Nasehat (8): Pengajaran Kepada Anggota Keluarga

Mengajar adalah kewajiban yang mesti dilakukan oleh pemimpin keluarga, sebagai realisasi dari perintah Allah Ta’ala:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu.” (QS. At-Tahrim : 6).

Ayat di atas merupakan dasar pengajaran dan pendidikan anggota keluarga, memerintah mereka dengan kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran. Di bawah ini beberapa komentar ahli tafsir tentang ayat tersebut, yakni berkaitan dengan kewajiban yang dibebankan atas pemimpin keluarga.

Qatadah rahimahullah berkata, “Dia hendaknya memerintah mereka berbuat taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala serta mencegah mereka dari maksiat kepadaNya, hendaknya menjaga mereka untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah dan membantu mereka di dalamnya. Maka apabila kamu melihat kemaksiatan, hendaknya engkau menjauhkan mereka daripadanya dan memperingatkan untuk tidak melakukannya.” (Tafsir Ath-Thabari, 28/166).

Adh-Dhahhak dan Muqatil rahimahumallah berkata, “Merupakan kewajiban setiap muslim, mengajarkan keluarganya dari kerabat dan hamba sahayanya akan apa yang diwajibkan oleh Allah atas mereka dan apa yang dilarangNya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 8/194).

Ali radhiyallah ‘anhu berkata, “Ajari dan didiklah mereka.” (Zadul Masir, 8/312).

Al-Kiya At-Thabari rahimahullah berkata, “Kita hendaknya mengajari anak-anak dan keluarga kita masalah agama dan kebaikan, serta apa-apa yang penting dan dibutuhkan dalam persoalan adab dan akhlak.” (Ahkamul Qur’an, 5/31).

Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menganjurkan kita mengajari wanita-wanita hamba sahaya yakni bukan orang-orang merdeka, maka bagaimana lagi halnya dengan anak-anakmu dan keluargamu yang merdeka?”

Imam Al-Bukhari rahimahullah dalam Shahihnya, Bab Pengajaran Laki-laki terhadap Hamba Sahaya Perempuan dan Keluarganya, menulis hadits:

ثَلَاثَةٌ لَهُمْ أَجْرَانِ … وَرَجُلٌ كَانَتْ عِنْدَهُ أَمَةٌ فَأَدَّبَهَا فَأَحْسَنَ تَأْدِيبَهَا وَعَلَّمَهَا فَأَحْسَنَ تَعْلِيمَهَا ثُمَّ أَعْتَقَهَا فَتَزَوَّجَهَا فَلَهُ أَجْرَانِ

“Tiga orang yang mendapat dua pahala: … dan seorang laki-laki yang memiliki hamba sahaya perempuan lalu ia mendidiknya dengan baik, mengajarinya dengan baik, kemudian ia memerdekakannya lalu menikahinya maka baginya dua pahala.”

Dalam penjelasan hadits di atas, Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Kesesuaian hadits dengan tarjamah – maksudnya judul bab – dalam masalah hamba sahaya perempuan adalah dengan nash, dan dalam masalah keluarga dengan qiyas, sebab perhatian dengan keluarga yang merdeka dalam soal pengajaran kewajiban-kewajiban yang dibebankan oleh Allah dan sunnah-sunnah RasulNya adalah sesuatu yang harus dan pasti daripada perhatian kepada hamba sahaya perempuan.” (Fathul Bari, 1/190).

Karena adanya kesibukan dan tugas serta ikatan lainnya, seseorang terkadang melalaikan untuk meluangkan waktu bagi dirinya sehingga bisa mengajari keluarganya. Di antara jalan pemecahan dalam persoalan ini yaitu hendaknya ia mengkhususkan satu hari dalam seminggu sebagai waktu untuk keluarga, bahkan mungkin juga dengan melibatkan kerabat lain untuk menyelenggarakan majlis ilmu di dalam rumah. Ia hendaknya mengumumkan hari tersebut kepada segenap anggota keluarga dan menganjurkan agar menepati dan datang pada hari yang ditentukan tersebut, bahkan akan lebih efektif dengan menggunakan kata-kata wajib datang, baik kepada dirinya maupun kepada anggota keluarga yang lain. Berikut ini adalah apa yang terjadi pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam masalah ini.

Imam Al-Bukhari rahimahullah berkata, “Bab: Apakah bagi Wanita Disediakan Hari Khusus untuk Ilmu?” Lalu menyitir hadits Abu Said AI-Khudri radhiyallahu ‘anhu,

غَلَبَنَا عَلَيْكَ الرِّجَالُ فَاجْعَلْ لَنَا يَوْمًا مِنْ نَفْسِكَ فَوَعَدَهُنَّ يَوْمًا لَقِيَهُنَّ فِيهِ فَوَعَظَهُنَّ وَأَمَرَهُنَّ

“Para wanita berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ‘Kami telah dikalahkan kaum laki-laki dalam berkhidmat kepadamu. Karena itu buatlah untuk kami suatu hari dari dirimu,’ lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjanjikan mereka suatu hari untuk bertemu dengan mereka, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menasehati dan memerintah mereka.”

Ibnu Hajar berkata, “Dalam riwayat Sahl bin Abi Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah mirip dengan kisah ini, ia berkata, ‘Perjanjian kalian di rumah Fulanah, maka Rasulullah mendatangi mereka dan memberi ceramah kepada mereka’.”

Dari hadits di atas kita bisa mengambil kesimpulan akan pentingnya pengajaran kepada para wanita di rumah-rumah, dan mengingatkan pula betapa besar perhatian para sahabat wanita dalam masalah belajar, juga menunjukkan bahwa mengkonsentrasikan semangat mengajar hanya kepada laki-laki dengan meninggalkan kaum perempuan adalah kelalaian besar bagi para da’i dan pemimpin rumah tangga.

Sebagian pembaca mungkin berkata, misalnya, kita telah meluangkan waktu sehari dalam seminggu dan hal itu telah kita kabarkan kepada anggota keluarga, lalu apa yang akan kita berikan dalam pertemuan (majlis) tersebut? Dan bagaimana pula memulainya?

Sebagai jawaban dari pertanyaan tersebut, Penulis mencoba memberikan ide dan saran dalam hal ini sehingga menjadi manhaj (program) sederhana untuk mengajar anggota keluarga secara umum dan bagi kaum wanita secara khusus:

  • Tafsir Al-Allamah Ibnu Sa’di, yaitu Taisir Al-Karim Ar-Rahman fi Tafsiri Kalamil Mannan. Tafsir ini memiliki sajian dan pembahasan yang mudah. Anda bisa membacakan kepada mereka tafsir ayat per ayat.
  • Kitab Riyadhus Shalihin dengan komentar dan keterangan serta pelajaran yang bisa diambil dari tiap hadits. Dalam hal ini bisa merujuk pada kitab Nuzhatul Muttaqin.
  • Husnul Uswah Bima Tsabata Anillahi Warasulihi Fin Niswah, karya Shiddiq Hasan Khan.

Juga penting untuk diajarkan kepada wanita beberapa persoalan hukum Fiqh, misalnya hukum bersuci, haid, hukum shalat dan zakat, puasa dan haji, jika mereka telah bisa melakukannya. Demikian pula hukum makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan, sunnah-sunnah fithrah dan para mahram, hukum lagu, gambar dan sebagainya.

Di antara rujukan-rujukan penting dalam masalah-masalah tersebut yaitu fatwa-fatwa para ulama seperti Kumpulan Fatwa-fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dan ulama lain selain mereka, baik itu berupa buku maupun rekaman kaset.

Termasuk dalam kategori jadwal pengajaran kepada wanita dan keluarga adalah dengan mengingatkan mereka untuk mengikuti berbagai ceramah umum yang disampaikan oleh para ulama, atau penuntut ilmu yang terpercaya di bidangnya, jika hal itu memungkinkan. Hal ini untuk lebih banyak memberikan referensi dan sumber pengajaran, juga untuk variasi.

Selain itu, jangan pula dilupakan masalah mendengarkan siaran bacaan Al-Qur’anul Karim serta menaruh perhatian kepadanya. Termasuk dalam rangka penyediaan sarana pengajaran adalah mengingatkan anggota keluarga pada hari-hari tertentu agar para wanitanya menghadiri pameran buku-buku Islami, tetapi dengan memperhatikan syarat-syarat bepergian yang telah diatur agama.

 

Referensi:

40 Nasehat Memperbaiki Rumah Tangga, Muhammad Shaleh Al-Munajjid, Yayasan Al-Sofwa, Jakarta, Cetakan 1, Jumadil Ula 1418 H – September 1997. (Dengan sedikit revisi).