Kalau begitu, Bagaimana manhaj yang benar dan jalan yang benar?

Tidak diragukan lagi bahwasanya metode yang benar adalah sebagaimana yang dipropagandakan atau didengungkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan beliau mengingatkan kepada para sahabatnya dalam setiap khutbah, “Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.” (Ket : Potongan dari hadits yang dikeluarkan oleh Imam Muslim No 867 dari hadits Jabir Bin Abdillah y, hadits tersebut merupakan potongan dari hadits Khutbah sewaktu haji yang mana Rasulullah a memulai khutbah dengannya. Dan Imam Albani memiliki tulisan yang berharga dalam permasalahan tersebut, ia menjelaskan jalan-jalannya dan berbicara tentang fiqihnya. Maka rujuklah karena di dalamnya terdapat faidah yang banyak.). Maka setiap Muslim secara keseluruhan (khususnya yang memiliki perhatian terhadap eksisnya hukum Islam) hendaknya mereka memulai sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memulai, yaitu sebagaimana yang kami ringkaskan dengan dua kalimat yang sederhana “Tasfiyah dan Tarbiyah”.

Hal itu dikarenakan kita mengetahui hakikat yang tetap dan kuat yang dilupakan (atau pura-pura lupa) oleh mereka yang salah, yang tidak memiliki kemampuan kecuali hanya menyatakan bahwa hakim tersebut kafir, kemudian tidak berbuat apa-apa. Dan mereka akan tetap mengumumkan atau menyatakan kafir terhadap para hakim, kemudian tidak muncul dari mereka atau tentang mereka kecuali fitnah dan cobaan.

Kenyataannya pada tahun-tahun terakhir ini mereka telah melakukan banyak hal, dimulai dari fitnahnya Al-Haram di Mekkah, kemudian sampai ke Mesir, dan pembunuhan Anwar Saddat, dan berakhir di Suriah, kemudian sekarang di Mesir dan Aljazair nampak jelas bagi setiap orang tentang bagaimana tumpahnya darah-darah kaum muslimin yang tidak berdosa disebabkan oleh fitnah dan cobaan ini, dan banyak lagi bermunculan cobaan dan kerugian.

Semua ini disebabkan oleh tindakan mereka yang menyalahi banyak nash-nash al-Qur’an dan Sunnah, dan yang paling penting adalah firman Allah Ta’ala, yang artinya, “Sungguh telah terdapat bagi diri kamu sekalian pada diri Rasulullah contoh yang baik bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan hari akhir dan banyak menyebut atau dzikir kepada Allah” (al-Ahzab: 21). Apabila kita ingin menegakkan hukum Allah di muka bumi-dengan sunguh-sungguh bukan hanya sekedar pembicaraan- apakah kita memulai dengan mengkafirkan para hakim sedangkan kita tidak mampu menghadapinya? apalagi memeranginya? Atau kita mesti memulai dengan apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam? Tidak diragukan lagi bahwa jawabannya adalah firman Allah Ta’ala,, yang artinya, “Sungguh telah terdapat bagi kamu sekalian pada diri Rasulullah contoh yang baik” tetapi dengan apa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memulai?

Dapat dipastikan bagi setiap orang yang mencium wanginya ilmu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memulai dengan dakwah di antara orang-orang yang beliau anggap ada yang memiliki kesiapan untuk menerima kebenaran (haq), kemudian dari kalangan para sahabat penerima yang hak tersebut sebagaimana sudah dikenal dalam sejarah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian, setelah itu terjadilah penyiksaan dan kekerasan yang menimpa kaum Muslimin di Mekkah, kemudian datanglah perintah untuk berhijrah yang pertama dan kedua, hingga Allah Ta’ala menguatkan Islam di Madinah al-Munawarah. Mulailah di sana bermunculan kekerasan, penentangan, dan dimulainya peperangan antara kaum Muslimin dan orang-orang kafir dari satu sisi, kemudian yahudi dari sisi yang lain,dan begitulah seterusnya…

Jadi, kita harus memulai dengan mengajarkan Islam kepada manusia dengan benar, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memulai dengannya, tetapi sekarang kita tidak boleh hanya melakukan pembelajaran saja, karena telah masuk ke dalam Islam sesuatu yang bukan dari Islam, dan sesuatu yang tidak ada hubungan dengannya, di antara-nya adalah bid’ah dan hal-hal yang diada-adakan yang menjadi sebab runtuhnya bangunan Islam yang tinggi.

Karena itu, yang harus dilakukan oleh para da’i adalah hendaklah mereka memulai dengan pemurnian dan sterilisasi Islam ini dari sesuatu yang akan mengotorinya.

Inilah dasar yang pertama: Tashfiyah (Permunian)

Adapun dasar yang kedua, hendaklah pemurnian ini Disertai dengan tarbiyah para pemuda Muslim yang tumbuh atas dasar Islam yang telah dimurnikan. (Ket : Syekh Ibnu Utsaimin Hafidzahullah berkata, “Syekh Imam al-Albani menginginkan agar terlebih dahulu dilakukan pembersihan atau pemurnian Islam, dikarenakan Islam sekarang terdapat di dalamnya cela dalam akidah, akhlak, mu’amallah, dan ibadah. Semua cela yang empat ini; dalam akidah misalnya “Ini Asy’ari, Ini Mu’tazili, dst.” Di dalam ibadah misalnya “Ini Sufi,” “Ini Qadiri,” “Ini Tijani” (nama-nama kelompok tarikat) dsb. Adapun dalam mu’amalah misalnya, “Ini menghalalkan riba produktif,” dan ”Ini mengharamkannya,” “Ini membolehkan judi dan ini mengharamkannya.”
Maka kamu akan mendapatkan bahwa Islam untuk pertama kali membutuhkan pembersihan dari kotoran ini. Hal ini membutuhkan pengorbanan yang besar dari para ulama dan para pencari ilmu, kemudian setelah itu dididik berdasarkan Islam yang telah dimurnikan dari cela-cela ini. Maka ketika itu akan lahir generasi-generasi muda yang memiliki akidah yang selamat dan akhlak serta etika yang mulia sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah serta para Salafus Shalih))

Apabila kita mempelajari keberadaan kelompok-kelompok Islam yang berdiri belum lama ini, pemikiran-pemikiran dan pergerakannya, niscaya kita akan mendapatkan banyak dari mereka yang tidak mengambil manfaat atau memberikan manfaat yang layak disebutkan. Betapapun teriakan mereka dan kegaduhan mereka bahwasanya mereka menghendaki pemerintahan Islam, merupakan tindakan yang menyebabkan mengalirnya darah-darah orang yang tidak berdosa dengan hujjah atau dalil yang lemah ini, tanpa mampu merealisasikan apa yang mereka inginkan. Kita masih mendengar dari mereka akidah-akidah yang bertentangan dengan kitab dan sunnah, juga perbuatan-perbuatan yang menyalahi kitab dan sunnah, selain dari pengulangan mereka terhadap usaha-usaha yang gagal yang bertentangan dengan syariah.

Sebagai penutup saya katakan bahwa ada perkataan yang dilontarkan salah seorang da’i. (Ustadz Hasan Al-Hudaibi rahimahullah) Saya berharap dari para pengikutnya untuk tetap konsisten dengan perkataan tersebut dan merealisasikan perkataan itu, “Tegakkanlah negara Islam pada hati kalian niscaya akan tegak pula pada bumi kalian.” (Syekh Ibnu Utsaimin berkata, “Perkataan ini baik.” Allah lah tempat kita memohon pertolongan).

Karena apabila seorang muslim meluruskan akidahnya sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah maka tidak diragukan lagi bahwa dengan itu akan menjadi baik pulalah ibadahnya, akhlak, dan tingkah lakunya. Tetapi perkataan yang baik ini sangat disayangkan tidak diamalkan oleh mereka, mereka tetap saja berteriak mengangkat suara menuntut didirikannya negara Islam, tetapi tanpa ada guna. Sungguh benar apa yang dikatakan oleh seorang penyair:

Kalian menghendaki keselamatan tetapi tidak menempuh jalan-jalannya
sesungguhnya perahu itu tidak akan pernah bisa berlayar di atas daratan.

Semoga semua yang sudah saya sebutkan bisa memberikan kepuasan bagi setiap orang yang hadir, dan bagi setiap orang yang mencegah setiap kewenang-wenangan. Dan Allah-lah tempat memohon pertolongan.