Mukadimah

Tauhid Asma` wa Shifat sangat penting untuk diketahui oleh setiap muslim, karena dengan mengetahuinya secara benar maka seorang muslim bisa mengenal dan mengetahui Rabb yang dia sembah, dari sini dia bisa beribadah kepadaNya sesuai dengan tuntutan tauhid ini. Seorang muslim tidak mungkin beribadah kepada Allah secara sempurna sehingga dia memiliki ilmu tentang Asma` wa Shifat Allah. Allah Ta’ala berfirman, “Hanya milik Allah Asma’ul Husna, maka memohonlah kepada Allah dengan Asma`ul Husna itu.â€‌ (Al-A’raf; 180). Dalam ayat ini Allah menjelaskan untuk apa Asma’ul Husna, yaitu agar kaum muslimin memohon dengannya kepada Allah. Memohon berarti berdoa, berdoa bisa berarti doa masalah dan bisa berarti doa ibadah dan dalam kedua keadaan tersebut seorang muslim memerlukan Asma’ul Husna untuk mewujudkannya.

Dari sisi lain tidak sedikit kaum muslimin bahkan sebagian kalangan yang menisbatkan diri kepada ilmu yang terpeleset kakinya dalam bab Asma`ul Husna ini, sehingga mereka meyakini, memahami dan mengartikan tidak seperti yang diinginkan oleh Allah dan rasulNya sebagaimana yang dipahami oleh salafus shalih, bahkan sebagian kalangan ada yang mengingkarinya atau menyelewengkannya atau menggunakannya tidak semestinya. Tidak sampai batas ini, orang-orang yang terpeleset itu mempunyai syubhat-syubhat yang mereka arahkan kepada kaum muslimin dan berhasil menyeret sebagian kaum muslimin yang tidak berilmu untuk masuk ke dalam jaringan kekeliruan mereka, akibatnya akidah kaum muslimin di bidang ini tidak selaras dengan akidah generasi terbaik umat ini.

Kaidah-kaidah tentang Asma` Allah

1- Nama-nama Allah adalah husna

Husna artinya sangat baik, puncak kebaikan, berdasarkan firman Allah Ta’ala dalam ayat di atas. Hal itu karena ia mengandung sifat-sifat sempurna, tidak mengandung kekurangan sedikit pun dari segi apa pun.

Misalnya, nama al-Hayyu, salah satu nama Allah Ta’ala yang mengandung kehidupan yang sempurna, tidak didahului dengan ketiadaan dan tidak tersusupi kematian, kehidupan mengandung kesempurnaan sifat seperti al-Ilmu, al-Qudrah, as-Sam’u dan sebagainya.

Misal lain, nama al-Alim, salah satu nama Allah yang mengandung ilmu yang sempurna yang tidak didahului dengan ketidaktahuan dan tidak tersusupi kealpaan, ilmu yang sempurna mencakup segala sesuatu tanpa kecuali. Allah Ta’ala berfirman, “Dia mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu tampakkan. Dan Allah mengetahui segala isi hati.â€‌ (At-Taghabun: 4). Dan masih banyak lagi ayat-ayat senada di dalam al-Qur`an.

2-Nama-nama Allah adalah nama sekaligus sifat

Ia sebagai nama karena ia menunjukkan dzat dan sebagai sifat karena ia mengandung makna. Dari segi pertama, nama-nama Allah adalah sinonim karena ia menunjukkan pemilik nama yang satu yaitu Allah Ta’ala. Dari segi kedua, nama-nama Allah adalah berbeda karena masing-masing memiliki makna tersendiri. Al-Hayyu, al-Alim, al-Qadir dan seterusnya adalah nama untuk satu pemilik, namun makna al-Hayyu bukan makna al-Alim dan seterusnya.

Al-Qur`an menetapkan hal ini. Allah Ta’ala berfirman, “Di-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.â€‌ (Al-Ahqaf: 8) “Dan Tuhanmu Yang Maha Pengampun lagi mempunyai rahmat.â€‌ (Al-Kahfi: 58). Ayat kedua menunjukkan bahwa ar-Rahim dalam ayat pertama adalah dzat yang memliki sifat rahmat.

Allah Ta’ala telah menyifati diriNya dengan beberapa sifat padahal Dia adalah Esa, Dia berfirman, “Sesungguhnya azab Tuhanmu benar-benar keras. Sesungguhnya Dia-lah yang menciptakan (makhluk) dari permulaan dan menghidupkannya (kembali). Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih, Yang mempunyai ‘Arsy, lagi Maha mulia, Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya.â€‌ (Al-Buruj: 12-16).

Dari sisi akal, sifat bukan merupakan dzat yang terpisah dari pemilik sifat sehingga menetapkannya menafikan keesaan dzat, tidak demikian, karena realita membuktikan adanya dzat sekali pun ia makhluk yang memiliki beberapa sifat, jika demikian maka akal tidak menolak adanya Pencipta yang Esa yang memiliki beberapa sifat sekaligus, karena keberadaan beberapa sifat pada satu dzat tidak mengotomatiskan bahwa dzat tersebut berbilang.

3- Jika nama-nama Allah adalah sifat transitif, maka ia mengandung tiga perkara

Pertama, penetapan nama tersebut untuk Allah.
Kedua, penetapan sifat yang dikandungnya.
Ketiga, penetapan hukum dan tuntutannya.

Misalnya, nama Allah as-Sami’, ia mengandung penetapan bahwa as-Sami’ adalah nama Allah, mengandung penetapan sifat as-Sam’u (pendengaran) bagi Allah dan mengandung penetapan hukum dan konsekuensinya yaitu bahwa Dia mendengar segala sesuatu, yang rahasia bahkan yang lebih rahasia. Allah Ta’ala berfirman, “Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua.â€‌ (Al-Mujadilah: 1).

Jika nama Allah menunjukkan sifat non transitif maka ia mengandung dua perkara,
Pertama, penetapan sifat tersebut bagi Allah Ta’ala.
Kedua, penetapan sifat yang dikandungnya bagi Allah Ta’ala.

Misalnya, nama al-Hayyu, ia menetapkan bahwa al-Hayyu merupakan nama Allah dan sekaligus sebagai sifatNya.

Dari al-Qawa’id al-Mutsla, Ibnu Utsaimin.