اَلشَّكُوْرُ اَلشَّاكِرُ

(Maha Mensyukuri, Maha Pembalas Jasa)

(Serial Nama-nama Allah, bag.33)

 

Nama اَلشَّكُوْرُ “asy-Syakur” disebutkan di dalam al-Qur’an pada empat tempat:

(Pertama) Allah Ta’ala berfirman,

لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ

“Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (Qs. Fathir: 30).

(Kedua) Firman-Nya,

وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنَّا الْحَزَنَ إِنَّ رَبَّنَا لَغَفُورٌ شَكُورٌ

“Dan mereka berkata: ‘Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Rabb kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri’.” (Qs. Fathir: 34).

(Ketiga) Firman-Nya,

وَمَنْ يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَزِدْ لَهُ فِيهَا حُسْنًا إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ

“Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (Qs. asy-Syura: 23).

(Keempat) Firman-Nya,

إِنْ تُقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَاعِفْهُ لَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ

“Jika kamu meminjamkan kepada Allah peminjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan (pembalasannya) kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Mensyukuri lagi Maha Penyantun.” (Qs. at-Taghabun: 17).

 

Sedangkan nama  اَلشَّاكِرُ ”asy-Syakir” terdapat pada dua tempat:

(Pertama) Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ

“Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Pembalas jasa kebaikan lagi Maha Mengetahui.” (Qs. al-Baqarah: 158).

(Kedua) Firman-Nya,

مَا يَفْعَلُ اللَّهُ بِعَذَابِكُمْ إِنْ شَكَرْتُمْ وَآمَنْتُمْ وَكَانَ اللَّهُ شَاكِرًا عَلِيمًا

“Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman, dan Allah adalah Maha Pembalas jasa lagi Maha Mengetahui.” (Qs. an-Nisa’: 147).

Keenam tempat yang disebutkan padanya dua nama tersebut adalah tempat-tempat pelimpahan karunia dari Allah -عَزَّوَجَلَّ- dengan diberikannya pahala kepada orang-orang yang taat, disempurnakannya ganjaran, dilimpahkannya karunia, dan dilipatgandakannya pahala, dan ini di antara hal yang menjelaskan kepada kita makna dua nama tersebut, dan bahwasanya اَلشَّكُوْرُ (asy-Syakur) dan اَلشَّاكِرُ (Asy-Syakir) adalah Rabb Ta’ala yang tidak menyia-nyiakan amalan orang yang beramal yang ada di sisi-Nya, bahkan Dia melipatgandakan pahala tanpa perhitungan, yang menerima sedikit pun dari amalan lalu membalasnya dengan pahala dan pemberian yang banyak lagi lapang, yang melipatgandakan bagi orang-orang yang ikhlas amalan-amalan mereka tanpa batas, dan Dia mensyukuri orang-orang yang bersyukur dan mengingat-ingat orang-orang yang berdzikir. Barangsiapa yang mendekat kepada-Nya sejengkal, maka Dia akan mendekat kepadanya sehasta dan barangsiapa yang mendekat kepada-Nya sehasta, maka Dia akan mendekat kepada orang itu sedepa. Barangsiapa yang datang kepada-Nya dengan membawa kebaikan, maka Dia akan menambahkan pada kebaikan tersebut kebaikan pula dan Dia akan berikan kepadanya pahala yang agung dari sisi-Nya.

Ibnul Qayyim -semoga Allah merahmatinya- berkata di sela-sela penjabaran seputar makna kata tersebut dan penjelasan makna-maknanya yang agung serta kandungan-kandungannya yang mulia:

“Adapun bersyukurnya Rabb Ta’ala, maka itu adalah sesuatu yang lain. Dia paling berhak dengan sifat syukur dari setiap hamba yang paling banyak  bersyukur. Bahkan sebenarnya justru Dia-lah yang Maha banyak bersyukur. Sebab, Dia melimpahkan pemberian kepada hamba dan memberikan taufik kepadanya agar dapat bersyukur kepada-Nya. Dia bersyukur dari amalan dan pemberian yang sedikit. Oleh karena itu, sifat syukur tersebut tidak bisa lepas dari-Nya. Dia mensyukuri satu kebaikan dengan melipatgandakannya menjadi sepuluh kebaikan yang semisalnya hingga menjadi berkali-kali lipat lebih banyak lagi. Dia bersyukur kepada hamba-Nya dengan ucapan, yaitu menyanjungnya di tengah-tengah para malaikat dan di hadapan makhluk lainnya di langit, dan Dia menyampaikan rasa syukur kepadanya di hadapan para hamba-Nya. Dia juga bersyukur dengan perbuatan, yakni apabila hamba itu meninggalkan sesuatu karena-Nya, maka Dia akan memberikan kepadanya sesuatu yang lebih utama dari sebelumnya. Apabila ia mengerjakan sesuatu karena-Nya, maka Dia membalasnya hingga berkali-kali lipat.

Dialah yang memberinya taufik untuk meninggalkan atau mengerjakan, serta untuk ia bersyukur atas ini dan itu.

Ketika para sahabat meninggalkan rumah-rumah mereka dan keluar meninggalkannya demi mendapatkan keridhaan-Nya, maka Dia menggantikan semua itu dengan diberikannya mereka kekuasaan di dunia dan Dia menaklukan dunia ini untuk mereka.

Tatkala Yusuf ash-Shiddiq (yang jujur) sabar menanggung sempitnya penjara, maka Dia bersyukur kepadanya dengan memberikan kemenangan baginya di muka bumi ini, ia bisa tinggal di mana saja dari tempat yang ia kehendaki.

Tatkala para syuhada (orang-orang yang mati syahid) menyerahkan tubuh-tubuh mereka kepada-Nya hingga para musuh mengoyak-koyaknya, maka Dia bersyukur kepada mereka atas hal itu, yaitu Dia menggantikan tubuh-tubuh itu menjadi  burung hijau sebagai tempat tinggal bagi ruh-ruh mereka, mereka mendatangi sungai-sungai Surga dan memakan sebagian buah-buahannya sampai hari Kebangkitan. Lalu Dia mengembalikannya kepada mereka dalam rupa sempurna apa yang ada, seindah, dan seelok mungkin.

Tatkala para rasul-Nya menyerahkan segala harta bendanya kepada-Nya untuk memerangi  musuh-musuh mereka, hingga musuh-musuh mereka mampu mengalahkan dan mencela habis mereka, maka Dia menggantikan bagi mereka bahwa Dia memberikan rahmat kepada mereka dan para malaikat-Nya memohonkan ampun untuk mereka, dan menjadikan bagi mereka seharum-harumnya sanjungan di langit dan di tengah-tangah makhluk-Nya. Kemudian Dia menyucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi, yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri Akhirat.

Di antara rasa syukur Allah Ta’ala adalah bahwasanya Dia memberikan balasan di dunia kepada musuh-Nya lantaran kebaikan dan perbuatan ma’ruf yang telah ia lakukan. Sedangkan pada hari Kiamat, Allah akan memberikan keringanan untuknya sehingga Dia tidak menyia-nyiakan kebaikan yang telah ia lakukan. Padahal orang itu adalah makhluk yang paling dibenci-Nya.

Di antara rasa syukur-Nya adalah bahwasanya Dia memberikan ampunan bagi wanita tuna susila lantaran telah memberi minum seekor anjing, yang karena begitu kehausannya anjing itu menjilati tanah. Dia mengampuni bagi yang lainnya lantaran telah menyingkirkan duri kayu dari jalan kaum Muslimin.

Allah Ta’ala bersyukur kepada hamba atas perbuatan baiknya kepada dirinya sendiri. Sedangkan makhluk hanya bersyukur kepada orang yang berbuat baik kepadanya. Selain itu, hal yang lebih lagi adalah bahwasanya Dia Ta’ala memberikan kepada hamba apa yang ia gunakan untuk berbuat baik kepada dirinya sendiri, maka Dia adalah Maha berbuat baik karena telah memberikan perlakukan baik dan bersyukur. Adakah yang lebih berhak untuk menyandang nama asy-Syakur daripada Allah Ta’ala?

Perhatikan firman Allah Ta’ala berikut,

مَا يَفْعَلُ اللَّهُ بِعَذَابِكُمْ إِنْ شَكَرْتُمْ وَآمَنْتُمْ وَكَانَ اللَّهُ شَاكِرًا عَلِيمًا

Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman dan Allah adalah Maha Pembalas jasa lagi Maha Mengetahui.” (Qs. an-Nisa: 147).

Bagaimana engkau mendapati dalam kandungan ayat di atas bahwa karena syukur-Nya, Dia enggan menyiksa para hamba-Nya tanpa dosa sebagaimana Dia enggan  menyia-nyiakan amalan mereka menjadi batil. Oleh karena itu, asy-Syakur itu tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan dan tidak menyiksa orang yang tidak berbuat kejelekan.

Di antara syukur Allah Ta’ala adalah bahwasanya Dia mengeluarkan hamba dari Neraka lantaran adanya sebesar dzarrah (bagian terkecil) kebaikan padanya dan Dia tidak menyia-nyiakan ukuran tersebut bagi orang itu.

Di antara syukur-Nya adalah bahwasanya ada seorang hamba dari sekian banyak hamba-Nya yang menempati maqam yang Dia ridhai di antara manusia lalu Dia bersyukur kepadanya, meninggikan namanya, dan Dia mengabarkan tentang hamba tersebut di hadapan para malaikat-Nya dan hamba-hambaNya yang beriman, sebagaimana Dia bersyukur kepada mereka yang beriman dari keluarga Fir’aun atas maqam tersebut, yang dengannya Dia menyanjungnya, mengangkat namanya di antara hamba-hamba-Nya. Demikian pula Dia bersyukur kepada shahabat Yasin atas maqam dan dakwahnya kepada Allah. Oleh karena itu, tidaklah binasa di atasnya antara rasa syukur dan ampunan-Nya melainkan orang yang benar-benar binasa. Karena sesungguhnya Allah Ta’ala Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri, Dia mengampuni kesalahan yang banyak dan bersyukur atas amalan yang sedikit.

Tatkala Allah Ta’ala benar-benar Maha Mensyukuri, maka makhluk yang paling Dia cintai adalah yang tersifati dengan sifat syukur, sebagaimana makhluk yang Dia benci adalah yang kosong dari sifat tersebut dan bahkan tersifati dengan lawannya. Hal ini adalah konsekuensi dari asma’ul husna. Makhluk yang paling Dia cintai adalah yang tersifati dengan apa-apa yang mengharuskannya untuk mencintai asma’ul husna dan makhluk yang paling Dia benci adalah yang tersifati dengan sifat kebalikannya. Oleh karena itu, Dia membenci orang yang begitu kufur, zhalim, jahil, keras hatinya, bakhil, pengecut, hina, dan buruk akhlaknya. Sedangkan Dia Ta’ala adalah Maha Indah lagi mencintai keindahan, Mahatahu lagi mencintai orang yang berilmu, Maha Penyayang lagi mencintai hamba-hamba-Nya yang penyayang, Mahabaik lagi mencintai mereka yang berbuat kebaikan, Maha Mensyukuri lagi mencintai hamba-hamba-Nya yang bersyukur, Mahasabar lagi mencintai mereka yang penyabar, Maha Dermawan lagi mencintai orang-orang yang dermawan, Maha menutupi lagi suka menutupi orang-orang yang senang menutupi aib dan kesalahan mereka, Maha Berkuasa lagi mencela kelemahan, seorang mukmin yang kuat lebih Dia sukai daripada seorang mukmin yang lemah, Maha Pengampun lagi suka memberi ampun, Mahaganjil (Esa) lagi mencintai yang ganjil, dan segala hal yang Dia cintai merupakan pengaruh dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya serta apa saja yang menjadi keharusan dari itu semua. Segala yang Dia benci adalah hal yang berlawanan dengannya dan menafikannya.” (Dari kitab ‘Uddah ash-Shabirin, hal. 335-337, dengan ringkas).

Pada ayat-ayat yang telah lewat, digabungkan dua sifat yaitu Maha Pengampun dan Maha Mensyukuri. Dia Ta’ala Maha Mengampuni dosa-dosa semuanya sebesar apa pun dosa itu, tidak ada dosa yang agung, kecuali pasti Dia maafkan. Dia Maha Mensyukuri semua amalan meskipun hanya sedikit, walau pun hanya sebesar dzarrah. Oleh karena itu, tidak boleh bagi seorang muslim berputus asa dari ampunan Allah Ta’ala lantaran dosa-dosanya meskipun begitu bayak. Sebagaimana ia tidak boleh meremehkan sedikitpun dari amalan kebajikan meskipun hanya sedikit. Karena sesungguhnya Rabb Ta’ala Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.

Sesungguhnya kita memohon kepada-Nya seraya bertawasul kepada-Nya dengan dua nama yang agung ini semoga Dia mengampuni dosa-dosa kita dan tindakan-tindakan kita yang berlebih-lebihan dalam urusan kita, dan semoga Dia menerima amal-amal shalih kita, sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. Wallahu A’lam.

 

(Redaksi)

 

Sumber : Fikih Asma’ul Husna, Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-‘Abbad Al-Badr.