Pertanyaan:

Bagaimana hukum orang yang tidak percaya bahwa al-Qur`an mengandung penawar bagi manusia dan menganggap yang demikian termasuk khurafat, dan sesungguhnya pengobatan itu harus merupakan perkara-perkara yang berkaitan materi, maksudnya lewat jalur dokter-dokter saja?

Jawaban:

Ini adalah keyakinan batil, bertabrakan dengan nash-nash al-Qur`an dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, seperti Firman Allah Subhanahu Wata’ala,

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْءَانِ مَاهُوَ شِفَآءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ

“Dan Kami turunkan dari al-Qur`an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Al-Isra`: 82).

Dan FirmanNya,

قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا هُدًى وَشِفَآءٌ

“Katakanlah, ‘Al-Qur`an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman’.” ( Fushshilat: 44).

Dan seperti ruqyah seorang sahabat untuk orang yang digigit (binatang berbisa) dengan ummul Qur`an (al-Fatihah), lalu ia bangkit terus berjalan dan tidak ada lagi padanya qalbah

Qalbah: rasa sakit yang mengakibatkan seseorang berbolak-balik di atas kasur. Dikatakan: asalnya dari qulab, dibaca dengan qaf yang didhammahkan, yaitu penyakit yang menimpa unta, lalu bertahan di jantungnya hingga mati pada hari itu. Dinukil dari al-Fath, 10/221.

Hadits tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab ath-Thibb, no. 5749, dan Muslim Kitab as-Salam, no. 2201. dan banyak contoh selain yang demikian. Berdasarkan pengalaman, sesungguhnya ada beberapa penyakit yang sangat sukar bagi para pakar kedokteran yang mengobati dengan beberapa cara berdasarkan materi berupa jarum, pil dan operasi. Kemudian ditangani oleh ahli ruqyah yang baik serta ikhlas, maka ia bisa sembuh dengan izin Allah Subhanahu Wata’ala.

Banyak para dokter yang mengingkari sentuhan jin dan merasuknya jin ke dalam tubuh manusia, mengingkari tindakan sihir dan implikasinya terhadap yang kena sihir, pengingkaran terhadap penyakit ‘ain; karena tidak jelas penyebab penyakit-penyakit ini, dokter tidak bisa mengungkapnya dengan sama’ah (alat pendengaran)nya, atau mikroskop, atau sinaran. Lalu ia memutuskan bahwa manusia itu sehat jasmani padahal ia menyaksikannya jatuh dan pingsan, ditambah lagi berbagai rasa sakit yang dijalani pasien yang tidak nampak, menggelisahkannya, merobohkan pembaringannya, dan membuatnya tidak bisa tidur nyenyak serta badan tidak bisa istirahat.

Kemudian, apabila ditangani dengan ruqyah syar’iyah, niscaya hilanglah rasa sakit dengan izin Allah Subhanahu Wata’ala. Tetapi para qurra’ (ahli ruqyah) berbeda-beda pengetahuannya tentang doa-doa, wirid-wirid, serta ayat-ayat yang dibaca dalam ruqyah. Mereka pun berbeda dalam kemurnian i’tiqad, keikhlasannya, kebersihan niatnya, dan jauhnya dari perkara-perkara syubhat. Demikian pula kondisi orang yang diruqyah harus memiliki tauhid, amal shalih, agama yang lurus, terhindar dari perbuatan maksiat dan yang diharamkan, sesungguhnya semua itu memberikan pengaruh dengan izin Allah Subhanahu Wata’ala.

[Fatwa Syaikh Abdullah al-Jibrin yang beliau tandatangani]

Sumber : Fatwa-Fatwa Terkini, jilid 3, hal:157-158, cet: Darul Haq Jakarta, diposting oleh Yusuf Al-Lomboky