Idul FitriJakarta– Wakil Menteri Agama (Wamenag) RI Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA memprediksi Idul Fitri atau tanggal 1 Syawwal 1434 Hijriyah tahun ini akan dilaksanakan serentak pada Kamis, 8 Agustus 2013. Hal itu karena secara hisab, ijtimak awal bulan syawwal terjadi pada Rabu, 7 Agustus 2013 pagi atau siang. Saat itu, pada saat terbenam matahari, tinggi hilal sudah menunjukkan di atas 2,3 derajat atau melebihi dari batas minimal tinggi hilal yang dipersyaratkan oleh kelompok penganut rukyatul hilal seperti Nahdlatul Ulama (NU) yang hanya menetapkan 2 derajat.

“Ada indikasi serentak. Mudah-mudahan Idul Fitri kali ini akan serentak sama semua kelompok, baik yang menganut hisab maupun rukyah. Sebab tinggi hilal secara hisab sudah di atas 2,3 derajat. Artinya, secara teori, hilal sudah bisa dirukyah (dilihat dengan mata telanjang, red). Mudah-mudahan saja hilal benar-benar bisa terlihat pada malam tanggal 8 Agustus nanti. Sebab, bagaimanapun, proses rukyah tetap harus dilakukan. Kementerian Agama akan menggelar Sidang Itsbat pada Rabu, 7 Agustus,” kata Wanenag, di Jakarta, Selasa (30/7).

Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Dr. H. Dien Syamsuddin memprediksi bahwa untuk sepuluh tahun ke depan, ada kecenderungan Idul Fitri akan terlaksana secara serentak. Hal itu mengingat posisi hilal yang sangat memungkinkan untuk disikapi secara sama diantara berbagai kelompok paham keagamaan di Indonesia.

Ketua Umum PBNU Dr. KH. Aqil Siraj juga mengemukakan hal senada. Ke depan, ada indikasi akan terjadi kesamaan penentuan Idul Fitri jika dilihat dari perhitungan posisi hilal. Namun begitu, NU tetap harus mlakukan rukyah terlebih dahulu sebelum menentukan awal ramadhan maupun Idul Fitri. Sebab NU berpegang pada adanya rukyah, bukan pada perhitungan atau hisab.

“Bisa saja secara hisab, hilal sudah memenuhi krriteria bisa dirukyah. Namun kalau ternyata pada saat yang bersamaan terjadi mendung hebat di seluruh negeri, sehingga hilal gagal untuk dirukyah, ya tetap hitungan bulan harus disempurnakan 30 hari,” papar Said Aqil.

Baik Wamenag, Din Syamsuddin maupun Aqil Siraj sama-sama sepakat, perbedaan apapun yang terjadi, agar tidak dijadikan sebagai benih perpecahan diantara sesama umat Islam. Selama perbedaan itu hanya bersifat khilafiyah terhadap cabang ajaran, umat Islam agar senantiasa bersikap toleran dan saling menghargai satu sama lain.

[Sumber: http://mui.or.id]