Seorang harus tahu bahwa segala sesuatu dengan keputusan Allah, tidak ada yang mendatangkan kebaikan kecuali Dia, tidak ada yang menolak keburukan kecuali Dia, tidak ada daya dan kekuatan kecuali denganNya, tidak ada kesempatan menghindar dari kemaksiatan dan tidak ada kekuatan untuk meraih ketaatan kecuali dengan Allah.

Takwa maka ia adalah upaya seorang hamba untuk meletakkan tameng antara dirinya dengan siksa Allah. Ada yang berkata, ia adalah melaksanakan perintah, meninggalkan larangan dan kerelaan terhadap takdir. Barangsiapa menghadirkan hal itu dalam hatinya, dan dia mengetahui bahwa tidak seorang pun memberinya manfaat atau menimpakan mudharat kecuali dengan izin Allah, maka tawakalnya kepada Allah semakin meningkat, bahkan seandainya ada yang bisa memberi manfaat atau mudharat secara independen selain Allah, niscaya hamba tetap wajib berharap kepada Allah semata bukan kepada selainNya, bagaimana tidak sedangkan tidak ada satu pun sebab yang bisa mewujudkan akibatnya secara independen, sebaliknya ia memerlukan sebab-sebab yang lain dan terangkatnya penghalang-penghalang darinya, dan semua itu tetap terwujud dengan kodrat dan kehendak Allah.

Barangsiapa meyakini hal ini dengan kuat dalam hatinya, maka terbukalah pintu ma’rifat kepada Allah dan tawakal kepadaNya, di mana hal itu tidak terwujud dengan selain itu.

Bila seorang hamba mengetahui bahwa segala sesuatu dari sisi Allah, maka dia harus mengesakanNya dengan rasa takut dan tawakal. Allah Ta’ala berfirman, “Dan barangsiapa taat kepada Allah dan RasulNya, takut dan bertakwa kepadaNya, maka mereka adalah orang- orang yang mendapat kemenangan.” (An-Nur: 52).

Allah berfirman, “Allah adalah Tuhan yang patut bagi kita untuk bertakwa kepadaNya dan berhak memberi ampun.” (Al-Muddatstsir: 56).

Setiap hamba harus menjaga diri dari beberapa hal, karena dia tidak hidup sendiri, sekalipun dia adalah raja yang ditaati, dia tetap harus menjaga diri dari beberapa hal demi rakyatnya. Ini artinya setiap manusia harus menjaga diri, bila dia tidak menjaga diri dari Allah, maka dia akan menjaga diri dari makhluk, padahal cinta dan benci seluruh makhluk tidak mungkin sejalan, karena yang diinginkan oleh fulan ternyata dibenci oleh fulan yang lain, ini berarti membuat mereka semuanya ridha adalah tidak mungkin, sebagaimana asy-Syafi’i berkata, “Ridha manusia adalah tujuan yang tidak tergapai, maka perhatikanlah perkara yang membawa kemaslahatan bagimu, peganglah ia dan biarkan selainnya, tidak usah diperhatikan.” Mencari ridha makhluk tidak mungkin dan tidak diperintahkan, sedangkan mencari ridha Khalik mungkin dan diperintahkan.

Di samping itu makhluk tidak bisa membantu seorang hamba dari Allah sedikit pun, bila seorang hamba bertakwa kepada Rabbnya, maka Dia akan mencukupinya dari beban manusia, sebagaimana Aisyah menulis kepada Mu’awiyah, ia diriwayatkan secara marfu’ kepada Nabi saw dan mauquf kepadanya,

مَنْ أَرْضَ اللهَ بِسَخَطِ النَّاسِ، رَضِيَ الله عَنْهُ وَأَرْضَى عَنْهُ النَّاسَ، وَمَنْ أَرْضَى النَّاسَ بِسَخَطِ اللهِ عَادَ حَامِدُهُ مِنَ النَّاسِ لَهُ ذَامًّا

Barangsiapa mencari ridha Allah dengan kemarahan manusia, maka Allah meridhainya dan membuat manusia ridha kepadanya. Barangsiapa mencari ridha manusia dengan kemarahan Allah maka orang-orang yang memujinya akan berbalik mencelanya.” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi hadits 2414 dishahihkan oleh al-Albani.

Barangsiapa mencari ridha Allah maka Allah akan mencukupinya dari beban manusia dan meridhainya, kemudian setelah itu manusia juga meridhainya, sebab akibat baik adalah untuk orang-orang yang bertakwa, Allah menyintainya maka manusia juga menyintainya, sebagaimana dalam ash-Shahihain dari Nabi saw bahwa beliau bersabda,
Bila Allah menyintai seorang hamba maka Dia memanggil, ‘Wahai Jibril, sesungguhnya Aku menyintai fulan, maka cintailah dia.’ Maka Jibril menyintainya, kemudian Jibril memanggil malaikat-malaikat di langit, ‘Sesungguhnya Allah menyintai fulan maka cintailah dia.’ Maka penduduk langit menyintainya, kemudian orang tersebut diterima di muka bumi.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim..

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa setiap makhluk harus menjaga diri, bisa dari makhluk dan bisa pula dari Khalik, menjaga diri dari makhluk lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya dari berbagai segi, sedangkan takwa kepada Allah mewujudkan kebahagiaan dunia dan akhirat, Allah Subhanahu adalah pelindung orang-orang yang bertakwa, Dia juga pemerhati orang-orang yang memohon ampun, Dialah yang mengampuni dosa-dosa, tidak seorang pun makhluk yang mampu mengampuni dosa-dosa dan melindungi dari azab selainNya, Dialah yang melindungi dan tidak dilindungi. Sebagian salaf berkata, “Orang yang bertakwa selalu berkecukupan, karena Allah berfirman, “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Ath-Thalaq: 2-3).

Allah telah menjamin bagi orang-orang yang bertakwa untuk menjadikan jalan keluar dari kesempitan-kesempitan dunia yang diderita manusia, memberi mereka rizki dari arah yang tidak mereka duga-duga, bila hal itu tidak terwujud maka hal itu membuktikan bahwa takwanya patut dipertanyakan, hendaknya dia memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepadaNya.

Kemudian Allah Ta’ala berfirman, “Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkannya.” (Ath-Thalaq: 3), yakni Dia mencukupinya sehingga tidak membuatnya membutuhkan selainNya. Wallahu a’lam.

Syarah Thahawiyah, Ibnu Abil Izz al-Hanafi.