Perintah Untuk Bershalawat

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya bershalawat kepada Nabi. Hai orangorang yang beriman bershalawatlah dan sampaikanlah salam sejahtera kepadanya” (QS. al-Ahzab: 56).

Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan penduduk bumi untuk bershalawat agar sempurna pujian kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari semua penghuni langit dan bumi.(1)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ تَبْلُغُنِي حَيْثُ كُنْتُمْ

“Dan bershalawatlah kepadaku, karena shalawat kalian sampai kepadaku dimanapun kamu berada”. (HR. Abu Dawud, no. 2042).

 

Keutamaan Shalawat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam

 فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا

 “Bershalawatlah kepadaku, sesungguhnya barangsiapa yang bershalawat satu kali, Allah akan memberikan shalawat kepadanya sepuluh kali.” (HR. An-Nasa’i, no. 678).

Maksudnya adalah sepuluh kali pahala dan dihapus sepuluh dosa sebagaimana dalam riwayat Abu Thalhah dalam Musnad Imam Ahmad (4/29) dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Masyhur Hasan Salman dengan riwayat-riwayat penguatnya.(2)

Adapun keutamaan yang lain sangat banyak sekali.(3)

 

Lafadz Shalawat

Redaksi shalawat sangat banyak riwayatnya, kurang lebih ada tujuh macam.(4) Berikut adalah adalah salah satu redaksi shalawat yang bersumber dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam(5):

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

 

Adab-Adab Bershalawat

Berikut adalah beberapa adab yang perlu kita perhatikan saat bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

1. Ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala

Shalawat adalah bagian dari ibadah, tidak boleh diniatkan untuk riya atau untuk tujuan duniawi, amalan seorang hamba harus diniatkan ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak lain amalan seseorang adalah berdasarkan niatnya”.(6)

2. Tidak berlebihan dalam menyanjung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah kalian menyanjungnyanjungku sebagaimana orangorang Nasrani menyanjungnyanjung Isa putra Maryam. Aku adalah Hamba Allah dan RasulNya, maka ucapkanlah, ‘Hamba Allah dan RasulNya’”.(7)

3. Memperhatikan waktu yang utama untuk bershalawat

Banyak sekali waktu-waktu yang sangat dianjurkan untuk kita bershalawat, seperti saat tasyahud, shalat jenazah, saat berdoa, saat masuk dan keluar masjid, mendengar nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam disebut, saat hari jum`at, selesai wudhu, saat khitbah wanita, saat selesai adzan, saat lupa dan sebagainya. Imam Ibnu Qayyim mengumpulkan sebanyak 41 waktu untuk bershalawat.(8)

4. Bershalawat di saat waktu senggang atau di sela-sela aktivitas

Termasuk tanda kesempurnaan iman adalah selalu dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di setiap waktu. Shalawat adalah salah satu bagian dari dzikir. Saat ada waktu luang atau tatkala ada kesempatan di sela-sela aktivitas, gunakan untuk bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam agar menjadi amal shalih dan tidak merugi. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dua nikmat yang sering tertipu padanya kebanyakan manusia yaitu, sehat dan waktu luang.”(9)

5. Mengutamakan lafadz yang bersumber dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

Bershalawat menggunakan redaksi yang teriwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lebih utama karena lebih sesuai dengan petunjuk dan sunnah. Namun boleh menggunakan redaksi lain yang intinya sama(10), dengan syarat bisa dipahami, tidak ada unsur berlebihan melebihi kedudukan beliau sebagai seorang hamba dan rasul(11), tidak memberat-beratkan diri atau memiliki keyakinan tertentu melebihi keutamaan dan cara yang telah dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam banyak haditsnya.(12) Cukup sederhana saja seperti `alaihis shalatu was sallam dan yang semisalnya.

 

Hukum Menambahkan Kata “Sayyidina” Dalam Shalawat

Saat ini masih banyak yang memperdebatkan boleh atau tidaknya menambahkan kata “sayyidina” di depan nama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam atau Nabi Ibrahim ‘alaihissalam saat bershalawat. Perdebatan ini terkadang menyebabkan ketidakharmonisan antar sesama muslim.

Menyimak penjelasan dari Syaikh Ibnu Baz rahimahullah menjadi jelas permasalahan ini. Beliau menjelaskan, “Penggunaan kata “Sayyidina” untuk Nabi adalah benar, karena beliau adalah penghulu (sayyid) seluruh manusia sebagaimana dalam sabdanya, ‘Aku adalah penghulu seluruh manusia, tapi bukan untuk sombong.’ Jika ada orang berkata, ‘Allahumma shalli `ala Sayyidina Muhammad’, maka tidak masalah karena beliau adalah penghulu seluruh manusia dan makhluk. Beliau tidak menyukai ucapan sayyidina semasa hidupnnya karena khawatir akan sikap orangorang yang berlebihan dari yang semestinya. Ketika ada yang berkata, ‘Anda adalah sayyid kami’, beliau menjawab, ‘AsSayyid adalah Allah,’ dalam rangka menutup pintu keburukan. Adapun sekarang beliau telah wafat dan beliau telah memberitakan bahwa dirinya adalah penghulu manusia, maka tidak mengapa kita mengatakan ‘Sayyidina.(13)

Hanya saja, menurut pandangan kami jalan tengahnya adalah bahwa kebolehan menggunakan kata “sayyidina” adalah pada bacaan shalawat yang redaksinya tidak diriwayatkan secara tekstual dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Adapun shalawat yang diriwayatkan secara tekstual dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, apalagi dalam ibadah tertentu seperti shalat, hendaknya tidak ditambahi kata “sayyidina” dalam rangka menjaga keaslian riwayat dan tata cara ibadah. Dengan begitu, dalil-dalil yang membolehkan atau seolah melarang bisa diamalkan secara bersamaan.(14)

 

Kesalahan Dalam Bershalawat

  1. Menyanyikan Shalawat dengan diiringi alat musik atau rebana.
  2. Membaca Shalawat dengan berteriak-teriak.
  3. Meyakini kesunnahan lafadz shalawat yang tidak ada riwayatnya.

Wallahu A`lam

(Amirudin bin Salimin Basori, Lc.)

 

Catatan Kaki:

  1. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 6/457.
  2. Lihat tahqiq beliau terhadap kitab Jala’ul Afham,Ibnu Qayyim, hal. 104-105.
  3. Lihat Jala`ul Afham, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, hal. 515-526 secara lengkap.
  4. Lihat Shifat Shalat Nabi, Syaikh Al-Albani, hal. 143-145.
  5. An-Nasai dalam Sunan AlKubra no. 1122.
  6. Al-Bukhari no.1.
  7. Al-Bukhari no. 3445.
  8. Lihat Jala`ul Afham, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, hal. 389-513 secara lengkap.
  9. Al-Bukari no. 6412.
  10. Lihat Ahkamul Janaiz, Syaikh Al-Albani, hal. 156.
  11. Lihat Al-Qaulul Mufid, Syaikh Ibnu Utsaimin, 1/297.
  12. Lihat AlBid`ah, Abu Abdirrahman Ali Al-Qadhi, hal. 112-113.
  13. Lihat: http://www.binbaz.org.sa/noor/431.
  14. Lihat pula: https://rumaysho.com/294-hukummenggunakanlafadzqsayyidinaqmuhammad2.html.