Karena riya merupakan penghapu amala kebaikan, maka siapa pun yang ingin memetik pahala darinya, dia hendaknya mewaspadai riya` dan berhat-hati darinya, membentengi diri dengan penangkal dan obatnya sehingga riya` tida bercokol dalam hatinya.

Pertama, mengetahui bentuk-bentuk amal karena dunia, macam-macam riya`, sebab-sebabnya dan dampak buruknya, selanjutnya mencongkelnya dari akar-akarnya dan menutup segala sebab-sebabnya, karena mana mungkin seseorang menghindari sesuatu bila dia tidak mengenalnya. “Siapa yang tidak mengenal keburukan, maka dia ptut terjatuh ke dalamnya.” Demikian kata orang bijak.

Kedua, mengetahui keagungan Allah Ta’ala mencakup nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatannya dengan benar yang digali dari al-Qur`an dan sunnah yang shahih sesuai dengan akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Bila seorang hamba mengetahui bahwa hanya Allah semata yang memberi manfaat dan menimpakan mudharat, memuliakan dan menghinakan, mengangkat dan menurunkan, memberi dan menahan, menghidupkan dan mematikan, mengetahui apa yang nampak dan apa yang tersimpan, bila seorang hamba menyadari hal ini dengan sesadar-sadarnya maka dia akan mengetahui bahwa hanya Allah yang berhak atas segala ibadahnya, maka hal ini akan melahirkan keikhlasan dan kejujuran dengan Allah.

Ketiga, mengetahui apa yang disiapkan oleh Allah bagi hamba-hambaNya yang beramal dengan ikhlas di akhirat, dan bahwa dunia termasuk sanjungan dan naa baik di mata manusia tidak ada apa-apanya bila dibandingkan apa yang Allah siapkan, dalam kondisi ini seorang hamba akan mementingkan apa yang ada di sisi Allah di atas apa yang ada di tangan manusia.

Keempat, menanamkan rasa takut dalam diri terhadap riya dan dampak buruknya yang membuat kerja keras beribadah sia-sia, siapa yang takut terhadap sesuatu pasti akan menjauhinya dan berlari darinya, bila seseorang tergoda untuk riya, hendaknya dia mengingat dengan baik akibat buruknya. Orang-orang shalih dari salaf umat ini bisa selamat dari penyakit ini –setelah inayah dari Allah- karena mereka sedemikian takutnya terhadapnya, sehingga mereka sangat mewaspadainya dan berhati-hati darinya serta menimbang amal perbuatannya.

Kelima, karena di antara sebab adalah menghindari celaan manusia, maka hendaknya hal itu dibalik dengan berlari dari celaan Allah, yang kedua ini lebih patut, karena celaan Allah mencoreng wajah dan memburukkannya. Seorang laki-laki datang kepada Nabi saw dan berkata, “Rasulullah, sesungguhnya pujianku menghiasi dan celaanku memperburuk.” Nabi saw menjawab, “Itu Allah.” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi no. 3263 dan dia menyatakannya hasan, diriwayatkan pula oleh Ahmad dari al-Aqra’ bin Habis.

Keenam, mengusir sumber utama dan pangkal poko riya` yaitu setan dengan hal-hal di mana setan berlari menjauh darinya, di antaranya adzan, membaca al-Qur`an, memohon perlindungan kepada Allah darinya, berdzikir saat keluar rumah dan saat masuk dan keluar masjid dengan yang disyariatkan, menjaga dzikir pagi dan petang serta ba’da salam serta dzikir-dzikir yang disyariatkan lainnya.

Ketujuh, menyembunyikan ibadah-ibadah yang memungkinkan untuk disembunyikan, seperti shalat sunnah di rumah, qiyamul lail di rumah, sedekah secara rahasia, doa untuk saudara seiman di belakangnya, membaca al-Qur`an dalam kesendirian dan lain sebagainya.

Dari Saad bin Abu Waqqqash dari Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya Allah menyibtai seorang hamba yang bertakwa, bermental kaya dan tidak dikenal.” Diriwayatkan oleh Muslim no. 2965. Wallahu a’lam