Kembali, pada saatnya kita akan kembali. Tapi ada satu kembali yang begitu menyenangkan. Tidak heran jika yang senang adalah orang tua, biasa ketika yang ceria adalah anak balita, wajar jika yang berbinar adalah istri tercinta.

Lantas bagaimana ketika yang senang itu adalah ar-Rahman, Yang Maha Pengasih, ar-Rahim, Yang Maha Penyayang, as-Salam, Yang Maha Selamat, ar-Razzaq, Yang Maha Memberi rezeki, al-‘Adl, Yang Maha Adil, al-Muhyi, Yang Maha Menghidupkan, dan al-Mumit, Yang Maha Mematikan. Maka kembali yang satu ini sangatlah luar biasa. Karena mampu membuat Malikul Mulk, Maha Raja Diraja, sangat senang. Yaitu kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bertaubat meninggalkan dosa dan kemaksiatan.

لَلَّهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ الْمُؤْمِنِ مِنْ رَجُلٍ فِي أَرْضٍ دَوِّيَّةٍ مَهْلِكَةٍ مَعَهُ رَاحِلَتُهُ عَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ فَنَامَ فَاسْتَيْقَظَ وَقَدْ ذَهَبَتْ فَطَلَبَهَا حَتَّى أَدْرَكَهُ الْعَطَشُ، ثُمَّ قَالَ: أَرْجِعُ إِلَى مَكَانِيَ الَّذِي كُنْتُ فِيهِ فَأَنَامُ حَتَّى أَمُوتَ، فَوَضَعَ رَأْسَهُ عَلَى سَاعِدِهِ لِيَمُوتَ فَاسْتَيْقَظَ وَعِنْدَهُ رَاحِلَتُهُ وَعَلَيْهَا زَادُهُ وَطَعَامُهُ وَشَرَابُهُ، فَاللَّهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ الْعَبْدِ الْمُؤْمِنِ مِنْ هَذَا بِرَاحِلَتِهِ وَزَادِهِ

“Sungguh Allah sangatlah gembira dengan taubatnya seorang hamba yang beriman melebihi kegembiraan seseorang yang berada di tengah sahara yang gersang, dia membawa kendaraan yang berisi bekal makanan dan minuman. Lalu dia tertidur, saat terbangun ternyata kendaraannya telah hilang. Dia pun pergi berusaha mencari hingga kehausan. Kemudian dia berkata, ‘Aku kembali saja ke tempat semula, lalu tidur hingga mati.’ Setelah itu dia menyandarkan kepalanya di atas lengannya menanti kematian. Tapi kemudian dia terbangun, kendaraan dan seluruh bekal makanan dan minumannya masih utuh berada di sampingnya. Maka Allah lebih bergembira dengan taubatnya seorang hamba yang beriman melebihi orang ini yang menemukan kembali kendaraan dan bekalnya.” (HR. Muslim no. 7131).

 

MATI SURI

Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah berkata:

رُكُوْبُ الذُّنُوْبِ يُمِيْتُ الْقُلُوْبَ

وَقَدْ يُوْرِثُ الذُّلَّ إِدْمَانُهَا

وَتَرْكُ الذُّنُوْبِ حَيَاةُ الْقُلُوْبِ

وَخَيْرٌ لِنَفْسِكَ عِصْيَانُهَا

Melakukan dosa akan mematikan hati

Terus-menerus berdosa mewariskan kehinaan

Meninggalkan dosa menjadikan hati hidup

Berlepas diri darinya lebih baik bagi jiwamu

(At-Taubah, Ibnu Abi Dunya, no. 9).

Berawal dari hati yang mati, karena karat hitam noda-noda dosa, rasa itu pun akan terkunci, bersambut telinga tersumbat, sulit mendengarkan nasihat; mata menjadi buta, gelap menatap kebenaran.

صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَرْجِعُونَ

 “Mereka tuli, bisu dan buta, sehingga mereka tidak dapat kembali.” (QS. al-Baqarah: 18).

 

MENYAMBUNG HARAPAN

Tapi rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala sangatlah luas, memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki dan menyesatkan siapa yang dikehendaki pula. Ini bukan kezaliman, Maha Suci Allah Subhanahu wa Ta’ala dari sifat ini, tapi bentuk kemahaadilan.

وَمَا ظَلَمَهُمُ اللَّهُ وَلَكِنْ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ

 “Allah tidak menzalimi mereka, tetapi mereka yang menzalimi diri sendiri.” (QS. Ali Imran: 117).

Sehingga ketika tunas-tunas petunjuk menampak, sambut dan petiklah dengan baik. Jangan biarkan berlalu, terlebih terpupus tanpa bekas. Kesempatan emas di pelupuk mata. Mungkin sekali lusa sudah tertutup semua harapan, berakhir pula sandiwara dunia.

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

 “Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu.” (QS. Ali Imran: 133).

 التَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ

  “Orang yang bertaubat dari dosa bagai orang yang tidak memiliki dosa sama sekali.” (HR. Ibnu Majah, no. 4250, hadits hasan).

 

BERHIAS SAAT KEMBALI

Penyambutan Allah Subhanahu wa Ta’ala sungguh luar biasa terhadap para hamba-Nya yang kembali. Karena itu, berhiaslah sebaik mungkin saat kembali menghadap kepada-Nya.

 

(1) Ikhlas

Transisi menjadi sebuah proses yang sangat berat. Tidak terkecuali dengan orang yang bertaubat dari dosa-dosa. Terlebih jika sebelumnya perbuatan dosa itu sudah melekat menjadi gaya hidup. Masalahnya bukan sekedar beradaptasi, tapi melawan diri sendiri. Maka ikhlas menjadi benteng terkokoh untuk bertahan. Karena dia mengerti untuk apa dia diciptakan.

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

 “Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas mentaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).” (QS. al-Bayyinah: 5).

 

(2) Menyesal

Menyesali adalah kejujuran hati, pengakuan atas kesalahan diri, kesadaran dan kesediaan untuk menerima yang benar. Tanpa penyesalan, pengakuan hanyalah gombalan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha:

يَا عَائِشَةُ، إِنْ كُنْتِ أَلْمَمْتِ بِذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرِي اللَّهَ، فَإِنَّ التَّوْبَةَ مِنْ الذَّنْبِ: النَّدَمُ وَالِاسْتِغْفَارُ

“Wahai Aisyah! Jika engkau berbuat dosa maka minta ampunlah kepada Allah, karena bertaubat dari dosa adalah menyesali dan beristighfar.” (HR. Ahmad, no. 26279, hadits shahih).

 

(3) Segera berlepas diri dan tidak meneruskan

Siap melangkah, siap menerima resiko. Inilah konsekuensi hidup. Ketik masih berlumpur dosa saja berani dengan segala resiko. Maka saat bertransisi, menuju kepada kebaikan, keberanian lebih layak ditampakan. Segera berlepas diri dan tidak meneruskan masa lalu adalah bukti kesungguhan diri. Allah Subhanahu wa Ta’ala pasti akan menolong, sekalipun berat. Tapi inilah konsekuensinya. No free lunch. Besaran ganjaran menurut kadar kesulitan.

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ

 “Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imran: 135).

 

(4) Bertekad tidak mengulangi

Tekad melengkapi kesungguhan, menguatkan dan memurnikan. Karena ia adalah energi dalam yang bersumber dari hati yang ikhlas. Maka bertekad tidak mengulangi dosa menjadi syarat mutlak yang akan mengantarkan diri kepada kebaikan. Tanpa tekad, kesungguhan menjadi rapuh, mudah tergoda dengan rayuan dunia.

 

(5) Mengembalikan hak orang lain

Ini wajib dilakukan ketika dosa itu terikat dengan hak orang lain. Jika berupa harta, maka wajib dikembalikan atau meminta kehalalan kepadanya. Ketika sang pemilik sudah tidak diketahui, maka bersedekah atas namanya sejumlah harta yang diambil. Jika berupa ghibah, tuduhan palsu atau lainnya yang menciderai kehormatan, maka wajib meminta maaf dan menjelaskan yang benar.

إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ

“Mereka yang telah bertaubat, mengadakan perbaikan dan menjelaskannya, mereka itulah yang Aku terima taubatnya.” (QS. al-Baqarah: 160).

 

(6) Bersahabat dengan orang-orang shalih

Menjaga istiqamah butuh perjuangan. Terlebih di masa-masa transisi. Jangan gegabah melawan arus, bisa jadi ketergelinciran yang kedua lebih menyakitkan. Keberadaan orang-orang shalih sangatlah membantu, maka dekat dan bersahabatlah bersama mereka.

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً

“Perumpamaan teman yang baik dan buruk seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Seorang penjual minyak wangi, bisa jadi dia akan menyuguhimu wewangian, atau engkau membelinya, setidaknya engkau akan mendapatkan aroma wanginya. Adapun pandai besi, bisa jadi ia akan membakar pakaianmu atau setidaknya engkau akan mencium aroma yang tidak sedap darinya.” (HR. Bukhari, no. 5534). Wallahu A’lam.

 

(Saed as-Saedy, Lc.)