Sesungguhnya hal yang paling mulia yang diusahakan oleh jiwa dan diperoleh hati, yang dengannya seorang hamba mendapatkan ketinggian derajat di dunia dan akhirat adalah iman.

Iman merupakan hal paling mulia yang dicari, hal yang paling agung yang menjadi maksud dan tujuan secara mutlak.

Iman merupakan sebab kemuliaan, kebahagiaan dan ketinggian derajat di dunia dan di akhirat.

Dengan iman diperoleh sesuatu yang paling mulia yang dicari dan sesuatu yang paling mulia yang diidam-idamkan.

Dengan iman seorang hamba meraih Surga pada hari Kiamat, sebuah tempat yang luasnya seluas langit dan bumi yang telah dipersiapkan untuk orang-orang yang beriman.

Dengan iman seorang hamba selamat dari Neraka dan dari panasnya yang sangat dahsyat dan dari kedalamannya yang sangat jauh.

Dengan iman seorang mukmin mendapatkan sesuatu yang paling mulia, yaitu, melihat Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى– pada hari Kiamat, sebagaimana sabda Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-,

إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا الْقَمَرَ لا تُضَامُونَ فِي رُؤْيَتِهِ

“Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian pada hari Kiamat, sebagaimana kalian dapat melihat bulan ini, kalian tidak kesusahan untuk melihatnya.” (HR. al-Bukhori, no. 7436)

Dengan iman diperoleh segala kebaikan, kebahagiaan dan ketinggian derajat di dunia dan di akhirat, dan tertolak pula segala bentuk keburukan, bala dan musibah.

Wahai-hamba-hamba Allah!

Sesungguhnya termasuk perkara yang wajib atas orang-orang yang beriman adalah hendaklah mereka memuji Allah  سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى– dengan pujian yang banyak atas karunia-Nya yang diberikan kepada mereka berupa keimanan dan hidayah kepada keimanan tersebut, sebagaimana Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى– berfirman,

وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ

“Akan tetapi, Allah menjadikanmu cinta kepada keimanan dan menjadikan (iman) itu indah dalam hatimu serta menjadikanmu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan kebenaran. (al-Hujurat: 7)

Wahai hamba-hamba Allah!

Iman itu bukanlah dengan mengangan-angankan sesuatu yang disukai, bukan pula dengan berhias dengan sekedar ucapan lisan semata. Akan tetapi, keimanan itu adalah sesuatu yang tertancap dalam hati dan dibenarkan oleh amal-amal.

Iman adalah keyakinan-keyakinan yang benar dan kepercayaan-kepercayaan yang menghujam. Pondasi dan bangunannya adalah keimanan kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir dan iman kepada takdir yang baik dan yang buruk.

Di dalam Shahih Muslim disebutkan hadis dari Umar -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-, bahwa malaikat Jibril -عَلَيْهِ السَّلَامُ- bertanya kepada Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- tentang iman, seraya mengatakan, ‘Kabarkanlah kepadaku, apakah iman itu?’ Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- pun menjawab,

أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

“Hendaklah engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir serta engkau beriman kepada takdir yang baik dan takdir yang buruk.” (HR. Muslim, no. 8)

Iman adalah ketaatan-ketaatan yang mensucikan (jiwa) dan ibadah-ibadah nan agung serta pendekatan diri-pendekatan diri yang beraneka ragam di mana seorang muslim mendekatkan dirinya kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى–. Dan, pondasi-pondasi ibadah ini adalah lima hal yang datang di dalam hadis Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- di mana beliau bersabda,

بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَإِقَامِ الصَّلَاةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَحَجِّ الْبَيْتِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ

“Islam dibangun di atas lima rukun; (1) persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad itu adalah hamba dan rasul-Nya, (2) mendirikan shalat, (3) menunaikan zakat, (4) haji ke baitullah, dan (5) puasa Ramadhan.” (HR. al-Bukhori, no. 8)

Maka, amal yang lima ini dan seluruh amal-amal agama serta syiar-syiarnya kesemuanya masuk ke dalam cakupan iman.

Di dalam shahihain dari Ibnu Abbas-رضي الله عنهما-  tentang kedatangan delegasi Abdul Qais kepada Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, di dalamnya beliau       -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,  

أَمَرَهُمْ بِالْإِيمَانِ بِاللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَحْدَهُ قَالَ هَلْ تَدْرُونَ مَا الْإِيمَانُ بِاللهِ وَحْدَهُ قَالُوا اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ وَإِقَامُ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءُ الزَّكَاةِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ وَتُعْطُوا الْخُمُسَ مِنَ الْمَغْنَمِ

“Aku perintahkan kalian untuk beriman kepada Allah semata. Tahukah kalian apa itu iman kepada Allah (semata)? Hal tersebut adalah persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan Shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan hendaklah kalian memberikan 1/5 bagian dari harta rampasan perang.” (HR. al-Bukhori, no. 87)

Maka, hadis yang agung ini menunjukkan bahwa syiar-syiar Islam dan amal-amal agama serta berbagai macam bentuk ketaatan dan pendekatan diri (kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-), kesemuanya itu masuk dalam cakupan iman.

Iman itu-wahai hamba-hamba Allah-bercabang-cabang dengan cabang yang cukup banyak dan amal-amal yang beragam, di antaranya ada yang dengan lisan, ada pula yang  dengan hati, dan ada pula yang dengan anggota badan.

Dalam hadis, Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

الْإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ شُعْبَةً، أَعْلَاهَا شَهَادَةُ أَنْ لا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْإِيمَانِ

“Iman itu ada 73 lebih cabang. Cabangnya yang tertinggi adalah persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang hak selain Allah. Dan,  cabangnya yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan, malu (termasuk) cabang dari iman.” (HR. Muslim, no. 13)

Iman itu juga adalah menjauhkan diri dari perkara-perkara haram, membentengi diri dari pelanggaran-pelanggaran dan meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa.

Di dalam ash-Shahihain disebutkan hadis dari Abu Hurairah -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-dari Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bahwa beliau bersabda,

لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ ، وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ ، وَلَا يَنْتَهِبُ نُهْبَةً يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهِ فِيهَا أَبْصَارَهُمْ حِينَ يَنْتَهِبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ

“Tidaklah seorang pezina berzina ketika ia berzina sementara ia dalam keadaan beriman. Tidak pula (seorang peminum khamer) ketika ia meminumnya sementara ia dalam keadaan beriman. Tidak pula (seorang pencuri) mencuri ketika ia mencuri sementara ia dalam keadaan beriman. Tidak pula (seorang pembajak) membajak barang bajakan-di mana orang-orang mengangkat pandangan mereka ke barang tersebut-ketika ia membajaknya sementara ia dalam keadaan beriman.” (HR. al-Bukhori, no. 2475)

Hadis yang agung ini menunjukkan bahwa meninggalkan perkara haram, menjauhkan diri dari tindak pelanggaran dan dosa-dosa, kesemuanya itu masuk dalam cakupan iman.

Iman itu juga adalah menahan diri dari melakukan tindakan menyakitkan, menjauhkan diri dari tindak kezhaliman, memenuhi janji-janji, akad-akad perjanjian dan amanat-amanat.

Di dalam hadis disebutkan bahwa Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

 الْمُؤْمِنُ مَنْ أَمِنَهُ النَّاسُ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وأنفسهم

“Orang beriman itu adalah orang yang orang lain merasa aman dari (gangguan)nya terhadap harta dan jiwa mereka.” (HR. Ibnu majah, no. 3934)

Dalam hadis lain,  Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ

“Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki sikap amanah.” (HR. Ahmad, no. 12567)

Iman itu juga adalah saling mencintai, saling bersaudara, saling berkasih sayang dan saling tolong menolong.

Di dalam hadis disebutkan bahwa Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

 لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

“Tidaklah salah seorang kalian beriman sebelum ia mencintai untuk saudaranya apa-apa yang ia cintai untuk dirinya.” (HR. Muslim, no. 45)

Dalam hadis yang lain, Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ ؛ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

“Perumpamaan orang-orang yang beriman itu dalam saling cinta kasih mereka, kasih sayang mereka dan simpati mereka seperti satu tubuh; apabila satu anggota tubuh mengadukan rasa sakit niscaya seluruh tubuhnya akan ikut serta merasakannya dengan bergadang (tidak bisa tidur) dan demam.” (HR. Muslim, no. 2586)

Iman itu juga adalah  saling bahu membahu, saling berkasih sayang dan saling tolong menolong di antara sesama orang-orang beriman dan mendoakan.

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar) berdoa, ‘Ya Tuhan kami, ampunilah kami serta saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu daripada kami dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kedengkian terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.’” (al-Hasyr: 10)

Iman itu juga adalah istikamah di atas ketaatan, melanggengkan dan melazimi ibadah kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- tetap kokoh di atas agama Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-sampai meninggal dunia.

Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda di dalam hadis Sufyan bin Abdillah ats-Tsaqafi ketika ia mengatakan kepada Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, ‘Katakanlah kepadaku suatu ucapan tentang Islam yang mana aku tidak akan bertanya tentang hal itu kepada siapa pun selain Anda! Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- pun bersabda,

قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ

“Katakanlah olehmu, ‘aku beriman kepada Allah’ kemudian istiqamahlah kamu.” (HR. Ahmad, no. 15416)

Wahai hamba-hamba Allah!

Iman itu merupakan keindahan dan perhiasan bagi seseorang. Manis dan lezat. Ia memiliki rasa dan kelezatan yang tidak ada yang menandinginya.

Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

 ذَاقَ طَعْمَ الْإِيمَانِ مَنْ رَضِيَ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا

Akan merasakan kelezatan iman orang yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai utusan. (HR. Muslim, no. 34)

Dalam hadis lain, Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ: مَنْ كَانَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

Tiga hal, barang siapa ketiga hal tersebut ada pada dirinya niscaya ia mendapatkan manisnya iman. (Ketiga hal tersebut yaitu) ; (1) Barang siapa yang Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya daripada selain keduanya, (2)  Mencintai seseorang di mana tidaklah ia mencintainya melainkan karena Allah, dan (3) Membenci untuk kembali ke dalam kekufuran setelah Allah menyelamatkannya dari kekufuran tersebut sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam Neraka. (HR. al-Bukhori, no. 16)

 Dan iman itu adalah hiasan dan keindahan. Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ– bersabda di dalam doanya,

اللَّهُمَّ زَيِّنَّا بِزِينَةِ الْإِيمَانِ وَاجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِينَ

“Ya Allah! Hiasilah kami dengan perhiasan iman, dan jadikanlah kami orang yang menyampaikan hidayah yang mendapatkan hidayah.” (HR. an-Nasai, no. 1229)

Di dalam al-Qur’an, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ

(Akan tetapi) pakaian takwa itulah yang paling baik. (al-A’raf: 26)

Wahai hamba-hamba Allah!

Sesungguhnya wajib atas orang-orang yang beriman untuk memelihara keimanan itu dengan sebenar-benarnya pemeliharaan, mengetahui kedudukan dan nilainya. Hendaknya perhatian mereka terhadap keimanan tersebut lebih diprioritaskan atas perhatian mereka terhadap segala hal; karena keimanan itu merupakan pondasi dasar kebaikan, kebahagiaan, keberuntungan, dan ketinggian derajat di dunia dan akhirat.

Ya Allah!

Tunjukanlah kami kepada kebaikan iman kami, petunjuk urusan kami, dan jauhkanlah kami dari fitnah-fitnah yang menyesatkan, yang nampak dan yang tersembunyi.

Ya Allah!

Hiasilah kami dengan hiasan iman, dan jadikanlah kami orang yang menyampaikan petunjuk yang mendapatkan petunjuk.

 

Kekusutan Iman

Al-Hakim di dalam al-Mustadrak meriwayatkan dari hadis Abdullah bin Amr bin al-‘Ash -رضِيَ اللهُ عَنْهُمَا- bahwa Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ– bersabda,

إِنَّ الإِيمَانَ لَيَخْلَقُ فِي جَوْفِ أَحَدِكُمْ كَمَا يَخْلَقُ الثَّوْب الخَلِق ، فَاسْأَلُوا اللهَ أَنْ يُجَدِّدَ الإِيمَانَ فِي قُلُوبِكُمْ . حديث حسن

“Sesungguhnya iman itu akan mengalami kekusutan dalam rongga  dada salah seorang di antara kalian sebagaimana baju yang kusut. Karena itu, mintalah kalian kepada Allah agar memperbaharui keimanan di dalam hati-hati kalian.” Hadis hasan

Wahai hamba-hamba Allah!

Sesungguhnya iman ini akan mengalami kekusutan, yakni, melemah, berkurang  dan kusam. Sebagaimana baju itu kusam dan sebagaimana baju itu kusut.

 

Sebab Kekusutan Iman

Sebab terjadinya hal tersebut adalah apa yang dilakukan oleh seorang hamba dalam kehidupan ini berupa perbuatan dosa-dosa dan kemaksiatan-kemaksiatan, sehingga karenanya iman itu berkurang. Begitu pula hal-hal yang ditemui oleh seorang hamba berupa fitnah-fitnah, hal-hal yang menghalangi dan memalingkan, yang memalingkan seorang hamba dari iman yang merupakan maksud dari Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menciptakan dirinya.

Maka, dari sinilah Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menunjukkan dan membimbing kita untuk berupaya memperbaharui keimanan dalam hati kita dengan bertawajuh yang benar kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,

فَاسْأَلُوا اللهَ أَنْ يُجَدِّدَ الإِيمَانَ فِي قُلُوبِكُمْ

“Maka, mintalah kepada Allah agar memperbaharui keimanan di dalam hati-hati kalian.” (Jaamiul Ahadist , no. 6177)

 Dengan demikian maka hal ini mengharuskan seorang hamba untuk bertawajuh dengan jujur kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, meminta dengan sangat kepada-Nya agar Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menambah keimanan kita dan menguatkannya, memperbaharuinya, serta mengokohkannya di dalam hati kita. Dan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى -telah berfirman,

يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ

Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh dalam kehidupan di dunia dan di akhirat...” (Ibrahim: 27)

Hal lainnya, hendaknya seorang hamba itu bersungguh-sungguh dengan mengerahkan segenap upaya dalam mengejawantahkan keimanan, menyempurnakannya dan meninggikannya. Kerena sesungguhnya keimanan itu bisa menguat dan melemah, bisa bertambah bisa pula berkurang.

Dari Umair bin Hubaib al-Khathami -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- dia adalah seorang sahabat yang mulia-, ia berkata,

الْإِيْمَانُ يَزِيْدُ وَيَنْقُصُ

“Iman itu bisa bertambah dan bisa pula berkurang”

Ditanyakan kepadanya, “Apa hal-hal yang dapat menambahnya dan apa pula hal-hal yang dapat menguranginya?”

Umair bin Hubaib -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- pun menjawab, “Apabila kita mengingat Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, kita memuji-Nya, dan kita mensucikan-Nya, maka itulah (di antara hal) yang dapat menambah keimanan. Sedangkan apabila kita melalaikan dan melupakan(Nya), maka itulah (di antara hal) yang dapat menguranginya.’ (Al-Iman al-Ausath li Ibni Taimiyyah, 1/22)

Oleh karena itu, sesungguhnya seorang hamba yang terbimbing senantiasa berupaya menguatkan keimanannya dalam kehidupannya (di dunia) ini. Juga senantiasa berupaya menjauhkan diri dari sebab-sebab yang akan dapat mengurangi dan melemahkan keimanannya.

Ya Allah!

Perbaikilah agama kami yang merupakan penjaga urusan kami.

Perbaikilah dunia kami yang di dalamnya terdapat penghidupan kami. Perbaikilah akhirat kami yang merupakan tempat kembali kami.

Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi kami dalam setiap kebaikan.

Dan, jadikanlah kematian itu sebagai istirahat bagi kami dari semua bentuk keburukan.

Ya Allah!

Hiasilah kami dengan perhiasan iman dan jadikanlah kami orang-orang yang menyampaikan petunjuk yang mendapatkan petunjuk.

Ya Allah!

Perbaikilah hubungan di antara sesama kami.

Persatukanlah hati-hati kami.

Tunjukanlah kami jalan keselamatan.

Keluarkanlah kami dari kegelapan-kegelapan kepada cahaya.

Berkahilah kami pada pendengaran-pendengaran kami, penglihatan-penglihatan kami, kekuatan kami, pasangan hidup kami, anak keturunan kami, dan jadikanlah kami orang-orang yang diberkahi di mana saja kami berada.

Ya Allah!

Berikanlah kepada jiwa-jiwa kami ketakwaannya, sucikanlah ia, Engkaulah sebaik-baik Dzat yang dapat menyucikannya. Amin.Wallahu A’lam. (Redaksi)

 

Sumber:

Fadhlu al-Iman Wa Annahu Yazidu Wa Yanqushu, Syaikh Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr-حَفِظَهُ اللهُ تَعَالَى-