Nama ini disebutkan berulang-ulang dalam al-Qur’an kurang lebih pada 50 tempat, di antaranya firman Allah ‘Azza wa Jalla,

قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ

Sungguh, Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah, dan Allah mendengar percakapan antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat. (Qs. al-Mujadilah : 1)

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat. (Qs. asy-Syura : 11)

السَّمِيْعُ (As-Samii’) adalah Dzat yang mendengar semua suara dengan berbagai bahasa dan berbagai permintaan, tidak ada bedanya bagi-Nya suara yang lirih maupun suara yang keras, artinya, “Sama saja (bagi Allah), siapa di antaramu yang merahasiakan ucapannya dan siapa yang berterus terang dengannya; dan siapa yang bersembunyi pada malam hari dan yang berjalan pada siang hari.” (Qs. Ar-Ra’du : 10)

Pendengaran-Nya meliputi semua suara, tidak bercampur baur bagi-Nya suara dan tidak tersamarkan sama sekali. Suatu suara tidak menyibukkan-Nya dari suara yang lain dan tidak pula terabaikan segala bentuk permintaan dan juga tidak melelahkan-Nya banyaknya orang yang memohon.

Imam Ahmad rahimahullah dan yang lainnya meriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya beliau berkata,”Segala puji bagi Allah yang pendengaran-Nya meliputi segala sesuatu. Seorang wanita yang mengeluhkan (masalahnya) datang kepada Nabi dan dia berbicara kepada beliau, sedangkan aku berada di salah satu sudut rumah dan aku tidak bisa mendengarkan suaranya. Kemudian Allah menurunkan ayat, (yang artinya), Sungguh, Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah, dan Allah mendengar percakapan antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha mendengar, Maha Melihat. (Qs. al-Mujadilah : 1) (HR. Ahmad 6/168, an-Nasai, no. 3460 dan Ibnu Majah, no. 188, 2063 dengan isnad yang shahih). Di dalam riwayat lain dikatakan, “Mahatinggi Allah yang pendengaran-Nya meliputi segala sesuatu”. Seperti dalam riwayat Ibnu Majah.

Bahkan seandainya semua jin dan manusia, dari yang pertama hingga terakhir, mereka berada di atas satu bukit kemudian mereka memohon kepada Allah pada waktu yang bersamaan, dan setiap orang meminta kebutuhannya masing-masing, semua berbicara dengan logat masing-masing, sungguh Allah akan mendengar semua ucapan mereka, tanpa ada tumpang tindih dalam hal suara, bahasa, dan kebutuhan. Di antara dalil akan hal ini adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam hadis qudsi, “Wahai hamba-hamba-Ku seandainya orang pertama di antara kalian hingga yang terakhir, manusia maupun jin berada di atas satu bukit lalu mereka memohon kepada-Ku, dan aku memberi kepada setiap mereka permohonannya, hal tersebut tidak mengurangi sedikitpun dari kekuasaanKu, melainkan seperti jarum yang dicelupkan dalam air laut. (HR. Muslim, no. 2577).

Di dalam ash-Shahihain dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Dahulu kami pernah melakukan safar bersama Nabi dan jika kami melewati tempat yang tinggi, kami bertakbir (dengan keras). Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;

 أَرْبِعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ ، فَإِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا ، وَلَكِنْ تَدْعُونَ سَمِيعًا بَصِيرًا قَرِيْبًا

“Kasihanilah diri kalian, karena kalian tidak menyeru Dzat yang tuli maupun yang ghaib (jauh), tetapi kalian menyeru kepada Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha Melihat serta Mahadekat. (Shahih al-Bukhari, no. 6384 dan Shahih Muslim, no. 2704)

Ucapan Nabi  “أَرْبِعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ”  maksudnya kasihanilah diri kalian dan janganlah kalian berlebih-lebihan dalam mengeraskan suara kalian, karena hal tersebut tidak dibutuhkan. Karena Dzat yang kalian mengeraskan suara kalian dalam menyeru-Nya adalah Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha Melihat, Dia mendengar semua suara yang lirih sebagaimana Dia mendengar suara yang keras.

Allah ‘Azza wa Jalla telah mengingkari prasangka orang yang menyangka bahwa Allah ‘Azza wa Jalla tidak bisa mendengar suara lirih maupun keras. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Apakah mereka mengira, bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikanbisikan mereka? Sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan Kami (malaikat) selalu mencatat di sisi mereka. (Qs. az-Zukhruf : 80)

Selain itu, di dalam ash-Shahihain dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Berkumpul di samping Ka’bah, dua orang dari Quroisy dan satu atau dua orang dari Tsaqif dan satu orang dari Quroisy. Perut mereka kebanyakan lemak dan sedikit pengetahuan dalam hati mereka. Salah seorang dari mereka mengatakan, “Apakah kalian mengira bahwa Allah ‘Azza wa Jalla mendengar apa yang kita ucapkan ?” Yang lain berkata, “Dia mendengar kalau kita keraskan dan tidak mendengar kalau kita lirihkan.” Yang lain berkata, “Jika Dia bisa mendengar suara keras kita, maka Dia juga mendengar suara lirih kita. “Maka Allah ‘Azza wa Jalla pun menurunkan firman-Nya, artinya, “Kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Fushshilat : 22)

Di dalam konteks ayat dan hadis di atas terdapat penjelasan bahwa kerusakan aqidah yang berkaitan dengan sifat Allah ‘Azza wa Jalla dan nama nama-Nya mengakibatkan kerusakan dalam amal dan agamanya serta menjerumuskan dalam kebinasaan, kehancuran, dan kerugian. Oleh karena itu, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, artinya, “Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka terhadap Rabbmu, prasangka itu telah membinasakan kamu, maka jadilah termasuk orang-orang yang merugi. Jika mereka bersabar (menerima azab), maka nerakalah tempat diam mereka dan jika mereka mengemukakan alasan-alasan, maka tidaklah mereka termasuk orang-orang yang diterima alasannya. (Qs. Fushilat : 23-24)

Kemudian pendengaran yang disandarkan kepada Allah ‘Azza wa Jalla terbagi menjadi dua :
1. Pendengaran yang berkaitan dengan apa yang didengar, maka maknanya adalah meliputi suara.
2. Pendengaran yang bermakna mengabulkan, maksudnya Allah ‘Azza wa Jalla mengabulkan orang yang berdoa kepada-Nya. Di antaranya firman Allah ‘Azza wa Jalla,

اِنَّ رَبِّىۡ لَسَمِيۡعُ الدُّعَآءِ

Sesungguhnya Rabbku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) do’a.” (Qs. Ibrahim : 39)

Mendengar dalam arti meliputi suara terbagi menjadi tiga :

  1. Mendengar untuk mengancam, sebagaimana firman-Nya,

أَمْ يَحْسَبُونَ أَنَّا لَا نَسْمَعُ سِرَّهُمْ وَنَجْوَاهُمْ

Apakah mereka mengira, bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikanbisikan mereka.” (Qs. Az-Zukhruf : 80) (baca juga Qs. Ali Imran: 181)

  1. Mendengar untuk menolong, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla kepada Musa dan Harun,

إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى

Sesunguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat.” (Qs. Thaha : 46). Allah ‘Azza wa Jalla menginginkan untuk menolong Musa dan Harun dengan menyebutkan bahwa diri-Nya bersama keduanya, Dia mendengar dan melihat.

  1. Mendengar untuk menjelaskan bahwa Dia meliputi segala-galanya. (baca kembali Qs. Al-Mujadilah : 1)

>Faedah Iman bahwa Allah ‘Azza wa Jalla Maha mendengar

Keimanan seorang hamba bahwa Rabbnya Maha Mendengar akan mewariskan pada dirinya untuk menjaga lisannya dan untuk tekun berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla, bersyukur dan banyak bermunajat, meminta, serta bertawasul kepada-Nya dengan nama Allah ‘Azza wa Jalla tersebut agar Allah ‘Azza wa Jalla dapat memenuhi harapan dan permintaannya.

Banyak disebutkan dalam al-Qur’an tawasulnya para Nabi kepada Allah ‘Azza wa Jalla dalam doa mereka dengan nama Allah ‘Azza wa Jalla ini. Di antaranya ucapan Ibrahim ‘alaihissalam,

إِنَّ رَبِّى لَسَمِيعُ ٱلدُّعَآءِ

Sesungguhnya Rabbku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa. (Qs. Ibrahim : 39) dan ucapan Ismail ‘alaihissalam,

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Ya Rabb kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Qs. Al-Baqarah : 127).

Selain itu, dalam doa Nabi Zakariya ‘alaihissalam, beliau memohon untuk dianugerahi keturunan yang shaleh.

قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

Dia berkata, “Ya Tuhanku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa. (Qs. Ali Imran : 38)

Dalam doa istri Imran ketika bernazar terkait dengan janin yang tengah dikandungnya, ia berkata,

فَتَقَبَّلْ مِنِّي ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Karena itu terimalah (nazar) itu daripadaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Ali Imran : 35)

Allah ‘Azza wa Jalla pun mengabulkan doa mereka semua. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman tentang doa nabi-Nya Yusuf untuk dijauhkan dari rencana jahat para wanita,

فَاسْتَجَابَ لَهُ رَبُّهُ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Maka Rabbnya memperkenankan doa Yusuf, dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Yusuf : 34).

Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan untuk meminta perlindungan dari godaan setan, seraya mengingatkan hamba-hambaNya bahwa Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Fushilat : 36).

(Redaksi)
Sumber :
Fikih Asma’ul Husna, Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad al- Abadr.