Anjuran Puasa Secara Umum Dan Keterangan Tentang Keutamaannya

 (978) – 1 – a : Shahih

Dari Abu Hurairah -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ-, dia berkata, Rasulullah -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ، إِلَّا الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِيْ، وَأَنَا أَجْزِي بِهِ. وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ، فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ، فَلَا يَرْفُثْ، وَلَا يَصْخَبْ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّيْ صَائِمٌ، إِنِّيْ صَائِمٌ، وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ. لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا، إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ، وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ

“Allah –عَزَّ وَجَلَّ- berfirman, ‘Semua amal anak cucu Adam adalah untuknya[1] kecuali puasa, ia adalah untukKu, dan Aku yang membalasnya. Puasa itu adalah perisai[2], jika salah seorang di antara kalian berpuasa hari itu, maka janganlah berucap kotor dan jangan mengumpat. Jika seseorang mencelanya atau memeranginya, maka hendaknya dia berkata, ‘Aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa.’[3] Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di TanganNya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada aroma minyak wangi kasturi. Orang yang berpuasa mempunyai dua kebahagiaan, yaitu jika berbuka dia berbahagia dan jika dia bertemu Tuhannya dia berbahagia dengan (pahala) puasanya.”[4]

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, dan lafazh hadits ini adalah lafazh al-Bukhari.

Dalam riwayat lain milik al-Bukhari,

يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِيْ، الصِّيَامُ لِيْ، وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا

“Dia meninggalkan makan dan minumnya serta syahwatnya demi Aku. Puasa adalah untukKu dan Aku yang membalasnya; satu kebaikan (dibalas) dengan sepuluh kali lipatnya.”

Dalam salah satu riwayat milik Muslim,

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ، اَلْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، إِلَى سَبْعِمِئَةِ ضِعْفٍ، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: إِلَّا الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِيْ، وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِيْ. لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ، وَلَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ

“Setiap amal anak cucu Adam dilipatgandakan, satu kebaikan (darinya) dilipatgandakan menjadi sepuluh kali sampai tujuh ratus kali lipat. Allah تَعَالَى- berfirman, ‘Kecuali puasa, ia untukKu dan Aku yang membalasnya; dia meninggalkan syahwatnya dan makannya demi Aku. Orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan, yaitu kegembiraan pada waktu berbuka dan kegembiraan pada waktu bertemu dengan Tuhannya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada aroma minyak wangi kasturi.”

Dalam riwayat Muslim yang lain dan Ibnu Khuzaimah,

وَإِذَا لَقِيَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فَجَزَاهُ، فَرِحَ

“Dan jika dia bertemu Allah  –عَزَّ وَجَلَّ-, lalu Dia membalasnya, dia berbahagia.” (Al-Hadits).

Diriwayatkan oleh Malik, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan an-Nasa’i dengan makna walaupun terjadi perbedaan lafazh di antara mereka.

– 1- b : Shahih Lighairihi

Dalam salah satu riwayat at-Tirmidzi, Rasulullah -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

إِنَّ رَبَّكُمْ يَقُوْلُ: كُلُّ حَسَنَةٍ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِئَةِ ضِعْفٍ، وَالصَّوْمُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ، وَالصَّوْمُ جُنَّةٌ مِنَ النَّارِ، وَلَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ، وَإِنْ جَهِلَ عَلَى أَحَدِكُمْ جَاهِلٌ وَهُوَ صَائِمٌ فَلْيَقُلْ: إِنِّيْ صَائِمٌ، إِنِّيْ صَائِمٌ

“Sesungguhnya Rabb kalian berfirman, ‘Semua kebaikan dibalas sepuluh kali sampai tujuh ratus kali lipatnya, puasa itu untukKu dan Aku yang membalasnya, puasa adalah perisai dari api neraka. Dan sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum daripada aroma minyak wangi kasturi. Jika seseorang di antara kamu dijahili oleh seseorang, maka katakanlah, ‘Aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa’.”

Dalam riwayat lain milik Ibnu Khuzaimah,[5] Rasulullah -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

قَالَ اللَّهُ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ، فَهُوَ لِيْ، وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ، الصِّيَامُ جُنَّةٌ، وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ، لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ بِفِطْرِهِ، وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ

“Allah berfirman, ‘Semua amal anak cucu Adam adalah untuknya kecuali puasa, ia untukKu dan Aku yang membalasnya. Puasa adalah perisai. Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di TanganNya, bau mulut orang yang berpuasa adalah lebih harum di sisi Allah pada Hari Kiamat daripada minyak wangi kasturi. Orang yang berpuasa akan mendapat dua kebahagiaan; yaitu jika dia berbuka, dia berbahagia dengan berbukanya, dan jika dia bertemu Rabbnya, dia akan berbahagia dengan (pahala) puasanya’.”

– 1- c : Shahih

Dalam riwayat lain milik Ibnu Khuzaimah, Rasulullah -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

قَالَ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ، الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، قَالَ اللَّهُ: إِلَّا الصِّيَامَ، فَهُوَ لِيْ، وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ، يَدَعُ الطَّعَامَ مِنْ أَجْلِيْ، وَيَدَعُ الشَّرَابَ مِنْ أَجْلِي، وَيَدَعُ لَذَّتَهُ مِنْ أَجْلِيْ، وَيَدَعُ زَوْجَتَهُ مِنْ أَجْلِيْ، وَلَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ. وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ حِيْنَ يُفْطِرُ، وَفَرْحَةٌ حِيْنَ يَلْقَى رَبَّهُ

“Semua amal anak cucu Adam itu untukNya; satu kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat. Allah berfirman, ‘Kecuali puasa, ia untukKu dan Aku yang membalasnya, dia meninggalkan makan demi Aku, meninggalkan minum demi Aku, meninggalkan kenikmatannya demi Aku, meninggalkan istrinya demi Aku. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma minyak wangi kasturi. Orang yang berpuasa mempunyai dua kegembiraan, yaitu kegembiraan pada waktu berbuka dan kegembiraan pada waktu bertemu Rabbnya’.”

اَلرَّفَثُ : Dengan ra’ dan fa’ dibaca fathah, disebut secara mutlak untuk makna persetubuhan, ucapan buruk dan ajakan laki-laki kepada wanita berkaitan dengan persetubuhan. Banyak ulama berkata, “Yang dimaksud dalam hadits ini adalah ucapan buruk dan kotor.”

اَلْجُنَّةُ : Dengan jim dibaca dhammah, yaitu sesuatu yang melindungimu, yakni menutupimu dan menjagamu dari api neraka yang kamu takutkan.

اَلْخُلُوْفُ : Dengan kha’ dibaca fathah[6] dan lam dibaca dhammah, yaitu aroma mulut yang berubah karena puasa.

Sufyan bin Uyainah ditanya tentang FirmanNya تَعَالَى-,

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ، إِلَّا الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِيْ

“Setiap amal anak cucu Adam adalah untuknya, kecuali puasa, ia adalah untukKu,”

maka dia berkata, “Pada Hari Kiamat Allah menghisab hambaNya, Dia membayar kezhaliman yang dilakukannya di dunia dari seluruh amalnya sehingga ketika yang tersisa hanya puasa, maka Allah menanggung kezhaliman yang tersisa dan memasukkannya ke surga.”

Ini adalah ucapannya dan ini aneh. Dan banyak makna seputar ucapan ini, bukan ini tempat perinciannya.

Telah hadir hadits al-Harits al-Asy’ari, dan padanya,

وَآمُرُكُمْ بِالصِّيَامِ، وَمَثَلُ ذٰلِكَ كَمَثَلِ رَجُلٍ فِيْ عِصَابَةٍ مَعَهُ صُرَّةُ مِسْكٍ، كُلُّهُمْ يُحِبُّ أَنْ يَجِدَ رِيْحَهَا، وَإِنَّ الصِّيَامَ أَطْيَبُ عِنْدَ اللّٰهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ

“Dan aku memerintahkan kalian berpuasa. Perumpamaan hal itu adalah seperti seorang laki-laki bersama beberapa temannya, dia membawa kantong minyak wangi kasturi, semuanya ingin mendapatkan harumnya. Dan sesungguhnya puasa itu lebih harum di sisi Allah daripada aromanya minyak wangi kasturi.” (Al-Hadits).

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan dia menshahihkannya, hanya saja dia berkata,

وَإِنَّ رِيْحَ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللّٰهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ

“Dan sesungguhnya aroma orang yang berpuasa, itu lebih harum di sisi Allah daripada aroma minyak wangi kasturi.”

Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya –dan lafazh hadits ini adalah lafazhnya–, Ibnu Hibban dan al-Hakim.

Telah hadir selengkapnya dalam Kitab Shalat, Bab 36.

(979) – 2 – a : Hasan

Dari Sahal bin Sa’ad -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ-, dari Nabi -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, beliau bersabda,

إِنَّ فِيْ الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ: [الرَّيَّانُ]، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، فَإِذَا دَخَلُوْا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ

“Sesungguhnya di surga terdapat sebuah pintu yang bernama [ar-Rayyan]. Orang-orang yang berpuasa akan masuk (surga) dari pintu itu pada Hari Kiamat, tidak ada seorang pun yang masuk dari pintu itu selain mereka. Jika mereka telah masuk, maka ia ditutup, sehingga tidak ada seorang pun yang masuk dari pintu itu (selain mereka).”

Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, an-Nasa’i dan at-Tirmidzi, dia menambahkan,

وَمَنْ دَخَلَهُ لَمْ يَظْمَأْ أَبَدًا

Dan barangsiapa yang masuk ke dalamnya, maka dia tidak akan haus untuk selama-lamanya.”

– 2 – b : Hasan Shahih

Dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya, hanya saja dia berkata,

فَإِذَا دَخَلَ آخِرُهُمْ أُغْلِقَ، مَنْ دَخَلَ شَرِبَ، وَمَنْ شَرِبَ لَمْ يَظْمَأْ أَبَدًا

“Jika orang yang terakhir[7] dari mereka telah masuk, maka pintu itu ditutup. Barangsiapa yang masuk, maka dia minum, dan barangsiapa yang minum, maka dia tidak akan haus untuk selama-lamanya.”

 (980) – 3 : Hasan Lighairihi

Dan diriwayatkan dari Abu Hurairah -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ-, dari Nabiyullah -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, beliau bersabda,

اَلصِّيَامُ جُنَّةٌ، وَحِصْنٌ حَصِيْنٌ مِنَ النَّارِ

“Puasa itu adalah perisai dan benteng yang kokoh (yang melindungi) dari api neraka.”

Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad hasan, dan al-Baihaqi.

 (981) – 24 : Hasan

Dari Jabir -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ-, dari Nabiyullah -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, beliau bersabda,

اَلصِّيَامُ جُنَّةٌ يَسْتَجِنُّ بِهَا الْعَبْدُ مِنَ النَّارِ

“Puasa adalah perisai, dengannya seorang hamba berlindung dari api neraka.”

Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad hasan dan al-Baihaqi.

(982) – 5 : Shahih

Dari Utsman bin Abu al-Ash -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ-, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

اَلصِّيَامُ جُنَّةٌ مِنَ النَّارِ، كَجُنَّةِ أَحَدِكُمْ مِنَ الْقِتَالِ، وَصِيَامٌ حَسَنٌ ثَلَاثَةُ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ

“Puasa itu adalah perisai dari api neraka seperti perisai salah seorang dari kalian dari serangan (musuh). Dan adalah puasa yang baik adalah tiga hari setiap bulan.”

Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya.[8]

(983) – 6 : Shahih Lighairihi

Dari Mua’dz bin Jabal -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ-, bahwa Nabi -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda kepadanya,

أَلَا أَدُّلُكَ عَلَى أَبْوَابِ الْخَيْرِ؟ قُلْتُ: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ، قَالَ: الصَّوْمُ جُنَّةٌ، وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيْئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ

“Maukah kamu aku tunjukkan pintu-pintu kebaikan?” Aku menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Puasa itu adalah perisai dan sedekah itu melenyapkan kesalahan seperti air memadamkan api.”

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dalam sebuah hadits, dan dia menshahihkannya. Ia hadir selengkapnya di ash-Shamt, insya Allah.

Telah hadir hadits senada yaitu hadits Ka’ab bin Ujrah dan lain-lain. (Kitab Sedekah, Bab 9, no. 12 dan 13).

(984) – 7 : Hasan Shahih

Dari Abdullah bin Amr -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ-, bahwa Rasulullah -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

اَلصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، يَقُوْلُ الصِّيَامُ: أَيْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهْوَةَ، فَشَفِّعْنِيْ فِيْهِ، وَيَقُوْلُ الْقُرْآنُ: مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ، فَشَفِّعْنِيْ فِيْهِ، قَالَ: فَيُشَفَّعَانِ

“Puasa dan al-Qur’an akan memberi syafa’at bagi seorang hamba pada Hari Kiamat. Puasa berkata, ‘Ya Rabbi, aku menghalanginya (dari) makan dan syahwatnya, maka izinkanlah aku untuk memberi syafa’at kepadanya.’ Al-Qur’an berkata, ‘Aku menghalanginya tidur di malam hari, maka izinkanlah aku untuk memberi syafa’at kepadanya.’ Beliau bersabda, ‘Lalu keduanya pun diizinkan untuk memberi syafa’at’.”[9]

Diriwayatkan oleh Ahmad dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir dan rawi-rawinya dijadikan hujjah dalam ash-Shahih.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya dalam Kitab al-Ju‘ dan lainnya dengan sanad hasan dan al-Hakim, dia berkata, “Shahih berdasarkan syarat Muslim.”

(985) – 8 : Shahih

Dari Hudzaifah -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ-, dia berkata,

Aku menyandarkan Nabi -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- ke dadaku, maka beliau bersabda,

مَنْ قَالَ: لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ، خُتِمَ لَهُ بِهَا، دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَمَنْ صَامَ يَوْمًا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللّٰهِ، خُتِمَ لَهُ بِهَا، دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَمَنْ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللّٰهِ، خُتِمَ لَهُ بِهَا، دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Barangsiapa yang mengucapkan La ilaha illallah, (lalu) dengan itu (hidupnya) ditutup untuknya, maka dia masuk surga. Barangsiapa yang berpuasa satu hari demi mencari Wajah Allah, dan dengan itu (hidupnya) ditutup untuknya, maka dia masuk surga. Barangsiapa yang bersedekah dengan satu sedekah demi mencari Wajah Allah, dan dengan itu (hidupnya) ditutup untuknya, maka dia masuk surga.”

Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad tidak mengapa (La ba’sa bihi).

Diriwayatkan oleh al-Ashbahani, lafazhnya adalah,

يَا حُذَيْفَةَ، مَنْ خُتِمَ لَهُ بِصِيَامِ يَوْمٍ، يُرِيْدُ بِهِ وَجْهَ اللّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ ، أَدْخَلَهُ اللّٰهُ الْجَنَّةَ

“Wahai Hudzaifah, barangsiapa yang (hidupnya) ditutup untuknya dengan puasa satu hari, yang dengannya dia menginginkan Wajah Allah -عَزَّ وَجَلَّ-, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga.”

(986) – 9 – a : Shahih

Dari Abu Umamah -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ-, dia berkata,

قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ، مُرْنِيْ بِعَمَلٍ. قَالَ: عَلَيْكَ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَا عِدْلَ لَهُ. قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ، مُرْنِيْ بِعَمَلٍ. قَالَ: عَلَيْكَ  بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَا عِدْلَ لَهُ

“Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, perintahkan suatu amal kepadaku.’ Beliau bersabda, ‘Berpuasalah, karena ia tidak ada yang menyamainya’. Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, perintahkan suatu amal kepadaku.’ Beliau bersabda, ‘Berpuasalah, karena ia tidak ada yang menyamainya’.”[10]

Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya begini dengan tanpa pengulangan, dan al-Hakim dan dia menshahihkannya.

– 9 – b : Shahih

Dalam salah satu riwayat milik an-Nasa’i, (lafazhnya) berbunyi,

أَتَيْتُ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ، مُرْنِيْ بِأَمْرٍ يَنْفَعُنِيَ اللّٰهُ بِهِ. قَالَ: عَلَيْكَ باِلصِّيَامِ، فَإِنَّهُ لَا مِثْلَ لَهُ

“Aku datang kepada Rasulullah -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, perintahkan kepadaku sesuatu yang Allah akan memberiku manfaat dengannya.’ Beliau menjawab, ‘Berpuasalah, karena puasa tidak ada yang menyamainya’.”

– 9 – c : Shahih

Dan diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya dalam sebuah hadits, (lafazhnya) berbunyi,

قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ، دُلَّنِيْ عَلَى عَمَلٍ أَدْخُلُ بِهِ الْجَنَّةَ. قَالَ: عَلَيْكَ باِلصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَا مِثْلَ لَهُ. قَالَ: وَكَانَ أَبُوْ أُمَامَةَ لَا يُرَى فِيْ بَيْتِهِ الدُّخَانُ نَهَارًا إِلَّا إِذَا نَزَلَ بِهِمْ ضَيْفٌ

“Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, tunjukkan kepadaku suatu amal yang dengannya aku masuk surga.’ Rasulullah -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menjawab, ‘Berpuasalah, karena puasa tidak ada yang menyamainya’.” Dia (rawi hadits ini) berkata, ‘Di rumah Abu Umamah tidak pernah terlihat asap di siang hari kecuali jika dia kedatangan tamu’.”

(987) – 10 : Shahih

Dari Abu Sa’id -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ-, dia berkata, Rasulullah -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

مَا مِنْ عَبْدٍ يَصُوْمُ يَوْمًا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ تَعَالَى، إِلَّا بَاعَدَ اللّٰهُ بِذٰلِكَ الْيَوْمِ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِيْنَ خَرِيْفًا

“Tidak ada seorang hamba pun yang berpuasa satu hari di jalan Allah Ta’ala, kecuali Allah menjauhkan wajahnya dengan hari itu dari api neraka sejauh tujuh puluh tahun (perjalanan).”

Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, dan an-Nasa’i.

(988) – 11 : Shahih Lighairihi

Dari Amr bin Abasah -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ-, dia berkata, Rasulullah -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

مَنْ صَامَ يَوْمًا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ، بُعِدَتْ مِنْهُ النَّارُ مَسِيْرَةَ مِئَةِ عَامٍ

“Barangsiapa yang berpuasa satu hari di jalan Allah, maka neraka dijauhkan darinya sepanjang perjalanan seratus tahun.”

Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir dan al-Mu’jam al-Ausath dengan sanad yang tidak mengapa (La basa bihi).

(989) – 12 : Shahih

Dari Abu Hurairah -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ-, bahwa Rasulullah -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

مَنْ صَامَ يَوْمًا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ، زَحْزَحَ اللّٰهُ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ بِذٰلِكَ الْيَوْمِ سَبْعِيْنَ خَرِيْفًا

“Barangsiapa yang berpuasa satu hari di jalan Allah, maka Allah akan menjauhkan wajahnya dari neraka dengan hari itu (sejauh) tujuh puluh tahun (perjalanan).”

Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dengan sanad hasan, dan at-Tirmidzi dari riwayat Ibnu Lahi’ah, dan dia berkata, “Hadits gharib.”

Dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah dari riwayat Abdullah bin Abdul Aziz al-Laits, dan rawi-rawi yang lain adalah tsiqah.

(990) – 13 : Hasan Lighairihi

Dari Abu ad-Darda’ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ-, dia berkata, Rasulullah -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

مَنْ صَامَ يَوْمًا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ، جَعَلَ اللّٰهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّارِ خَنْدَقًا كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ

“Barangsiapa yang berpuasa satu hari di jalan Allah, maka Allah membuat parit antara dirinya dengan neraka seperti antara langit dan bumi’.”

Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath dan al-Mu’jam ash-Shaghir dengan sanad hasan.

(991) – 14 : Hasan Shahih

Dari Abu Umamah -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ-, bahwa Nabi -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

مَنْ صَامَ يَوْمًا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ، جَعَلَ اللّٰهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّارِ خَنْدَقًا كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ

“Barangsiapa yang berpuasa satu hari di jalan Allah, maka Allah membuat parit antara dirinya dengan neraka seperti antara langit dan bumi.”

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari riwayat al-Walid bin Jamil, dari al-Qasim bin Abdurrahman, dari Abu Umamah, dia berkata, “Hadits gharib.”[11]

Beberapa kalangan dari para ulama berpendapat bahwa hadits-hadits ini berkaitan dengan keutamaan puasa dalam jihad, at-Tirmidzi dan lain-lain meletakkan bab berdasarkan ini. Sebagian yang lain berpendapat bahwa semua puasa adalah di jalan Allah, jika ia ikhlas karena wajah Allah. Akan hadir Bab Puasa Pada Waktu Jihad insya Allah.

Keterangan:

[1] Yakni, dia mendapatkan pahala yang terbatas kecuali puasa, pahalanya tidak terbatas. Makna ini didukung oleh riwayat Muslim yang hadir sesudahnya dengan lafazh: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ، الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَةِ ضِعْفٍ “Setiap amal anak cucu Adam dilipatgandakan satu kebaikan dengan sepuluh kali lipatnya sampai tujuh ratus kali lipat. Allah berfirman, “Kecuali puasa…!”

[2] اَلْجُنَّةُ dengan jim dibaca dhammah: pelindung, termasuk dalam hal ini adalah اَلْمِجَنُّ perisai, dan jin dinamakan jin karena ia tidak terlihat oleh mata. Puasa itu perisai karena ia adalah menahan dari hawa nafsu, sementara neraka dikelilingi oleh hawa nafsu sebagaimana dalam hadits yang shahih,

حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ، وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ

“Surga dikelilingi oleh perkara yang tidak disukai sementara neraka diliputi oleh hawa nafsu.”

  Ibnul Atsir dalam an-Nihayah berkata, “Puasa adalah perisai, yakni melindungi pelakunya dari hawa nafsu yang menyakitinya.”

[3] Mengandung kemungkinan bahwa itu diucapkan dengan lisan agar orang yang mencela dan memeranginya mendengarnya karena hal itu biasanya membuatnya jera. Mungkin juga ucapan dalam hati, yakni hanya diucapkan dalam hatinya agar tidak membalas mencela.

  Saya berkata, Yang rajih adalah yang pertama, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, ‘Yang benar adalah dia mengucapkannya dengan lisannya sebagaimana hal itu ditunjukkan oleh hadits, karena perkataan yang mutlak tidak lain kecuali dengan lisan.’ Adapun yang ada di dalam hati, maka ia dibatasi seperti sabda Nabi,

عَمَّا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا

‘Apa yang dibicarakan dalam hatinya.’ Kemudian selanjutnya,

مَا لَمْ تَعْمَلْ أَوْ تَكَلَّمْ بِهِ

‘Selama belum dikerjakan atau diucapkan.’

Jadi perkataan mutlak adalah perkataan yang didengar. Jadi jika dia berkata, ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa,’ maka dia telah menjelaskan alasannya mengapa tidak membalasnya dan itu lebih membuat jera orang yang memulai dengan menyerangnya.”

[4] Yakni dengan balasan pahalanya. Dalam riwayat Ahmad, 2/232, ‘Jika dia bertemu Allah lalu Dia membalasnya, maka dia berbahagia.’ Sanadnya shahih berdasarkan syarat Muslim. Dia meriwayatkannya dalam Shahihnya, 3/158; dalam sebuah riwayat sebagaimana ia hadir di buku ini dan Ibnu Khuzaimah, no. 1900.

[5] Saya berkata, Dan juga Ahmad, juga al-Bukhari dalam sebuah riwayat dan ia di sini adalah riwayat pertama, akan tetapi tanpa, ‘Hari Kiamat’. Ia di an-Nasa’i dalam as-Sunan al-Kubra (Q, 16/2).

[6] Saya berkata, Yang dikenal dalam buku-buku bahasa dan kosa kata adalah kha’ dibaca dhammah dalam lafazhnya, ia disebutkan oleh al-Khaththabi dan lain-lain, dan itulah yang benar. Al-Khaththabi berkata, ‘Dengan kha` dibaca fathah berarti, orang yang berjanji tapi tidak memenuhinya.’ (Dikutip) secara ringkas dari al-Ujalah, 120/2-121/1.

[7] Asalnya: أَحَدُهُمْ, “Salah seorang dari mereka.” Koreksinya dari Ibnu Khuzaimah, no. 1902 dan lain-lain.

[8] Saya berkata, Ia juga diriwayatkan oleh Ahmad, no. 4/22 dengan sanad shahih. Dan diriwayatkan oleh an-Nasa’i, 1/311 dan 328 secara terpisah di dua tempat. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah tanpa menyebutkan puasa tiga hari.

[9] Yakni, Allah mengizinkan keduanya untuk memberi syafa’at kepadanya dan memasukkannya ke dalam surga. Al-Munawi berkata, “Ucapan ini bisa jadi secara hakiki, yakni pahala keduanya dibentuk menjadi tubuh dan Allah memberinya kemampuan berbicara. ‘Dan Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu.’ Bisa pula ia adalah salah satu bentuk majaz dan perumpamaan.” Saya berkata, Yang pertamalah yang harus dipastikan kebenarannya di sini dan juga di hadits-hadits yang sepertinya yang padanya terdapat penjelasan tentang amal yang diwujudkan dalam bentuk jasad, seperti harta yang tidak dizakati diwujudkan dalam bentuk ular yang botak dan masih banyak lagi. Dan menakwilkan dalil-dalil seperti ini bukanlah manhaj as-Salafus ash-Shalih, akan tetapi itu adalah metodologi Mu’tazilah dan Khalaf yang mengikuti jalan mereka, dan hal itu bertentangan dengan syarat pertama iman yaitu, ‘Orang-orang yang beriman kepada yang ghaib’. Berhati-hatilah, jangan sampai Anda meniti jalan mereka, karena Anda akan tersesat dan sengsara. Na’udzubillah.

[10] Di sini di buku asli terdapat tambahan, “Saya berkata, ‘Wahai Rasulullah…’.” dan sete-rusnya untuk kali ketiga. Pemberi komentar atasnya telah menyatakan bahwa ia tidak tercantum di naskah yang lain. Karena ini yang sesuai dengan yang ada di an-Nasa’i, maka itu aku buang dan di Shahih Ibnu Khuzaimah yang tercetak tidak tercantum pengulangan sama sekali. Wallahu a’lam.

[11] Dan dari jalan ini ia diriwayatkan juga oleh ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, 8/280-281, no. 4921. Dan dia meriwayatkannya dengan lafazh yang disebutkan oleh penulis setelah ini yang menjadi bagian buku yang lain. Dan di antara kebodohan mereka adalah bahwa mereka menyamaratakan keduanya dengan menghukuminya dhaif. Mereka menyebutkan illat yang pertama dengan adanya Muththarih bin Yazid, padahal dia tidak ada padanya. Lihat ash-Shahihah, no. 563 dan adh-Dha’ifah di bawah no. 6910.

Referensi:

SHAHIH AT-TARGHIB WA AT-TARHIB (1) Hadits-hadits Shahih tentang Anjuran & Janji Pahala, Ancaman & Dosa, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, Darul Haq, Jakarta, Cet. V, Dzulhijjah 1436 H. / Oktober 2015 M.