YANG DINANTIKAN

Dari Abdullah bin Ja’far radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pulang dari safar, maka anak-anak dari ahli bait (keluarga) beliau datang menyambutnya.” Ia melanjutkan, “Suatu ketika beliau pulang dari safar, dan (kebetulan) aku lebih dahulu sampai ke hadapan beliau, maka beliau pun mengangkatku dan mendudukkanku di depan, kemudian datanglah salah satu anak dari Fathimah dan beliau pun mendudukkannya di belakang. Kami pun memasuki Madinah dengan duduk bertiga di atas tunggangan. (HR. Muslim, no. 2427).

Seorang ayah bekerja seharian, pergi keluar rumah untuk menyambung harapan hidup di esok hari. Mencari nafkah memang sudah menjadi kewajibannya, apa pun hasilnya itu adalah sesuatu yang patut untuk disyukuri. Ayah memang keluar dengan tangan yang masih hampa, namun setiap langkahnya menyisipkan benih kerinduan di hati anakanak, hingga ucapan “Assalamu ’alaikum” terkumandangkan, itu lebih menggembirakan dari apa yang beliau peroleh di hari itu. Iya, kepulangan ayah sangat dinantikan.

 

MEMBELI WAKTU AYAH

Hingga ada seorang ayah yang super sibuk, tidak ada waktu lagi untuk keluarga, apalagi waktu untuk anakanak. Yang andaikan waktu libur datang, anakanak sangat berharap bisa bersamasama dengan ayahnya, menikmati liburan bersama, tidak perlu terlalu jauh harus pergi ke water boom, atau bermain wahana, mereka hanya ingin sekedar berjalanjalan dengan ayahnya, meski di sekitar rumahnya.

Namun waktu ayah terlalu mahal untuk terbuang percuma, setiap detik mereka nilai dengan rupiah. Andai harapan anakanaknya bisa menjadi serpihan mutiara, tentu akan mereka kumpulkan untuk membeli waktu ayahnya. Kita kadang sering lupa, bahwa waktu untuk keluarga, kadang lebih mahal dari emas sepenuh dunia.

 

HILANG PENAT

Mengetahui mahalnya waktu untuk keluarga, maka janganlah kita buang dengan percuma, sesaat namun menghangatkan dan mengakrabkan, itu lebih daripada cukup.

Ada beberapa saat setelah Anda pulang kerja, untuk akrab bersama anakanak, untuk bercanda bersama mereka, terjun ke dunia mereka, tertawa dengan ikhlas, sebagaimana Anda tidak akan pernah dapati senyum yang paling ikhlas, daripada senyum mereka.

Rasa penat Anda akan terbayar lunas, melihat tawatawa mereka. Sampai seseorang mengungkapkan, “The soul is healed by being with children” Jiwa akan tersembuhkan, dengan membaur dengan (dunia) anak. Karena setiap senyuman mereka merupakan kapsul placebo(1), yang akan menumbuhkan sugesti positif bagi diri kita.

 

BERKAH SENYUMAN

Pepatah Jepang mengatakan, “Warau mon ni wa fuku kitaru” yang berarti berkah akan datang dari pintu gerbang senyuman. Karena senyuman datang dari kelemahlembutan dan rasa kasih sayang, sedangkan wajah masam datang dari sifat kasar dan amarah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِى عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِى عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لاَ يُعْطِى عَلَى مَا سِوَاهُ

“Sesungguhnya Allah Maha Lemah Lembut dan menyukai kelemahlembutan, dan menghiasi kelemahlembutan dengan sesuatu yang tidak pernah diberikan pada sifat kasar, dan sifat-sifat selainnya.” (HR. Muslim no. 2593).

 Maka raihlah keberkahan Anda dengan berlemah lembut kepada anakanak Anda, menyayangi mereka, mengecup kening mereka, mencandai mereka, mengajak mereka bermain bersama.

 

PILIH PERMAINAN TERBAIK

Hukum asal segala sesuatu di muka bumi ini adalah boleh, selagi tidak ada dalil yang melarangnya. Pilihlah permainanpermainan mubah yang dapat mengundang gelak tawa dan senyum anakanak Anda, tentunya disesuaikan dengan umur mereka. Semisal permainan ciluk baa, petak umpet, congklak, kudakudaan, bongkar pasang, lego, puzzle, dan jenisjenis permainan lainnya yang selain menyenangkan juga mendidik.

Dihikayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bermain kudakudaan dengan kedua cucu beliau alHasan dan alHusain, maka dikatakan, “Sebaik-baik tunggangan di bawah kalian berdua,” kemudian ditimpali, “Dan kedua-duanya (yakni al-Hasan dan al-Husain) adalah sebaik-baik penunggang.” (HR. Abu Ya’la dalam al-Kabir. Para perawinya perawi hadits shahih, dan diriwayatkan oleh al-Bazzar dengan sanad dhaif. Lihat Majma az-Zawa›id, 9/291. Dinilai dhaif jiddan oleh al-Albani dalam Silsilah adh-Dha’ifah, 14/226 hadits nomor 6594).

 

MENDIDIK DALAM CANDA

Kita muslim yang baik, yang tetap memprioritaskan pendidikan terbaik bagi anakanak kita. Dalam nuansa canda, pesanpesan pendidikan pun tetap kita tanamkan dalam jiwa mereka. Karena pendidikan bukan sekedar pintar membaca dan menulis, namun pembentukan karakter mulia dalam kepribadian mereka adalah sebaikbaik pendidikan itu sendiri.

Misalkan menumbuhkan sikap ksatria, berani menerima kekalahan, berani bertanggung jawab atas resiko yang dipilih, menghargai pesaing, tidak berbuat curang, dan senantiasa bersikap jujur dalam setiap permainan. Sebagaimana mereka juga harus kita asah ketangkasannya, wawasannya, kepandaiannya dalam memecahkan masalah, dan kepribadian baik lainnya, sehingga permainan yang Anda mainkan bersama anakanak pun lebih bernilai.

 

BAPAK KESOLAH ANAK MOLAH

Bapak kesolah anak molah, adalah suatu petuah dari kearifan budaya Jawa yang kurang lebih bermakna, bahwa bebanbeban yang dipikul oleh orang tua pun akan turut ditanggung dan dirasakan oleh anakanak mereka. Sebagaimana kesalahankesalahan orang tua juga akan berdampak pada anakanak mereka.

Oleh karenanya kita sebagai orang tua harus senantiasa introspeksi diri, bagaimana perhatian kita kepada anakanak kita. Karena ada sekian banyak orang tua yang merasa acuh, dengan tanggung jawabnya dalam mendidik anakanak. Mereka hanya sekedar memasrahkan anakanak mereka kepada orang lain, dan jika anakanak mereka berbuat polah dengan entengnya mereka berkata, “Di sekolahan kamu diajari apa?” Tanpa menunjuk kesalahan pada hidungnya sendiri.

We worry about what a child will become tomorrow, yet we forget that he is someone today. Kita terlalu khawatir anak kita akan menjadi apa kelak, namun kita lupa bahwa mereka telah menjadi seseorang di hari ini. Maka selagi belum terlambat, perhatikanlah betul anakanak kita, didik mereka secara benar, dengan memulai mendidik diri kita sendiri.

Wallahu A’lam.

(Abu Ukasyah Sapto B. Arisandi)

 

____________________________

 

Footnote:

  1. Obat biasa yang tidak memiliki khasiat menyembuhkan, namun diberikan kepada pasien untuk menumbuhkan sugestinya agar ia bisa sembuh. Sejatinya yang berperan menyembuhkan setelah izin Allah adalah kemauannya sendiri dari sugesti tadi, bukan faktor obatnya.