Semua manusia punya kelebihan dan kekurangan, untuk yang pertama cenderung terlihat oleh pemiliknya, sebaliknya yang kedua, ia cenderung tertutup bagi pemiliknya, orang lebih mudah mengetahui kelebihan dirinya dan lebih sulit mengenali kekurangan dirinya. Ada satu cara yang mudah untuk mengenali kekurangan diri, yaitu lewat orang lain, menggunakan pandangan dan pertimbangan orang lain sebagai cermin, apalagi bila orang lain itu adalah orang yang selalu dekat di sisi kita, yaitu suami atau istri yang mengetahui luar dan dalam kita.

Hanya saja cara ini terkadang menghadapi penolakan dari diri kita, karena tidak mudah bagi seseorang untuk menerima bila kekurangannya dibuka, tetapi saya yakin, bila yang membuka adalah orang terdekat kita, yang biasanya bertujuan untuk saling memperbaiki dan bukan membuka aib dan menyebarkannya, maka diri kita akan bisa menerimanya.

Pasangan yang terkadang melihat kelemahan kita lebih kentara daripada kita, menyampaikan nasihatnya kepada kita dalam rangka memperbaiki dan mencapai derajat kesempurnaan maksimal sebagai pribadi muslim, suami atau istri, di sini kita sebagai pasangan dituntut menguasai seni menyampaikan nasihat dan kritik agar ia tepat sasaran dan berefek baik.

Orang cenderung tidak suka dikritik dan dinasihati di depan orang lain, dia memandang cara ini sebagai sikap mempermalukan daripada memberi nasihat, akibatnya cenderung menolaknya walaupun maksudnya baik dan kandungannya benar. Sebagian suami atau istri, tidak srantan (tidak sabar, ed.), tidak sanggup menahan diri saat melihat pasangannya salah, saat itu juga dia langsung mengobati kesalahan tanpa memandang kanan kiri, tanpa menimbang situasi, akibatnya kesalahan yang diupayakan untuk diobati, bukannya sembuh tetapi melahirkan pertikaian baru.

Imam Syafi’i berkata, “Nasihat empat mata adalah nasihat, sedangkan nasihat di depan khalayak adalah mempermalukan.”

Harun bin Abdullah al-Jamal berkata, Ahmad bin Hanbal datang ke rumahku di malam hari, dia mengetuk pintu. Aku bertanya, “Siapa?” Dia menjawab, “Ahmad.” Aku membuka pintu dan mempersilakannya. Aku bertanya, “Ada sesuatu wahai Abu Abdullah?” Dia menjawab, “Sesuatu dalam hatiku sejak pagi.” Aku bertanya, “Apa itu?” Dia berkata, “Tadi siang aku melewatimu saat kamu berbicara dengan orang-orang, aku melihatmu duduk di bawah pohon sedangkan orang-orang duduk di bawah matahari. Ini kurang patut, bila kamu duduk, duduklah bersama mereka.”

Telinga orang cenderung memerah saat mendengar kata-kata pedas, sekalipun dia terbukti salah dan kata-kata itu tertuju kepadanya untuk memperbaiki kesalahannya, apalagi bila kata-kata tersebut ditambahi dengan amarah, isyarat merendahkan dan tatapan mata menyepelekan.

Cobalah menasihati pasangan dengan cara ini, niscaya hasilnya adalah nihil, bukan nasihatnya yang salah, tetapi kata-kata kasar dan tajam itu yang membuat hatinya teriris, akibatnya ia cenderung untuk melepeh nasihat, sebaik apa pun ia.

Berada di pihak yang benar tetap tidak membenarkan Anda untuk menyudutkan pandangan Anda dan memposisikan Anda lebih tinggi darinya, Anda dan dia tetap sejajar, bisa jadi kebetulan saja saat ini dia yang melakukan kesalahan, sangat terbuka esok ganti Anda yang melakukan, bagaimana bila pandangan Anda melakukan hal yang sama?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ

“Sesungguhnya kelembutan itu tidak ada pada sesuatu kecuali ia menghiasinya dan ia tidak dicabut dari sesuatu kecuali ia memburukkannya.” (HR. Muslim, no. 2594).

Manusia tercipta dari tanah, tanah bermacam-macam, ada tanah yang menyerap air kehidupan dengan cepat, tetapi ada juga tanah yang menahan air itu di permukaannya beberapa saat sekalipun nantinya ia serap juga. Dari sini, Anda tidak perlu terburu-buru dengan ingin melihat hasil nasihat Anda padanya saat itu juga, karena mengubah diri juga memerlukan proses, tidak semua orang bisa berbalik seratus delapan puluh derajat, karena itu beri diri kesempatan untuk merenung, menimbang dan mengubah diri langkah demi langkah, seraya Anda tetap membantunya untuk itu.

Sebagian orang menasihati sambil mengultimatum, tidak memberi kesempatan untuk mencerna, ini bisa dinilai olehnya sebagai intimidasi, apalagi bila yang melakukan adalah istri terhadap suaminya, bisa-bisa suami menilai istrinya menghancurkan harga diri dan kehormatannya, bila demikian, maka upaya nasihat akan menimbulkan sesuatu yang memerlukan nasihat baru.

Tujuan nasihat adalah perbaikan, keinginan tulus agar pasangan menjadi baik atau lebih baik, karena itu tunjukkan keinginan memperbaiki melalui kata-kata yang Anda ucapkan, mimik wajah dan gerakan bahasa tubuh, sehingga si dia bisa membaca dan memperhatikan ketulusan Anda, bahwa Anda hanya ingin dan berupaya agar dia menjadi baik, bila demikian, niscaya peluang dia menerima nasihat akan lebih terbuka, karena dia pun sadar bahwa Anda hanya berharap kebaikannya, tidak lain. Wallahu a’lam.

 

 (Izzudin Karimi, Lc.)