Beberapa Perkara Yang Dilakukan Sebagian Orang Padahal Ia Termasuk Kesyirikan atau Termasuk Sarana Kesyirikan

Ada beberapa perbuatan yang berkisar antara syirik besar dan syirik kecil, sesuai dengan apa yang tertanam dalam hati pelakunya, dan sejalan dengan perkataan dan perbuatan yang dilakukannya, yang banyak orang melakukannya, padahal ia bertentangan dengan akidah atau menodai kemurniannya, di mana ia dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, dan sebagian orang awam melakukannya, karena mereka terbawa oleh para pendusta yang melakukan tipu muslihat dan penyeru kesesatan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah memperingatkan umat beliau dari hal-hal tersebut. Di antaranya:

(1) Memakai gelang atau benang dengan maksud menolak atau mengangkat bala.

Ini termasuk perbuatan jahiliyah, ia termasuk syirik kecil yang mungkin naik ke derajat syirik besar menurut keyakinan yang ada dalam hati pemakainya.

Dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu,

أَنَّ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَجُلًا فِيْ يَدِهِ حَلْقَةٌ مِنْ صُفْرٍ، فَقَالَ: مَا هٰذَا؟ قَالَ: مِنَ الْوَاهِنَةِ، قَالَ: اِنْزِعْهَا، فَإِنَّهَا لَا تَزِيْدُكَ إِلَّا وَهْنًا، إِنَّكَ لَوْ مُتَّ وَهِيَ عَلَيْكَ مَا أَفْلَحْتَ أَبَدًا

Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melihat gelang kuningan di tangan seorang lelaki. Nabi bertanya, “Apa ini?” Dia menjawab, “Untuk (menangkal) sakit.” Nabi bersabda, “Lepaslah ia, karena sesungguhnya ia tidak menambahmu kecuali kelemahan; sesungguhnya bila kamu mati dengan tetap memakainya, niscaya kamu tidak beruntung selamanya.

Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad yang dapat diterima (la basa bihi), dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan al-Hakim, dan adz-Dzahabi menyetujuinya.[1]

(2) Memakai Tamimah.

Tamimah adalah untaian manik-manik yang biasa dikalungkan orang-orang Arab di leher anak-anak untuk menjaga mereka dari tatapan mata jahat (‘ain), dan dari namanya (yaitu tamimah) mereka berharap Allah menyempurnakan (yang dalam bahasa Arab, يُتِمُّ) dan mewujudkan keinginan mereka. Tamimah bisa terbuat dari tulang atau manik-manik atau tulisan rajah atau selainnya. Semua ini tidak boleh dilakukan.

Bila tamimah dari al-Qur’an, maka para ulama berbeda pendapat tentangnya, ada yang membolehkan dan ada yang tidak, pendapat yang kuat adalah pendapat kedua, dalam rangka menutup sarana kepada syirik, di samping ia mengantarkan kepada tamimah yang bukan dari al-Qur’an, di samping dalil-dalil yang melarang tamimah bersifat umum dan tidak ada dalil yang mengkhususkannya, seperti hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, di mana beliau berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ

Sesungguhnya ruqyah, tamimah, dan tiwalah adalah syirik.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad.[2]

Dan dari Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu secara marfu’,

مَنْ عَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ

Barangsiapa menggantungkan tamimah, maka dia telah berbuat syirik.[3]

Tidak ada dalil yang mengkhususkan hadits-hadits di atas.

(3) Tabarruk (ngalap berkah) dari pohon, batu, peninggalan-peninggalan (purbakala), dan bangunan.

Tabarruk adalah mencari dan mengharapkan keberkahan dari sesuatu dan meyakini adanya kebutuhan pada benda-benda tersebut. Ini termasuk syirik besar, sebab ia bergantung kepada selain Allah dalam usaha mendapatkan keberkahan. Dan para penyembah berhala berharap keberkahan dari berhala yang mereka sembah.

Karena itu, berharap berkah dari kubur orang-orang shalih adalah seperti berharap berkah dari Lata, sedangkan berharap berkah dari pohon dan batu adalah seperti berharap berkah dari Uzza dan Manat.

Dari Abu Waqid al-Laitsi radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

خَرَجْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللّٰهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى حُنَيْنٍ وَنَحْنُ حُدَثَاءُ عَهْدٍ بِكُفْرٍ، وَلِلْمُشْرِكِيْنَ سِدْرَةٌ يَعْكُفُوْنَ عِنْدَهَا، ويَنُوْطُوْنَ بِهَا أَسْلِحَتَهُمْ يُقَالُ لَهَا ذَاتُ أَنْوَاطٍ. قَالَ: فَمَرَرْنَا بِسِدْرَةٍ، فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ، اِجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ أَنْوَاطٍ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَللّٰهُ أَكْبَرُ، إِنَّهَا السُّنَنُ، قُلْتُمْ وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ، كَمَا قَالَتْ بَنُوْ إِسْرَائِيْلَ لِمُوسَى :{ اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ }، لَتَرْكَبُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ.

Kami berangkat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ke Hunain, saat itu kami baru terlepas dari kekafiran (baru masuk Islam), dan orang-orang musyrik mempunyai pohon bidara yang mana mereka berkerumun padanya, mereka juga menggantungkan senjata-senjata mereka padanya, pohon tersebut bernama Dzatu Anwath. Lalu kami melewati sebuah pohon bidara, maka kami berkata, ‘Wahai Rasulullah, buatkanlah untuk kami pohon Dzatu Anwath sebagaimana mereka punya Dzatu Anwath.’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Allahu Akbar! Itu adalah tradisi, demi Dzat yang jiwaku ada di TanganNya, kalian telah berkata sebagaimana yang dikatakan oleh Bani Israil kepada Musa, ‘Buatlah untuk kami tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).’ (Musa) menjawab, ‘Sungguh, kalian orang-orang yang bodoh.‘ (Al-A’raf: 138). Kalian benar-benar akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian‘.” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan beliau menshahihkannya.[4]

(4) Sihir.

Sihir adalah sesuatu yang sebabnya samar dan halus, dinamakan sihir karena prosesnya samar yang tidak kasat mata.

Sihir (dalam istilah) adalah mantera-mantera, jampi-jampi, ucapan-ucapan, ramuan-ramuan dan asap-asapan, yang di antaranya ada yang berdampak terhadap hati dan tubuh, ia bisa membuat sakit, mematikan dan memisahkan suami dari istrinya. Pengaruhnya terjadi atas izin Allah secara kauniah. Sihir adalah perbuatan setan, kebanyakan darinya tidak bisa terjadi kecuali melalui cara syirik dan memuja roh-roh buruk dengan mempersembahkan sesuatu yang mereka inginkan, meminta bantuan mereka melalui cara-cara syirik, karena itu Peletak Syariat menyandingkannya dengan syirik, dan ia termasuk syirik dari dua sisi:

Pertama: Ia menggunakan setan dan bergantung kepadanya, mendekatkan diri kepada setan dengan memberinya apa yang dia sukai agar setan mau berkhidmat kepadanya.

Kedua: Ia mengandung pengakuan terhadap ilmu ghaib, padahal ilmu ini adalah wilayah khusus Allah Ta’ala yang Dia tidak berserikat dengan siapa pun. Dan ini adalah kekafiran dan kesesatan. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ

“Dan sungguh, mereka sudah tahu, barangsiapa membeli (menggunakan sihir) itu, niscaya tidak akan mendapat keuntungan di akhirat.” (Al-Baqarah: 102).

Dan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

اِجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ، وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: اَلشِّرْكُ بِاللّٰهِ، وَالسِّحْرُ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِيْ حَرَّمَ اللّٰهُ إِلَّا بِالْحَقِّ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيْمِ، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ.

Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan.” Mereka bertanya, “Apa itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh orang yang Allah haramkan kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, berlari dari medan perang dan menuduh wanita-wanita yang baik-baik lagi Mukminah, yang tidak tahu-menahu (melakukan perbuatan keji).[5]

5. Perdukunan.

Ini termasuk mengklaim ilmu ghaib, seperti ramalan tentang apa yang akan terjadi di bumi dengan menyandarkan kepada sebuah sebab, yaitu pencurian pendengaran, di mana jin menguping perbincangan para malaikat, lalu jin membisikkannya kepada dukun, lalu dukun menambahinya dengan 100 kedustaan, maka orang-orang mempercayainya disebabkan oleh kalimat yang dibisikkan oleh jin.

Dan hanya Allah semata yang mengetahui yang ghaib. Maka  barangsiapa mengaku mengetahui sebagian darinya melalui perdukunan atau lainnya atau mempercayai siapa yang mengaku, maka dia telah menjadikannya sekutu bagi Allah dalam perkara yang merupakan kekhususan Allah, dan dia mendustakan Allah dan RasulNya.

Banyak praktik perdukunan yang berinteraksi dengan setan tidak selamat (bebas) dari syirik dan mendekatkan diri kepada setan yang akan membantu klaim mengetahui ilmu ghaib tersebut. Perdukunan merupakan syirik dari sisi klaim ilmu ghaib yang merupakan kekhususan Allah semata dan dari sisi usaha mendekatkan diri kepada selain Allah.

Dalam Shahih Muslim dari sebagian istri Nabi, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا

Barangsiapa mendatangi dukun lalu bertanya tentang sesuatu kepadanya, maka tidak diterima shalatnya selama 40 malam.[6]

Dan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,

مَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Barangsiapa mendatangi dukun lalu dia mempercayai apa yang diucapkan, maka dia telah kafir kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud.[7]

Di antara perkara yang patut diwaspadai dan diperingatkan adalah para tukang sihir dan para dukun, yang mana mereka adalah orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi dan bukan perbaikan. Sebagian dari mereka ada yang berpenampilan seperti tabib (ahli pengobatan alternatif) yang mengobati orang sakit, padahal dia sejatinya merusak akidah, di mana (terkadang) dia menyuruh pasiennya menyembelih kepada selain Allah, atau menulis rajah-rajah syirik dan jampi-jampi setan. Ada juga yang berpenampilan seperti paranormal (dukun) yang mengabarkan hal-hal ghaib dan tempat barang-barang hilang, di mana orang-orang dungu datang kepadanya dan bertanya kepadanya tentang barang-barang mereka yang hilang, maka dia mengabari mereka di mana barang-barang tersebut atau menghadirkannya melalui bantuan setan. Ada juga yang berpenampilan seperti wali yang menunjukkan hal-hal luar biasa, seperti masuk ke dalam api, menusuk diri dengan pedang, bermain-main dengan ular dan lainnya, padahal sebenarnya dia hanya pendusta, penipu dan wali setan.

Semua orang di atas hanya melakukan tipu muslihat untuk meraup uang masyarakat dan merusak akidah mereka.

Maka wajib atas kaum Muslimin agar menjauhi mereka dan mewaspadai mereka, wajib atas ulil amri (pemerintah) untuk menuntut mereka bertaubat, bila mereka bertaubat (maka itulah yang seharusnya), tetapi bila tidak, maka mereka dihukum mati, demi menyelamatkan kaum Muslimin dari kerusakan dan kejahatan mereka, dalam rangka menerapkan perintah Allah Ta’ala terhadap mereka, di mana dalam Shahih al-Bukhari dari Bajalah bin Abdah, dia berkata,

كَتَبَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنِ اقْتُلُوْا كُلَّ سَاحِرٍ وَسَاحِرَةٍ

Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu menulis surat (perintah): ‘Bunuhlah semua penyihir laki-laki dan wanita‘.”[8]

Dan dari Jundub secara marfu’,

حَدُّ السَّاحِرِ ضَرْبَةٌ بِالسَّيْفِ

Hukuman pidana (had) bagi penyihir adalah memenggal lehernya dengan pedang.” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi.[9]

Keterangan:

[1] Musnad Ahmad, 4/445 No. 20.000, Ibnu Hibban dalam Shahihnya, 13/449 no. 6085, 13/453 No. 6088 dan al-Hakim dalam al-Mustadrak, 4/216.

[2] Abu Dawud, no. 3883 dan Musnad Ahmad, 1/381 no. 3615.

[3] Diriwayatkan oleh Ahmad dalam al-Musnad, 4/156 No. 17422.

[4] Dalam Sunannya, 2180 dan ini adalah lafazh ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, 3/244 No. 3291.

[5] Al-Bukhari, no. 2766 dan Muslim, no. 89.

[6] Shahih Muslim no. 2230.

[7] Sunannya, no. 3904 dan diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah, no. 639.

[8] Al-Bukhari, no. 3156, 3157 dan lihat al-Musnad, 1/191 no. 1657.

[9] Sunan at-Tirmidzi, no. 1460.

 

Referensi:

Panduan Lengkap Membenahi Akidah Berdasarkan Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan, Darul Haq, Jakarta, Cetakan IV, Shafar 1441 H/ Oktober 2019 M.