan mobilnya pun belum sama sekali lenyap dari pandangan matanya hingga langkah-langkah kakinya bergegas kembali ke tempat semua. Dia bergegas menemui sang srigala bermuka manusia yang sudah menungguinya di sana. Srigala itu telah menyemprot mobilnya dengan bau parfum yang harum, memutar musik keras dan langsung menjalankan mo-bilnya bersama gadisnya ini begitu selesai membu-kakan pintu mobil baginya.

“Selamat pagi,” sapa gadis ini kepadanya.

“Pagi ceria yang dipenuhi mawar dan melati…,” jawabnya.

Mobil berjalan dan gadis ini pun memberi pan-dangan perpisahan ke arah kampusnya; itulah per-pisahan yang terakhir. Sementara manusia srigala ini menghujani dan menyiraminya dengan sejuta untaian kata indah penuh birahi dan asmara, seolah bak gu-yuran hujan yang sedang membasahi hati yang mati dan kosong dari dzikir kepada Allah dan hampa dari keimanan kepada Allah…. menyirami hatinya lalu ter-nyata dia mendapati kata-kata ini tak lebih bagaikan tanah lembab yang menumbuhkan sejuta problema dan lakon kesedihan… menumbuhkan mayang yang tampak seperti kepala-kepala setan.

Srigala ini membawa mangsanya dan dia men-jamin si gadis aman bersamanya. Tahukan Anda, apakah dia akan melepaskannya, mencacinya atau mencer-canya?

Di tengah-tengah pembicaraan itu, dia memberi masukan ide kepada si gadis dan berkata, “Bagaimana pendapatmu jika kita pergi ke kota lain agar bisa lama berasyik masyuk?”

“Tidak masalah,” jawab si gadis.

Si gadis itu menyetujui ide ini, dan srigala ini pun berjingkrak-jingkrak dan hampir saja meloncat saking kegirangan. Seketika, dia membanting setir mobil un-tuk mengambil jalur yang mengarah ke kota itu. Sirene peringatan berbunyi sebagai larangan melaju cepat. Namun, mobil sepasang muda-mudi ini terlanjur me-laju kencang. Sementara, pemuda yang ugal-ugalan ini pun tidak mau menghiraukan aba-abanya.

Di tengah perjalanan, gadis ini melepas pan-dangan ke arah lelaki yang telah menggadaikan kesu-cian dan kehormatannya serta kemuliaan sukunya selepas memenuhi tujuannya dan ambisi kekasihnya. Lelaki itu bergegas kembali agar tiba di kampus sebe-lum ayah si gadis datang. Namun, ternyata ban mobil meletus dan mobil pun terjungkir-balik berkali-kali. Gadis ini pun menjerit tapi semua sudah terjadi. Se-muanya telah berakhir!!

Sudah tiada waktu untuk menyatakan iman, wahai gadis…. kalaupun hatimu kembali dengan iman dan mengakui dosa. Namun, terjadilah apa yang terjadi. Maka, terlihatlah rambut panjang terurai seperti bulir-bulir yang ditinggalkan tanpa dipanen yang menutupi wajahnya, seakan sedang menyumpahi sang srigala yang telah meneguk secangkir sari madunya.

Dia menyumpahi lelaki itu, “Semoga Allah me-renggut nyawamu seperti kamu telah membunuh-ku….”

Tim reserse pun bergegas mendatangi tempat ke-jadian perkara (TKP), dan menjadi jelaslah semua duduk perkaranya. Siapa gadis ini? Bagaimana mereka menghubungi keluarganya? Mereka pun membuka tas gadis ini dan menemukan nama atau identitas dirinya beserta alamatnya, dan bahwa gadis ini adalah seorang mahasiswi di sebuah perguruan tinggi. Segera, dihu-bungilah nomor telepon tersebut untuk dapat tersam-bung dengan dekan fakultas dan memberikan informasi.

Dekan fakultas ini menemui sendiri petugas satpam kampus dan berkata kepadanya, “Apabila si fulan te-lah datang setelah shalat Zhuhur, kabarilah aku!”

Sang rektor universitas berdiri di dekat pintu ger-bang kampus sambil mengusap air matanya sewaktu mendengar kabar dan menahan amarahnya.

Sang ayah pun telah tiba di kampus untuk men-jemput putrinya seperti biasanya…. Lalu ada seseo-rang memanggilnya, “Si fulan bin fulan, kemarilah jika anda berkenan….” Dia pun mendatangi panggilan, sedang sang dekan fakultas menungguinya di dekat pintu gerbang. Di sana, sang dekan berkata kepadanya dan isak tangis mengalahkan suaranya. Sang dekan berkata, “Hai ayah si fulan, tengoklah ke kantor seksi bidang kecelakaan lalu lintas.”

Dia bertanya, “Kenapa? Jawablah!”

Sang dekan menjawab, “Saya tak tahu pasti. Kami menerima informasi yang harus disampaikan kepada Anda agar Anda menengok kantor seksi bidang kece-lakaan.”

“Lalu putriku?” Sahutnya.

Sang dekan berkata, “Putri Anda tidak berada di kampus. Dia ada di depan Anda.”

Lelaki ini segera berangkat ke kantor terkait, se-mentara kepedihan menggoncangkan hatinya dan ke-dukaan menggundahkan perasaannya, dan membawa dirinya kepada perasaan tak menentu…. Apa yang telah terjadi? Siapa yang telah membawa putriku keluar dari kampus? Bagaimana dia bisa sampai ke tempat itu yang terletak di kota lain? Berbagai pertanyaan yang muncul silih berganti dan dia tidak tahu jawabannya.

Sampailah lelaki ini ke kantor yang bersangkutan dan mendapat informasi langsung dari kepala staf bagian… “Semoga Allah mengagungkan pahalamu dan memperbaiki kesabaranmu…”

Tenaga lelaki ini pun terkulai lemas. Dia langsung terkapar tak bisa menggerakkan kedua kakinya. Dia membuang jasnya dan merobek bajunya. Akan tetapi, apalah gunanya? Dia pun terus mengulang-ulang ka-limat yang hingga terdengar oleh semua orang, “Tiada-lah tempat wanita melainkan rumahnya.”

Siapa tahu para orang tua yang gegabah men-dengar teriakannya ini… siapa tahu kalangan remaja-remaja yang berfoya-foya mendengar kisah ini setelah telinga mereka tuli terhadap firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang lebih Maha Tahu akan keadaan hamba-hambaNya…

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ

“…dan hendaklah kamu tetap di rumahmu…” (Al-Ahzab: 33).

Saudara-saudariku, kalangan remaja-remaji…

Jikalau kedok terselubung kedua sejoli yang ber-nasib naas ini telah terbongkar dan bahwa akhir riwayat mereka begitu tragis.. apakah keduanya akan berani melakukan kejahatan ini? Jawabannya, pasti… tidak.

Oke! Bisakah kamu, wahai pemuda, menjamin dirimu sendiri?

Bukankah kewajiban bagi setiap remaja-remaji yang telah dibutakan oleh nafsu birahi agar menjauhi kematian seperti ini?

Sesungguhnya orang sakit, apabila pingsan, dia akan disetrum dengan tegangan listrik agar bisa sadar kembali. Demikian pula, semua kejadian ini, wahai saudara-saudaraku, dia juga akan disetrum dengan te-gangan listrik keimanan yang dapat menggugah hati yang sedang lalai.

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran …” (Yusuf: 111).

Sebenarnya ayah ini, pemilik hati yang penya-yang, apakah pernah terdetik dalam hatinya sewaktu mengantar putrinya setiap hari ke kampus, bahwa dia hanya mengantarkannya ke pangkuan kekasih dan pacarnya?

Apakah pernah dia berpikir demikian? Tidak…. sama sekali tidak! Akan tetapi, apa yang membuatnya melakukan semua itu?

Kepercayaan secara berlebih-lebihan, kelengahan dan tidak adanya pembinaan keimanan telah mengan-tarkan kepada apa yang terjadi. Benar! kenapa hal ini terjadi, wahai saudaraku? Kenapa terjadi kepercayaan yang berlebih-lebihan ini? Apakah gadis-gadis itu para malaikat?

Kami tidak menyuruh untuk melepas keper-cayaan dari para gadis itu. Namun, kami menghimbau untuk tetap waspada, mengontrol, mengawasi dan memberi pembinaan keimanan. “Sungguh, aku telah memberinya sedikit kepercayaan dan mengawasinya.”

Baik…. akan tetapi dia senantiasa terdidik untuk jauh dari Allah. Dia selalu begadang sepanjang malam untuk menonton tayangan parabola dan kamu beri kepercayaan….. Kamu tempatkan dia di dekat per-apian, tapi kamu katakan, “Jangan terbakar….”

Itu mustahil, wahai saudara-saudaraku….

Hai para orang tua, ingatlah betapa besar sebuah tanggung jawab di hadapan Allah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَقِفُوهُمْ إِنَّهُم مَّسْئُولُونَ

“Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya.” (Ash-Shaffat: 24).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

إِنَّ اللهَ سَائِلٌ كُلَّ رَاعٍ عَمَّا اِسْتَرْعَاهُ حَفِظَ أَمْ ضَيَّعَ

“Sesungguhnya Allah akan menanyai setiap pemimpin tentang apa yang dipimpinnya, apakah dia menjaga atau menelantarkannya.”

Tahukah Anda orang yang telah memasang para-bola bagi putra-putrinya, apakah dia menelantarkan atau menjaga peliharaannya? Apakah dia menyia-nyiakan kepercayaan yang telah dititipkan Allah kepa-danya? Nyata, demi Allah, barangsiapa membiar-kan putra-putrinya dalam binaan film-film dan serial-serial drama ini, sungguh dia telah menyia-nyiakan keper-cayaan itu. Demi Allah!!
Di dalam kitab Shahih Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوْتُ وَقَدِ اسْتَرْعَاهُ اللهُ رَعِيَّةً يَمُوْتُ حِيْنَ يَمُوْتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلاَّ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ رَائِحَةَ اْلجَنَّةَ

“Tidaklah seorang muslim yang mati sedang Allah telah menyerahinya sebagai pemimpin suatu rakyat, lalu dia pun mati di hari kematiannya dalam keadaan menipu rakyatnya, melainkan Allah telah mengharam-kan baginya bau surga.”

Masalah ini bertambah krusial di saat Anda –sau-daraku- mengetahui bahwa seorang ulama dan tokoh kaum muslimin, Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah mengeluarkan pernyataan,

“Barangsiapa menyediakan parabola bagi putra-putrinya, maka dia telah menipu peliharaannya, dan ditakutkan dia tercakup dalam ancaman yang terdapat dalam hadis ini; na’udzubillah. Bagaimana mungkin kamu lebih mengabaikan surga dan berpaling darinya demi harta duniawi yang akan sirna?”

Sumber: Serial Kisah Teladan 3, Muhamad Shalih Al-Qahthani, Hal: 107, Penerbit Darul Haq