A. Pengertian Wakaf

Wakaf ialah penahanan suatu harta sehingga harta itu tidak dapat diwariskan, dijual atau dihibahkan dan hasilnya diberikan kepada penerimanya.

B. Hukum Wakaf

Wakaf hukumnya sunnah, berdasarkan Firman Allah Ta’ala,

إِلَّا أَنْ تَفْعَلُوا إِلَى أَوْلِيَائِكُمْ مَعْرُوفًا

Kecuali kalau kalian mau berbuat baik kepada saudara-saudara kalian (seagama).” (Al-Ahzab: 6).

Juga berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Jika manusia telah meninggal dunia, maka amal perbuatannya telah terputus; kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariyah atau ilmu yang bermanfaat atau anak shalih yang selalu mendoakannya.” (Diriwayatkan oleh Muslim, no. 1631).

Di antara beberapa sedekah yang dikategorikan ke dalam sedekah jariyah adalah mewakafkan rumah, tanah, masjid, dan lain-lain.

C. Syarat-syarat Wakaf

(1) Pewakaf adalah orang yang mampu berderma, dalam arti bahwa ia berakal sehat dan pemilik sesuatu yang akan diwakafkan.

(2) Jika penerima wakafnya telah ditentukan, hendaklah ia termasuk orang yang dianggap sah kepemilikannya. Jadi tidak sah mewakafkan sesuatu kepada janin dalam kandungan ibunya atau seorang budak. Sedangkan jika penerimanya belum ditentukan, maka penerima wakaf harus menjadikannya sebagai tempat ibadah. Jadi tidak boleh mewakafkan sesuatu kepada gereja atau sesuatu yang diharamkan.

(3) Proses perwakafan harus dilakukan dengan teks yang jelas sebagaimana layaknya wakaf.

(4) Sesuatu yang diwakafkan adalah sesuatu yang tetap utuh setelah diambil hasilnya. Misalnya: Rumah, tanah atau sejenisnya. Jika yang diwakafkan itu sesuatu yang habis; dalam arti hanya dapat dimanfaatkan, seperti: Makanan, parfum atau sejenisnya, maka hal itu tidak boleh diwakafkan dan tidak dinamakan wakaf, melainkan sedekah.

D. Beberapa Ketentuan Hukum Tentang Wakaf

(1) Mewakafkan sesuatu kepada anak kandung dibolehkan. Jika seseorang berkata, “Aku wakafkan sesuatu kepada anak-anakku.” Pernyataan itu bersifat umum; yaitu mencakup anak-anaknya yang laki-laki dan yang perempuan. Jika seseorang berkata, “Aku wakafkan sesuatu kepada anak-anakku dan anak dari keturunan mereka.” Pernyataan itu juga bersifat umum mencakup cucu dari anaknya yang laki-laki dan cucu dari anaknya yang perempuan. Sedangkan jika seseorang berkata, “Aku wakafkan sesuatu kepada anak-anakku yang laki-laki.” Pernyataan itu bersifat khusus yaitu hanya bagi anak-anaknya yang laki-laki dan tidak termasuk anak-anaknya yang perempuan. Jika seseorang berkata, “Aku wakafkan sesuatu kepada anak-anakku yang perempuan.” Pernyataan itu bersifat khusus yaitu hanya bagi anak-anaknya yang perempuan dan tidak termasuk anak-anaknya yang lak-laki.

(2) Hendaklah syarat-syarat yang ditetapkan pewakaf ditunaikan, misalnya tentang sifat atau keharusan mendahulukan atau mengakhirkan seseorang, maka hal itu harus ditunaikan. Misalnya jika pewakaf berkata, “Aku wakafkan sesuatu kepada ulama ahli hadits atau ahli fikih,” maka pernyataan tersebut bersifat khusus dan tidak mencakup ulama ahli Nahwu (bahasa Arab) atau ahli ‘Arudh (syair) dan lain-lain. Jika pewakaf berkata, “Aku wakafkan sesuatu kepada anak-anakku, kemudian anak-anak mereka, kemudian kepada cucu mereka,” sebagaimana halnya pewakaf berkata, “Peringkat yang paling tinggi menghalangi peringkat di bawahnya.” Maka pernyataannya harus dilaksanakan; di mana peringkat yang berada di bawah tidak mempunyai hak atas wakaf tersebut kecuali jika peringkat di atasnya tidak ada. Jika pewakaf mewakafkan sesuatu kepada tiga orang yang bersaudara, kemudian salah seorang dari ketiganya meninggal dunia dan meninggalkan anak-anaknya, maka anak-anaknya tidak memiliki hak terhadap bagian bapaknya, dan bagian bapaknya diberikan kepada dua saudaranya, jika pewakaf mensyaratkan bahwa peringkat yang paling tinggi menghalangi peringkat di bawahnya.

(3) Wakaf berlaku meskipun hanya dengan pengumuman atau penyerahan harta wakaf kepada penerimanya. Jadi jika wakaf telah diserahkan kepada penerimanya, maka pewakafnya tidak boleh membatalkannya, menjualnya dan menghibahkannya.

(4) Jika manfaat wakaf hilang karena usangnya/rusaknya benda yang diwakafkan, sebagian ulama membolehkan menjualnya kemudian hasil penjualannya dibelikan pada hal serupa dan jika masih tersisa sesuatu, maka diberikan kepada masjid atau disedekahkan kepada fakir miskin.

Contoh Surat Pernyataan Wakaf:

Setelah basmalah dan hamdalah, selanjutnya disebutkan:

“Fulan (A) bersaksi kepada fulan (B); bahwa fulan (A) mewakafkan suatu barang kepada fulan (B), sehingga barang tersebut sekarang berada di bawah kekuasaan, kepemilikan, pengelolaan fulan (B) sejak tanggal ditetapkannya wakaf ini dengan nomor registrasi sekian (disebutkan nomornya) yang diwarisinya dari orang tuanya.

Barang yang diwakafkannya itu adalah seluruh tanah yang dibatasi oleh anu (sebutkan batas-batasnya dengan jelas) sebagai sebuah barang wakaf yang ditetapkan dengan benar berdasarkan ketentuan hukum syariat, sehingga tanah tersebut berhak ditahan dan dijaga dalam arti tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan, tidak boleh diwariskan, tidak boleh digadaikan, tidak boleh dimiliki dan tidak boleh diganti, kecuali dengan suatu barang yang sama dengannya jika manfaatnya telah hilang, di mana hal itu dimaksudkan semata-mata mencari keridhaan Allah Ta’ala dan mengagungkan kehormatan-kehormatanNya.

Wakaf tersebut tidak bisa dibatalkan karena bergantinya tahun ataupun menjadi lemah karena bertukarnya abad, justru pergantian tahun dan pertukaran abad semakin menguatkan dan memastikannya.

Pewakaf, yaitu fulan (A) –semoga Allah Ta’ala melimpahkan kebaikan atas kedua tangannya– mensyaratkan dalam wakafnya bahwa hendaklah penerimanya mengelola seperempat dari harta wakafnya, mengurusnya dan memperbaikinya supaya harta wakaf tetap utuh, keinginan pewakaf tercapai, hasilnya meningkat, dan sisanya untuk kemaslahatan-kemaslahatan lainnya, yaitu untuk anu dan anu (disebutkan kemaslahatan dimaksud dengan jelas). Ketentuan ini berlaku untuk selama-lamanya hingga Allah mewarisi bumi dan segala isinya, sesungguhnya Allah adalah pewaris yang terbaik.

Jika penerima wakaf tidak bisa mengembannya, maka harta wakaf diserahkan kepada orang-orang fakir dan orang-orang miskin dari umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Pewakaf mensyaratkan; bahwa ia berhak untuk mengawasi keberadaan wakafnya dan pengelolaannya sepanjang hidupnya. Ia mengelolanya sendirian tanpa siapa pun, tidak ditentang oleh siapa pun, berhak memberikan wasiat kepada siapa pun untuk mengurusnya dan menyerahkannya menurut kehendaknya. Misalnya menyerahkannya kepada anak pertama fulan (C); atau salah seorang yang paling pandai di antara anak-anaknya, atau cucu-cucunya, atau keturunannya. Kemudian jika mereka semua telah meninggal dunia dan tidak tersisa seorang pun, maka pengurusannya diserahkan kepada fulan (D).

Pewakaf mensyaratkan bahwa harta wakafnya atau apa pun yang terdapat di dalamnya tidak boleh disewakan lebih dari setahun dan hendaklah penyewa tidak memasukkan satu akad ke dalam akad berikutnya (membuat akad yang baru, sedang akad sebelumnya masih berlaku) kecuali masa akad pertama habis dan sesuatu yang disewakan kembali kepada penerima wakaf.

Pewakaf memberikan wakafnya tersebut dari hartanya dan menjadikannya sebagai sedekah murni, abadi dan ditetapkan berdasarkan ketentuan hukum yang dijelaskan sebelumnya.

Wakaf ini telah sah, harus dilaksanakan serta menjadi salah satu harta wakaf kaum Muslimin. Jadi siapa pun tidak boleh membatalkan, mengubah, merusak atau menghilangkannya; baik dengan perintah, fatwa, keputusan, atau tipu muslihat. Pewakaf memohon pertolongan kepada Allah terhadap seseorang yang hendak merusak wakafnya, menzhaliminya dan melawannya di sisiNya pada hari kemiskinan dan kehinaannya, yaitu hari di mana alasan tidak berguna bagi orang-orang yang zhalim, dan mereka akan mendapatkan laknat dan tempat kembali yang sangat buruk.

Pewakaf telah menerima semua ketentuan di atas dengan penerimaan yang sesuai dengan ketentuan hukum syariat dan mempersaksikannya kepada dirinya dalam keadaan sehat, penuh keikhlasan dan ditetapkan menurut ketentuan hukum syariat.

Surat wakaf ini dibuat dan juga ditandatangani pada tanggal sekian (tanggalnya disebutkan).”

Referensi:

Minhajul Mulim: Konsep Hidup Ideal dalam Islam, Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri, Darul Haq, Jakarta, Cet. VIII, Rabi’ul Awal 1434 H/ Januari 2013.