Sampaikan Kami ke Ramadhan

Ungkapan ini adalah permohonan kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- Dzat yang menciptakan kehidupan dan kematian. Terselip di balik doa ini  sebuah harapan. Saya menduga, Anda –wahai saudaraku, sebagai orang yang beriman- tentunya memiliki harapan semacam ini, yakni, agar Anda disampaikan ke bulan Ramadhan. Anda berdoa kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- agar Anda masih tetap hidup di bulan Ramadhan tahun ini. Bukankah demikian?

Harapan semacam ini bukanlah harapan biasa, namun sebuah harapan nan istimewa. Karena, penulis yakin, bahwa di balik harapan ini terselip pula harapan lainnya yang tidak kalah baiknya, bahkan sangat mulia. Apa itu? Yaitu, harapan agar nantinya Anda berkesempatan untuk dapat mendulang seabreg kebaikan yang berlipat-lipat ganda pahalanya. Karena, Ramadhan adalah bulan yang penuh keuntungan bagi seorang yang beriman. Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  – bersabda,

مَا أَتَى عَلَى الْمُسْلِمِينَ شَهْرٌ خَيْرٌ لَهُمْ مِنْ رَمَضَانَ وَلَا أَتَى عَلَى الْمُنَافِقِينَ شَهْرٌ شَرٌّ لَهُمْ مِنْ رَمَضَانَ وَذَلِكَ لِمَا يُعِدُّ الْمُؤْمِنُونَ فِيهِ مِنْ الْقُوَّةِ لِلْعِبَادَةِ وَمَا يُعِدُّ فِيهِ الْمُنَافِقُونَ مِنْ غَفَلَاتِ النَّاسِ وَعَوْرَاتِهِمْ هُوَ غَنْمٌ لِلْمُؤْمِنِ وَنِقْمَةٌ لِلْفَاجِرِ

“Tidak ada bulan yang datang kepada kaum Muslimin yang lebih baik bagi mereka daripada bulan Ramadhan; dan tidak ada bulan datang kepada kaum munafik yang lebih buruk bagi mereka daripada bulan Ramadhan. Hal itu karena kaum Mukminin mempersiapkan kekuatan mereka di dalamnya untuk beribadah; sedangkan kaum munafik dalam bulan tersebut mempersiapkan diri untuk mencari kelengahan manusia dan cela mereka. Ia adalah bulan yang penuh keuntungan bagi orang yang beriman, namun menjadi bencana bagi seorang pendosa.” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Ahmad Syakir).

Karena keimanan Anda, Anda membenarkan apa yang diberitakan oleh Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan RasulNya -tanpa sedikit pun ada unsur keraguan di dalamnya- bahwa Ramadhan merupakan bulan yang penuh keberkahan dan keutamaan.

Banyak hal yang diberitakan oleh Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan RasulNya yang menunjukkan keutamaan dan keberkahan bulan ini. Di antara hal yang menunjukkan keberkahan dan keutamaan bulan ini yang karenanya kita -sebagai orang yang beriman- sedemikian berharap agar disampaikan kepada bulan ini adalah sebagai berikut,

(1) Ramadhan bulan diturunkannya al-Qur’an.

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

Bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (al-Baqarah: 185).

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- memuji bulan puasa (bulan Ramadhan) di antara bulan-bulan yang lainnya, dengan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- memilih bulan ini untuk menurunkan al-Qur’an. (al-Anwar as-Sathi’at Li Ayati Jami’at, 1/90).

Turjumanul Qur’an Abdullah bin Abbas -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- mengatakan, “(Al-Qur’an diturunkan) pada bulan Ramadhan, di malam Lailatul Qadar, di malam yang diberkahi sekaligus, kemudian diturunkan setelah itu secara berangsur-angsur di bulan-bulan dan hari-hari berikutnya.” (ad-Durru al-Mantsur, 1/457).

Hal ini mengisyaratkan dengan isyarat yang sangat kuat bahwa memang Ramadhan, sebagai waktu diturunkanya al-Qur’an, merupakan waktu yang utama dan istimewa. Hal ini juga didukung oleh apa yang diturunkan ketika itu, yaitu al-Qur’an, merupakan kitab yang diberkahi, penuh dengan keutamaan, sebagaimana firmanNya   -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- tentang apa yang diturunkanNya ini,

وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Dan ini adalah Kitab (al-Qur’an) yang Kami turunkan dengan penuh berkah. Ikutilah, dan bertakwalah agar kamu mendapat rahmat” (al-An’am: 155).

Yakni, al-Qur’an ini adalah Kitab yang Kami turunkan kepada Nabi Kami, Muhammad, kebaikan yang ada di dalamnya sangat banyak maka ikutilah perintah-perintahnya dan jauhilah larangan-larangannya. Bertakwalah kepada Allah, jangan sampai kalian menentangNya. Agar kalian mendapat rahmat, diselamatkan dari siksa dan mendapatkan pahala dariNya. (At-Tafsir al-Muyassar, 2/450).

Ya, kebaikan yang ada di dalamnya sangat banyak, dan apa yang Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- firmankan setelah menyebutkan bahwa Ramadhan adalah bulan diturunkannya al-Qur’an, yaitu firmanNya,

هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

“Sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).”

 Ini merupakan bagian dari petunjuk yang mengisyaratkan atau menunjukkan kepada salah satu bentuk dari kebaikan yang sangat banyak itu. Betapa tidak?! Sementara dengan al-Qur’an itu Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menunjukkan manusia kepada jalan keselamatan, jalan yang lurus, sebagaimana firmanNya,

قَدْ جَاءَكُمْ مِنَ اللَّهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُبِينٌ . يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ 

Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaanNya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizinNya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (Qs. al-Maidah: 15-16).

Siapa yang mengikuti petunjukNya ini, niscaya tak akan sesat dan tak akan sengsara, sebagaimana firmanNya,

فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى

“Maka (ketahuilah) barang siapa mengikuti petunjukKu, dia tidak akan sesat dan tidak akan  celaka.” (Qs. Thaha : 123).

Ibnu Abbas -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- berkata, “Maka dia tidak akan sesat di dunia dan tidak akan celaka di akhirat.” (Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, 1/106).

(2) Pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Neraka ditutup, dan setan dibelenggu.

Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

إِذَا دَخَلَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتْ الشَّيَاطِينُ

Apabila Ramadhan telah masuk, maka pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Jahannam ditutup, dan setan-setan dirantai.” (HR. al-Bukhari, no. 3277).

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ

Apabila Ramadhan tiba, maka pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu.” (HR. Muslim, no. 2547).

Al-Qadhi ‘Iyadh -رَحِمَهُ اللهُ- berkata, “Sabda beliau, ‘pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu’ ada yang mengatakan, ‘Berkemungkinan maknanya sebenarnya (sebagaimana zhahirnya) dan bahwa pembukaan pintu-pintu Surga dan penutupan pintu-pintu Neraka merupakan pertanda untuk masuknya bulan tersebut dan agungnya kedudukannya. Dan, demikian pula pembelengguan setan, agar mereka terhalang dari menimbulkan gangguan terhadap orang-orang yang beriman dan terhalang pula dari melakukan penyesatan terhadap mereka pada bulan tersebut.” (Ikmal al-Mu’allim Syarh Shahih Muslim, 3/4).

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin -رَحِمَهُ اللهُ- berkata, “Pintu-pintu Surga dibuka pada bulan tersebut disebabkan oleh banyaknya amal shaleh yang dikerjakan, sekaligus untuk memotivasi umat Islam supaya melakukan kebaikan. Pintu-pintu Neraka ditutup disebabkan sedikitnya dosa yang dilakukan oleh orang yang beriman. Setan-setan diikat, lalu dibelenggu, tidak dibiarkan lepas seperti dalam bulan-bulan selain Ramadhan.” (Majalis Syahri Ramadhan, hal. 8).

(3) Peluang pengampuan dosa terbentang.

Abu Hurairah -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- meriwayatkan bahwa Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-   pernah bersabda,

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ

 “Shalat lima waktu, shalat Jum’at ke shalat Jum’at lainnya, dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya menghapuskan dosa-dosa yang dilakukan di antaranya jika dosa-dosa besar ditinggalkan.” (HR. Muslim, no. 574).

Telah dimaklumi bahwa selama bulan Ramadhan, diwajibkan atas kita -yang telah akil balig, mukim, lagi mampu, serta terbebas dari penghalang, seperti haid dan nifas- untuk berpuasa di siang harinya.

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Karena itu, barang siapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (al-Baqarah: 185).

Dan telah dimaklumi pula bahwa salah satu hal yang dijanjikan bagi orang yang menunaikan kewajiban yang satu ini secara baik adalah bahwa dosa-dosanya bakal diampuni oleh Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. al-Bukhari, no. 38).

Telah dimaklumi pula bahwa selama bulan Ramadhan disunnahkan atas kita untuk melaksanakan shalat Tarawih setelah shalat Isya secara berjamaah, di mana hal itu pun menjadi sarana diampuninya dosa-dosa kita. Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ– bersabda,

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. al-Bukhari, no. 37).

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa mendirikan shalat malam pada malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. al-Bukhari, no. 1901).

Meski peluang pengampunan dosa ini terbentang selama bulan Ramadhan, namun patut kiranya kita khawatir kalau-kalau pengampunan dosa tersebut tidak kita dapatkan. Karena, dalam hadis disebutkan.

Dari Abu Hurairah -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-, ia berkata, Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ-  bersabda,

رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرْ لَهُ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ عِنْدَهُ أَبَوَاهُ الْكِبَرُ فَلَمْ يَدْخُلَاهُ الْجَنَّةَ

“Celakalah seseorang yang namaku disebut di sisinya namun ia tidak bershalawat kepadaku. Celakalah seseorang yang bulan Ramadhan masuk kepadanya, kemudian bulan tersebut berlalu sebelum diampuni dosanya. Dan, celakalah pula seseorang yang mendapati kedua orang tuanya yang telah lanjut usia di sisinya sementara keduanya tidak (menyebabkan) dirinya masuk Surga.” (HR. At-Tirmidzi, no.3545).

(3) Di bulan Ramadhan ada Lailatul Qadar.

Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda,

فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرُهَا فَقَدْ حُرِمَ

“Pada bulan tersebut terdapat sebuah malam yang lebih baik daripada 1000 bulan, siapa tidak memperoleh kebaikannya maka ia tidak memperoleh apa-apa.” (HR. An-Nasai, no. 2106).

Segala puji bagi Allah, malam nan utama lagi mulia ini akan tetap ada di bulan yang utama ini sampai hari Kiamat tiba.

Abu Dzar -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي عَنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ أَفِي رَمَضَانَ هِيَ أَوْ فِي غَيْرِهِ؟ قَالَ: بَلْ هِيَ فِي رَمَضَانَ. قَالَ: قُلْتُ: تَكُونُ مَعَ الْأَنْبِيَاءِ مَا كَانُوا فَإِذَا قُبِضُوا رُفِعَتْ أَمْ هِيَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ؟ قَالَ: بَلْ هِيَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

“Wahai Rasulullah, kabarkan kepadaku tentang Lailatul Qadar, apakah ia terjadi di bulan Ramadhan atau di bulan yang lain?”

Beliau menjawab, “Ia terjadi di bulan Ramadhan.”

Abu Dzar kembali bertanya, “Apakah ia hanya terjadi seiring adanya para Nabi, kapan pun mereka, sehingga jika mereka wafat, maka Lailatul Qadar juga hilang, ataukah ia tetap akan ada sampai hari Kiamat?”

Beliau menjawab, “Ia akan tetap ada sampai hari Kiamat.” (HR. Ahmad di dalam Musnadnya, no. 21499).

Ini berarti bahwa bilamana harapan kita terwujud, yaitu bahwa Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- benar-benar menyampaikan kita ke bulan Ramadhan maka peluang untuk mendapatkan malam nan mulia ini beserta kebaikannya masih ada. Alhamdulillah.

(4) Umat Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ– diberikan lima hal yang belum pernah diberikan kepada umat-umat sebelumnya ketika Ramadhan.

Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Abu Hurairah -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-bahwa Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

أُعْطِيَتْ أُمَّتِي خَمْسَ خِصَالٍ فِي رَمَضَانَ لَمْ تُعْطَهَا أُمَّةٌ قَبْلَهُمْ خُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ، وَتَسْتَغْفِرُ لَهُمْ الْمَلَائِكَةُ حَتَّى يُفْطِرُوا، وَيُزَيِّنُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ كُلَّ يَوْمٍ جَنَّتَهُ ثُمَّ يَقُولُ يُوشِكُ عِبَادِي الصَّالِحُونَ أَنْ يُلْقُوا عَنْهُمْ الْمَئُونَةَ وَالْأَذَى وَيَصِيرُوا إِلَيْكِ، وَيُصَفَّدُ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ فَلَا يَخْلُصُوا إِلَى مَا كَانُوا يَخْلُصُونَ إِلَيْهِ فِي غَيْرِهِ، وَيُغْفَرُ لَهُمْ فِي آخِرِ لَيْلَةٍ. قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَهِيَ لَيْلَةُ الْقَدْرِ؟ قَالَ: لَا، وَلَكِنَّ الْعَامِلَ إِنَّمَا يُوَفَّى أَجْرَهُ إِذَا قَضَى عَمَلَهُ

”Umatku diberikan lima hal yang belum pernah diberikan kepada umat-umat sebelumnya ketika Ramadhan: (1) Bau mulut orang yang berpuasa itu lebih baik dari wangi misik di sisi Allah. (2) Para Malaikat beristighfar untuk mereka hingga berbuka. (3) Allah memperindah SurgaNya setiap hari, seraya berfirman kepadanya: ‘Hampir-hampir para hambaKu yang shalih akan mencampakkan berbagai kesukaran dan penderitaan lalu kembali kepadamu.’ (4) Setan-setan durjana dibelenggu, tidak dibiarkan lepas seperti dalam bulan-bulan selain Ramadhan. (5) Mereka akan mendapat ampunan di akhir malam.’ Ada yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah apakah itu terjadi pada malam Lailatul Qadar?’ Beliau menjawab, ‘Bukan. Namun pelaku kebaikan akan disempurnakan pahalanya seusai menyelesaikan amalnya.

Saudara-saudaraku, ini adalah lima perkara yang Allah persiapkan untuk kalian. Dengan lima perkara tersebut kalian mendapat kekhususan dari Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- di antara umat-umat lainnya. Itu semua diberikan agar Allah menyempurnakan berbagai nikmatNya kepada kalian. Sungguh, betapa banyak nikmat dan keutamaan yang Allah telah berikan kepada kalian.

Perkara pertama:

Bau mulut orang yang berpuasa itu lebih baik dari wangi misik di sisi Allah. Kata  خُلُوفُ, huruf kha’-nya bisa dibaca dengan fathah atau dhammah, artinya adalah perubahan bau mulut ketika lambung kosong dari makanan. Ini adalah bau yang dibenci oleh manusia, namun ia lebih wangi dari misik di sisi Allah, sebab ia terlahir dari ibadah dan ketaatan kepada Allah.

Apa saja yang timbul dari ibadah dan ketaatan kepadaNya tentu akan dicintai olehNya, dan pelakunya akan diberikan sesuatu yang lebih baik sebagai gantinya.

Tidakkah engkau lihat bahwa orang yang mati syahid di jalan Allah dalam rangka meninggikan kalimatNya itu akan datang di hari Kiamat dengan darah yang mengalir, warnanya adalah warna darah, namun baunya adalah wangi misik?

Demikian juga ketika haji, Allah membanggakan orang-orang yang tengah wukuf di ‘Arafah kepada para MalaikatNya.

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

اُنْظُرُوْا إِلَى عِبَادِي هَؤُلَاءِ جَاءُوْنِي شُعْثًا غُبْرًا

Lihat para hambaKu. Mereka datang kepadaKu dalam keadaan rambut kusut dan berdebu.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban dalam shahihnya).

Rambut kusut dalam kondisi ini dicintai oleh Allah karena ia timbul disebabkan ketaatan kepada Allah dengan meninggalkan larangan-larangan dalam ihram dan kemewahan hidup.

Perkara kedua:

Para Malaikat akan beristighfar untuk orang-orang yang mengerjakan ibadah puasa hingga mereka berbuka. Para Malaikat adalah para hambaNya yang dimuliakan di sisiNya, di mana Allah menyifati mereka dengan firmanNya,

لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (at-Tahrim: 6).

Maka sungguh layak jika Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mengabulkan doa para Malaikat untuk orang yang berpuasa. Sebab, mereka pun memang telah diizinkan untuk itu. Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mengizinkan para Malaikat untuk beristighfar bagi mereka adalah dalam rangka mengangkat, meninggikan penyebutan, serta menjelaskan keutamaan puasa ummat ini.

Makna istighfar adalah meminta ampun, yaitu dengan menutupi dan memaafkan dosa, baik di dunia maupun di akhirat. Ini adalah keinginan sekaligus tujuan yang tertinggi. Seluruh anak Adam pasti sering berbuat salah dan bersikap melampaui batas terhadap diri mereka sendiri. Mereka benar-benar membutuhkan ampunan Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- .

Perkara ketiga:

Allah memperindah Surga setiap hari, sebagai persiapan untuk para hambaNya yang shalih, dan dalam rangka memotivasi mereka untuk memasukinya.

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman kepada Surga,

يُوشِكُ عِبَادِي الصَّالِحُونَ أَنْ يُلْقُوا عَنْهُمْ الْمَئُونَةَ وَالْأَذَى

Hampir-hampir para hambaKu yang shalih akan mencampakkan berbagai kesukaran dan penderitaan.” (HR. Ahmad: 7917).

Yang dimaksud dengan hadis ini adalah mereka mencampakkan kesukaran, kelebihan dan penderitaan dunia, serta giat melakukan amal-amal shalih yang mengantarkan mereka kepada Surga, sekaligus mengandung kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.

Perkara keempat:

Setan-setan pembangkang diikat dengan rantai dan belenggu, sehingga mereka tidak bisa menyesatkan hamba-hamba Allah yang shalih dari kebenaran, dan mencegah mereka dari kebaikan. Ini adalah salah satu pertolongan Allah kepada mereka. Musuh mereka diikat, sehingga tidak bisa mengajak golongannya untuk menjadi penghuni Neraka yang menyala-nyala. Oleh sebab itu, dapat engkau saksikan bahwa orang-orang shalih mempunyai keinginan yang lebih tinggi untuk melakukan kebaikan dan menahan diri dari kejelekan dibandingkan pada bulan-bulan lainnya.

Perkara kelima :

Allah mengampuni ummat Muhammad -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-  di tiap akhir malam pada bulan ini. Jika mereka melaksanakan apa yang seharusnya dikerjakan pada bulan mulia ini, berupa puasa dan shalat. Allah akan memberikan karunia dengan menyempurnakan pahala mereka pada saat mereka selesai mengerjakan amal-amal mereka, karena sesungguhnya orang yang beramal itu akan disempurnakan pahala amalnya setelah ia selesai mengerjakannya.

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- memberi karunia kepada para hambaNya dengan pahala tersebut dari tiga sisi:

Pertama: Allah mensyariatkan amal-amal shalih kepada mereka sebagai sebab terampuninya dosa dan terangkatnya derajat mereka. Sekiranya Allah tidak mensyariatkan hal itu, tentulah mereka tidak beribadah kepadaNya dengan amal-amal shalih tersebut. Sebab, ibadah itu tidak diambil melainkan dari wahyu Allah kepada Rasul-Nya. Oleh karena itu, Allah mengingkari orang-orang yang mengada-adakan syariat selain dariNya, dan menjadikan hal tersebut sebagai kesyirikan.

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ

Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (asy-Syuraa: 21).

Kedua: Mereka diberi taufik oleh Allah untuk mengerjakan amal shalih yang sudah ditinggalkan oleh kebanyakan manusia. Sekiranya bukan karena taufiq dan pertolongan Allah kepada mereka, tentulah mereka tidak akan mengerjakannya. Hanya milik Allah-lah segala keutamaan dan karunia dalam hal ini.

يَمُنُّونَ عَلَيْكَ أَنْ أَسْلَمُوا قُلْ لَا تَمُنُّوا عَلَيَّ إِسْلَامَكُمْ بَلِ اللَّهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ أَنْ هَدَاكُمْ لِلْإِيمَانِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

Mereka merasa berjasa kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: ‘Janganlah kamu merasa berjasa kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjukkan kamu kepada keimanan, jika kamu orang yang benar.” (Qs. al-Hujurat : 17).

Ketiga: Allah memberi karunia dengan pahala yang banyak. Satu kebaikan dibalas dengan sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat, bahkan jauh lebih banyak dari itu. Karunia berupa amalan dan pahala adalah dari Allah semata, segala puji bagiNya. Dia-lah pemilik, pemelihara, dan pengatur alam semesta. (Majalis Syahri Ramadhan, hal.8-12).

Pembaca yang budiman…

Itulah beberapa keutamaan bulan Ramadhan, yang karenanya kita sedemikian berharap agar kita disampaikan oleh Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- ke bulan yang penuh keberkahan dan keutamaan tersebut.

اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

“Ya, Allah! Berkahilah ketaatan dan ibadah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan, berikanlah taufik kepada kami untuk berpusa di siang harinya dan shalat tarawih di malam harinya.” Amin. Wallahu A’lam. (Redaksi).

Referensi: 

  1. Ad-Durru al-Mantsur, Abdurrahman bin al-Kamal Jalaluddin as-Suyuthi.
  2. Al-Anwar as-Saathi’at Li-Aayaati Jaa-mi’at, Abdul Aziz bin Muhammad as-Salmani.
  3. Al-Musnad, Ahmad bin Hanbal asy-Syaibaniy
  4. At-Tafsir al-Muyassar, Hikmat Basyir et. al.
  5. Ikmal al-Mu’allim Syarh Shahih Muslim, al-Qadhi ‘Iyadh.
  6. Majalis Syahri Ramadhan, Muhammad bin Shalih al-Utsaimin.
  7. Shahih Muslim, Muslim bin al-Hajjaj an-Naisaburi.
  8. Shahul Bukhari, Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhari.
  9. Sunan an-Nasai, Ahmad bin Syu’aib an-Nasaiy
  10. Sunan at-Tirmidzi, Muhammad bin ‘Isa at-Tirmidzi.
  11. Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasyi.